Kau seharusnya cukup tau.
Bahwa kau adalah utamaku.***
Seoul 27 February.
5.13 PM KSTHembusan nafas hangat berkarbon dioksida menguar larut beradu bersama hawa dingin disekitarnya, lembut menciptakan kepulan uap embuh putih. Musim dingin menjadi salah satu favoritnya. Sangat, dia sangat menyukai itu, entah mengapa.
Dirinya murni beranggapan bahwa dibalik hawa dingin terselip makna kehangatan sejati, ketenangan dan kedamaian hati. Meskipun dirinya sendiri tau bahwa berlama-lamaan di luar dengan cuaca yang terbilang masih ekstrim meski sudah di penghujung musim dingi, sama sekali tidaklah baik untuk kesehatan. Namun, hal itu tidaklah berlaku bagi seseorang pemilik gigi kelinci menggemaskan seperti, Kim Jungkook.
Pemuda tampan dengan ciri khasnya saat tersenyum itu, masih mempertahankan posisinya yang tengah asik duduk nyaman di salah satu kursi panjang, samping trotoar jalanan. Meski suhu musim dingin ganas menusuk ngilu seluruh persendian.
Sangat santai menyaksikan orang-orang berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing. Sembari mata berbinarnya menikmati pemandangan serta makna dari musim dingin dalam hidupnya. Ya, sebegitu berarti musim dingin bagi Jungkook.
Oh, mungkin kali ini musim dinginnya terasa lebih spesial. Karena pertama kalinya merasakannya di Seoul, jantung kota Korea Selatan.
Setiap tahun ia akan selalu antusias menyambut datangnya musim dingin, layaknya bocah tujuh tahunan yang diberi hadiah tiket untuk pergi ke taman hiburan, sangat antusias. Menghabiskan akhir pekan yang lebih seru dengan bebas mencoba berbagai macam wahana permainan. Sedrastis itu Jungkook akan berubah.
Bahkan ibunya juga sering urang-uringan, karena buah hatinya lebih sering berada di luar, ketimbang duduk manis dalam kehangatan rumah, ditemani segelas coklat panas dan kue-kue hangat sang ibu sajikan.
"Tidak ibu, aku mau keluar jalan-jalan. Nanti sore aku pulang, okay." meskipun kenyataannya ucapan pemuda bersurai blonde itu hanyalah bualan semata, karena bahkan sampai malam menjelang pun dirinya masih belum lekas berada di rumah.
Sang ibu hanya bisa menghela nafas pasrah. Sebagaimanapun ia mencegah, melarang ataupun memarahi jungkook. Yang ada hanyalah makan hati sendiri. Jungkook tidak pernah mendengarkan dan menjelma menjadi pria paling keras kepala di muka bumi ini, hanya kala musim dingin tiba.
"Ah... noona mana, kok belum datang juga, sudah hampir setengah jam ak-oh! Itu dia. NOONA!!" Jungkook berteriak lantang sembari melambaikan kedua tangannya ke udara antusias. Setelah mendapati presensi wanita yang dia tunggu-tunggu ada di seberang jalan. Tanpa ia sadari membuat orang di sekelilingnya memekik gemas akan tingkahnya barusan.
Wanita yang dipanggil noona itu memalingkan wajah, mencari keberadaan asal muasal suara tadi. Tatapannya kemudian jatuh kepada pemuda di sana. Tampak begitu menggemaskan dari kejauhan, tanpa sadar dirinya terkekeh melihatnya. Ah, anak itu semakin tumbuh besar, ya. batin sang wanita kagum.
Setelah melihat lampu pejalan kaki berubah warna menjadi hijau. Dirinya tanpa menunggu lama, lekas bergerak cepat menuju pemuda bergigi kelinci nan menggemaskan tersebut berada. Astaga, dirinya jadi semakin gemas segera mendaratkan tangannya untuk mencubit.
"Noona, aku merindukanmu...." Kata Jungkook sambil memeluk erat tubuh sang wanita saat sudah berada tepat di jangkauanya.
Sang wanita terkekeh gemas. "Aigoo... Jungkookie, noona juga rindu denganmu." Ucapnya tulus lalu melepaskan pelukan bak Teletubbies yang melepas kangen. Meskipun Jungkook tidak ambil pusing untuk tetap melingkarkan kedua lengan di pinggang ramping sang noona, tanpa mengindahkan jarak diantara mereka yang terlampau dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy Boyfriend
FanfictionKehidupan Kim Misoo memang sudah berantakan. Namun entah apa salah yang telah dia perbuat dulu, sehingga membuat hidup Misoo jauh terasa lebih mengerikan. Hanya karena kedatangan seseorang itu. Seolah mampu menjungkir balikkan fakta yang sebenarnya...