part 4 : Fall and confess

28 1 0
                                    

-Tidak apa untuk menjadi lemah, asalkan jangan buat lemah itu menjadi kelemahan mu.-

***

Seoul, 28 February
7.15 AM KST

Harum semerbak manis adonan hotteok yang baru saja diangkat dari wajan penggorengan, menjalar ke seantero rumah, bergaya semi klasik mewah. Membayangkan sensasi tersendiri betapa lezatnya pecah menjadi satu dalam mulut, bila disandingkan dengan segelas susu madu atau mungkin secangkir coklat panas, di dinginnya awal hari ini. Right, bukanlah ide yang buruk.

Mentari sudah tersenyum memancar cerah, langit pun sama. Begitu pula burung-burung yang berkicau ria menyambut sang hari baru. Meski dingin masih betah tinggal, membekukan seluruh penjuru negri.

Membuat siapa saja menjadi pelaku utama terjangkit penyakit kemalasan berkedok kedinginan. Berusaha sepenuh hati mencari posisi ternyaman dari tempat bergelung, kehangatan hakiki kasur, selimut dan antek-anteknya janjikan.

"Seokjin-ah."

Suara selembut sutra mengalun indah menyapa rungu, bak mantra sihir penyejuk jiwa mampu menyalurkan ketenangan sekaligus kedamaian di awal pagi dingin, seorang Kim Seokjin. Siapa lagi kalau bukan Dewi pemilik penuh, cinta dan kasih sayang di hunian ini. Sosok wanita yang menyandang gelar sebagai nyonya Kim, dalam keluarga kecil mereka. Kim Hyuna.

Menarik kedua sudut bibir tebalnya ke atas guna menampilkan senyum terhangat, berusaha untuk mengimbangi pancaran senyum tulus penuh kasih sayang sang ibu. "Selamat pagi ibu." Sapanya ceria, berlanjut memeluk erat pinggang ramping itu, memberikan sedikit kecupan syarat kasih sayang pada pipi ibu. Berakhir bergelayut manja di proporsi ramping dalam lingkar pelukanya.

Nyonya Kim terkekeh geli, dia sangat menyukai salah satu sikap Seokjin yang satu ini. Selalu melimpahkan kasih sayang tanpa mengurangi sikap hormat dan patuh, layaknya berhadapan dengan ibu kandungnya sendiri.

Sikap inilah yang membuat Hyuna sedikit merasa terenyuh dan berbangga akan kedermawanan dan kebaikan hati anak sulungnya ini, kala mengingatnya.

"Selamat pagi, sayang."

"Wah... ibu membuat hotteok? Jungkook pasti sangat suka. Aku juga sih, hehe..." Sedikit terkesiap Seokjin kala mencuri pandang penggorengan tepat di depannya, harum masakan yang ibunya buat untuk menu sarapan pagi ini.

Hyuna terkekeh gemas, sedikit menjawil hidung mancung sang putra. Ini juga yang menjadi sisi favorit dari seorang Kim Seokjin, candaan garing pencair suasana adalah ciri khasnya. Tidak mengenal tempat maupun suasana, Seokjin akan tetap melemparkan diksi serupa lawakan tua khas bapak-bapak, hanya sekedar pemuas diri. Meski ujung-ujungnya berakhir adegan perkelahian antar pria di dalam rumah. Hm, siapa lagi kalau bukan lawan tandingannya; Jungkook dan ayahnya, Kim Seokjoon.

Menaruh hotteok kedalam piring besar lalu mematikan kompor. Hyuna berbalik menghadap penuh si sulung. "Iya ibu buat banyak kok. Nanti dihabiskan ya." Ujarnya lembut sambil mengusap-usap sayang pipi tirus Seokjin.

Lagi-lagi membuat hati Seokjin bagai diterpa angin hangat musim panas, sejuk dan menghangat jiwa.

"Oh ya! Jungkook mana?!"

Suasana mendayu mendadak pecah berkeping-keping, layaknya kaca yang ditimpuk segenggam batu. Buyar berceceran sudah semua rasa kagum, terharu dan bahagia Seokjin akan kehangatan kasih sayang sang ibu, tepat beberapa sekon lalu. Kaget bukan main.

Bukan maksud lain pula, hanya saja terkejut. Bagaimana tidak, Hyuna sekonyong-konyong melontarkan pertanyaan barusan dengan suara yang bisa dibilang kurang lebih sama seperti speaker kala dalam mode full volume. Sangat berbanding terbalik dengan kelembutan suara sang ibu tersayang ucapkan sebelumnya.

My Enemy BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang