24 Hours Together

267 9 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Shanad menempuh Ujian Akhir Sekolahnya. Kebetulan mata pelajaran yang sedang diujikan sebentar lagi adalah Sastra Indonesia dan Bahasa Inggris. Baginya pelajaran bahasa sangatlah mudah. Shanad tak perlu repot-repot menggunakan rumus atau logika. Cukup mencocokkan pertanyaan dengan jawabannya yang pas.
Dane orang pertama yang sudah mengumpulkan lembar jawabannya.
Tak ada kesulitan berarti baginya. Shanad buru-buru meneliti kembali lembar jawaban miliknya. Siapa tahu ada yang terlewat yang belum ia jawab. Setelah yakin jawabannya benar, Shanad segera mengumpulkan lembar jawaban ke meja pengawas lalu menyusul Dane yang sudah duduk diluar menunggunya.
"DOR!" seru Shanad berusaha mengagetkan. Tapi itu tak akan berefek kepada Dane yang sedang mendengarkan musik dari iPod hitamnya.
"Lagi dengerin apa sih? Kok kayaknya asik banget?" tanya Shanad cemberut sambil mencari tempat disamping Dane. Dane menyodorkan Headphone silvernya pada Shanad. Menyuruhnya untuk mencoba.
Lagu melow The Beatles mengalun lembut di telinga Shanad. Alunan gitarnya bernada lembut. Seolah dapat menyihir pikiran Shanad menjadi lebih tenang. Shanad memejamkan mata sambil menikmatinya.
"Jangan ketagihan!" Dane mengambil kembali Headphonenya dari telinga Shanad. Shanad merengut protes.
"Lagi enak-enaknya juga..."
Dane balas mencubit pipi Shanad gemas. Wajahnya kini memerah setelah Dane mencubit pipinya.
Sudahlah Shanad, ini hanya sentuhan biasa. Tidak ada yang spesial. Aaaaah....
Shanad berjerit dalam hati. Dane menatapnya heran. Shanad memaksakan tersenyum agar ia tak curiga kepadanya.
"Emang sakit ya? Kok muka lo merah?" Dia mengetahuinya. Dane mengetahui perubahan wajah Shanad.
Plis Dane , jangan menebaknya. Aku malu....

"Ah, eh iya nih. Sakit tau lo cubit. Emang pipi gue bantal?!"
"Haha, habis mirip sih. Gemes liatnya." kata Dane membuat pipi Shanad tambah memerah. "Mirip pipinya Dean. Tembam." timpalnya lagi membuat senyum Shanad meredup. Jadi, Dane gemas karena Shanad mirip adiknya?
"Oh...Dean ngegemesin ya?" kata Shanad secara tak sadar. Dane berpangling dari iPodnya.
"Lho ,emang kenapa? Ada yang salah?"
"Hah, engga kok. Bener kata lo, Dean emang ngegemesin." jawab Shanad serba salah. Entah ini yang namanya salting atau bukan. Yang jelas Shanad mulai merasakan canggung ketika Dane memergoki wajahnya yang memerah.
Dane mangut-mangut sambil melepas Headphonenya.
"Shan liburan ini jalan yuk," ajak Dane tiba-tiba. Dane mengajaknya jalan-jalan? Apa ia tak salah dengar?
"Ke..kemana?" jawab Shanad kikuk.
"Ancol."
"Hah, Ancol? Berdua?" tanya Shanad dengan percaya diri. Dane terkekeh mendengarnya.
"Ya sama Dean lah. Kasian dia ditinggal sendiri dirumah," Oh, jadi sama Dean rupanya. Oke, Shanad salah besar jika mengira mereka akan jalan-jalan berdua.
Ah, aku merasa begitu bodoh!
"Ayo. Kapan?"
"Gimana kalo....hari Rabu?"
Shanad berpikir-pikir dulu. Apakah ada jadwal kerjanya yang bertabrakan dengan hari liburnya? Rabu, kedengarannya jadwal Shanad kosong.
"Oke. Rabu ya..." seru Shanad menyanggupinya. Dane mengacungkan telapak tangannya keatas. Shanad menepukkannya tanda setuju. Mereka ber-high five. Sentuhan barusanpun langsung membuat wajah Shanad merah menahan malu. Jantungnya berdegup lagi? Rupanya Shanad memang sedang jatuh cinta dengan Dane. Yah, harus ia akui sih....

Ù

"Oke, persiapan komplit!" Dane keluar rumah lalu masuk kemobil dan memasang sabuk pengaman. Shanad dan Dean mengikutinya memasang sabuk pengaman. Dean memilih duduk dibelakang, katanya ia bisa muntah-muntah bila duduk di depan. Alasan yang tepat Dean, bilang saja ia menyuruh Shanad untuk duduk disamping Dane. Begitukan maksudnya?
Dane menyalakan mesin Maseratinya, lalu menginjak gas perlahan. Mereka melesat dengan cepat keluar dari komplek perumahan Dane.
"Bokap nyokap lo kemana Dan?" tanya Shanad penasaran. Tak biasanya suasana rumah Dane sesepi tadi.
"Mama nemenin Papa meeting sama perusahaan baru di Singapore." jawab Dean dibelakang. Shanad mangut-mangut mengerti.
"Kak, kita mau kemana?" tanya Dean kepada Dane yang sedang sibuk menyetir.
"Kamu diem aja. Pokoknya kita udah jalan-jalan."
"Huuu...Kak Dane payah, gitu aja ngga mau kasih tau." tangan Dean menjewer telinga Dane. Dane balas menjabak rambut Dean pelan. Mereka terlihat sangat akrab.
"Ih Kak Dane mainnya kasar, jambak-jambak rambut aku." Dean bersungut protes. Dane mencubit pipi Dean gemas.
"Tuh kan, cubit pipi aku sekarang,"
Tawa mereka berderai didalam mobil. Melihat ke akraban sepasang adik dan kakak membuat Shanad iri. Berkali-kali Dean menjahili Dane yang sedang menyetir dibalik kemudi. Entah itu mengelikitik leher Dane, ataupun meneriaki telinga Dane. Dane hanya bisa membalas kejahilan Dean dengan mencubit pipinya. Selain mencubit pipi Shanad, Dane juga gemar mencubit pipi Dean. Jadi Shanad merasa ia tak perlu terlalu melting jika Dane mencubit pipinya gemas. Karena itu bukan apa-apa. Ia hanya salah tingkah saja, hah, iya.
Salah tingkah saja.

Everlasting NeverendingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang