Sudah tiga tahun ini hubungan Shanad dengan Dane terjalin kembali. Berkat Handphone yang Dane titipkan melalui Dean, Shanad bisa menghubungi Dane kapanpun yang ia mau.
Dane sedang duduk di kursi bosnya dengan setelan kemeja putih dan dasi abu-abu. Wajahnya semakin dewasa. Rambutnya semakin panjang hingga poni menutupi alis matanya. Kumisnya sedikit terlihat. Haha, bahkan Shanad belum pernah melihat kumis Dane semasa SMP dan SMA.
Sepertinya hidup di Amerika membuatnya nampak lebih dewasa. Mata elangnya masih Shanad kenal saat mereka bertatapan lewat skype di Handphone.
“Oh ya? Kapan mau nerbitin buku lo?” tanya Dane begitu Shanad selesai bercerita kepada Dane bahwa bukunya akan secepatnya diterbitkan oleh penerbit buku. Shanad menikmati pekerjaan sehari-harinya menjadi penulis dan editor majalah. Shanad memilih keluar dari Hota-Hota Pizza sebagai tukang kebersihan setelah ia lulus S1 Komunikasi Jurnalistik di Universitasnya.
“Tunggu aja. Dibeli doooong...” pinta Shanad memohon. Dane terkekeh disebrang.
“Oke, oke. Gue beli sepuluh dus!” candanya membuat mereka saling tertawa.
“Gimana kerjaan lo disana, seru?”
“Ya beginilah rasanya jadi bos diluar negeri. Gue masih belum terbiasa sama orang-orang disini. Kadang mereka judes, kadang mereka ramah. Gue kangen nasi di Indonesia, gue mual makan roti melulu.” keluhnya membuat Shanad bersimpati.
“Hahaha... kangen bakso Pak Mien ga?” tanya Shanad membuat mereka saling terdiam. Sudah lama sekali mereka tidak mampir lagi kesana. Apa kabar ya, dengan warung tenda itu? Apa sudah digusur?
“Pastilah, kangen.” jawab Dane datar. Shanad mencari topik lain agar suasana mencair.
“Eh, lo tau ngga? Kemaren gue liat foto-foto Aurora Borealis dari majalah. Gila, keren banget... kapan Dan, lo ngajak gue kesana? Masalahnya, itu bener-bener tempat terkeren selain Paris.”
“Hahaha... lo mau kesana? Kekutub utara? Ngga ngerti kalo kesana itu jauh dan dinginnya minta ampun?”
Shanad tergelak. Sebenarnya tadi ia hanya bercanda memintanya untuk mengajak Dane melihat aurora. Shanad hanya kagum tapi juga tak terlalu ingin ketempat sejauh itu.
“Siapa tau gitu, bisa? Haha...”
Mereka menghabiskan waktu berjam-jam berbicara sepuasnya sambil bercanda lewat panggilan vidio. Mereka baru berhenti sampai asisten Dane datang dan menyuruhnya segera keruang meeting. Shanad melambai kepada Dane ketika ia hendak menutup panggilan.
“See you next time...”Ù
Shanad bersiap-siap akan berangkat kekampus ketika tiba-tiba Handphonenya berbunyi. Dean menelponnya. Ada perlu apa ya, dia menelpon Shanad? Tumben.
“Halo?” sapa Shanad ketika panggilan sudah tersambung.
“Halo Kak Shan, lagi sibuk?” suara Dean terdengar ditelinga Shanad.
“Enggak kok De, ada apa emang?”
“Kak, mau ikut aku ke Amerika, ngga?”
Shanad mengernyit heran. Untuk apa?
“Maksud kamu?”
Dean diam diujung sana. Firasat Shanad sudah mulai tidak enak.
“Kak Dane menikah. Kakak diundang.”
Shanad terperanjat ditempat. Dane, AKAN MENIKAH?!
“Besok lusa di San Francisco Kak Dane melangsungkan pernikahannya dengan calon pilihan Papa. Kak Shanad mau dateng kan?” lanjut Dean membuat Shanad diam seribu bahasa.
Menikah? Dengan orang lain?
Shanad tak bisa mendengar kata-kata yang terucap dari mulut Dean. Shanad membanting Handphonenya kekasur. Tangisnya pecah begitu saja. Shanad memukul-mukul dinding disampingnya. Lalu menjambaki rambutnya tak peduli sesakit apapun itu. Shanad sedang gila. Gila karena sebentar lagi Dane akan menikah. Tapi bukan menikahinya.
Sudah lama ia berharap banyak kepada Dane. Sudah lama Shanad menanti kepulangannya dari San Francisco. Apa Dane tak pernah mengetahui perasaan Shanad kepadanya? Apa Dane tak sepeka dugaannya?
Mungkin memang benar jika Dane tak pernah mencintainya. Mungkin hanya perasaannya saja yang mengatakan bahwa Dane memiliki perasaan yang sama dengannya. Shanad terlalu percaya diri. Shanad merasa dirinya sangat bodoh.
Dipeluknya bantal berwarna biru didepan Shanad. Tangisnya banjir diatasnya. Ia tak berhenti menangis hingga air mata tak bersisa lagi. Matanya sembab dan bengkak. Mata bulat Shanad kini menyipit. Pengelihatannya juga kabur. Shanad benar-benar sudah dibutakan oleh cinta. Dibutakan oleh Dane.Ù
Shanad mencoba membuka matanya. Berat.
Sudah 2 hari ini ia melamun sendirian diatas kasur. Shanad malas turun dari kasur. Akibatnya ia bolos ngampus dan bekerja. Itu semua akibatnya sendiri. Terlalu patah hati hingga menghancurkan dirinya sendiri.
Shanad berjalan gontai kearah kamar mandi. Bermaksud untuk mandi. Disiramkan seluruh air keatas rambut hingga seluruh badannya basah. Ia menatapi dirinya yang lesu dicermin. Ia seperti bukan Shanad yang dulu. Shanad yang sekarang telah kehilangan jiwanya.
Air membasuh wajah Shanad membuatnya terisak kembali. Kata-kata Dean masih berdengung ditelinganya.
“Kak Dane menikah. Kakak diundang.”
Shanad diundang katanya? Apa ia tega melihat kebahagiaan sahabatnya sendiri yang telah mencampakkan hatinya? Shanad senang jika Dane bahagia. Tapi tidak dengan menikahi orang lain. Ia menyadari dirinya memang egois.
Shanad keluar kamar mandi dengan wajah pucat. Sudah dua hari ia menangis dan belum sesendok nasi pun masuk ke mulutnya. Shanad kembali masuk kekamar. Dibukanya lemari pakaian dan menemukan Jas Prom Dane yang masih menggantung rapi dilemarinya. Shanad menatap Jas itu lekat. Lalu memeluknya. Wangi parfum Burberry Bit masih tercium walaupun sudah ia simpan selama tiga tahun.
Mengapa kau sejahat ini padaku Dan?
Handphone Shanad bergetar. Sebuah MMS masuk dari Handponenya. Dari Dean rupanya.
Sebuah gambar keluarga bahagia sedang tersenyum ke arah kamera. Sepasang pengantin suami istri yang sangat serasi saling merangkul pinggang. Terlihat wajah Dane diantara mereka dengan istri yang sesungguhnya yang kelihatan bersinar diantara wanita lain yang ada difoto itu. Istri Dane berperawakan lembut. Menandakan ia calon istri yang baik. Matanya sipit dengan blush-on berwarna pastel. Mata biru yang indah. Ia keturunan bule. Dane pasti bahagia mendapatkan wanita idaman keturunan bule. Apalagi cantik.
Shanad menatap mereka sambil tersenyum penuh arti. Sekarang, ia ingin mencoba merelakan Dane dengan wanita itu. Perlahan-lahan namun pasti, Shanad bisa melepas Dane dari hidupnya. Ia bahagia jika Dane bahagia.
Cukup menjadi sahabatnya saja, sudah membuat Shanad merasa berarti untuk Dane.
Silahkan Dane, berbahagialah bersama Istri Pujaanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Neverending
DragosteTuhan tahu, Kita diciptakan bersama untuk berbagi takdir. Sepenuhnya aku, adalah bersamamu. Tuhan tahu, Menciptakanmu disisi ku tak sia-sia. Bumi tak akan dengan mudahnya terbelah walaupun dirimu jauh. Tuhan juga tahu, Bahwa cinta yang dimiliki seti...