Selayang pandang, memaku tertuju padamu seorang.
Diriku bukanlah bodoh mengakui dirimu begitu ayu mengenang.
Tapi hanya karena satu kata berupa maaf terbisik kan.
Maaf karena diriku tidak ingin mengambil resiko memuakkan.***
"Sayang, kamu yakin mau berangkat hari ini?"
Pertanyaan pertama dilontarkan sang ibu kepada si bungsu di pagi hari yang cerah ini. Memandang manik caramell yang balas menatapnya sendu. Senyum serta anggukan mantap didapat selanjutnya sebagai jawaban.
Hening sejenak, sang ibu kembali bertanya dengan nada khawatir, lebih menuntut keseriusan jawaban dari sang anak. "Kamu baru pulang dari rumah sakit kemaren. Ibu tak ingin kamu kembali drop. Jungkookie bisa menunda sehari lagi dan kembali beristirahat. Ibu hanya khawatir, sayang."
Hyuna bisa menangkap ekspresi tidak suka pada wajah anaknya. Dia tau dia berlebihan tapi itu hanyalah bentuk wajar seorang ibu yang mengawatirkan anaknya yang baru pulih dari sakit.
Tersenyum semanis mungkin. "Aku sudah sehat betul ibu. Sudah cukup terbaring hampir lima hari di rumah sakit." Jungkook menjawab mantap berusaha kembali menyakinkan Hyuna bahwa dirinya sudah baik-baik saja.
Hening kembali menyerang ruang makan, hanya terdengar denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring, menciokan melody indah di pagi hari yang sejuk. Ah benar, Korea sudah memasuki awal musim semi.
Seokjoon melirik sang istri yang masih diliputi rasa khawatir, beralih melirik si bungsu yang memakan sarapan dengan tenang. Sangat bertolak belakang.
Pagi ini si bungsu Kim harus masuk memulai perkuliahan, sebenarnya sudah sejak dua hari yang lalu. Namun karena kejadian yang tidak memungkinkan untuk memulai perkuliahan. Jadi mau tidak mau harus diundur, hingga hari ini.
Jungkook adalah salah satu mahasiwa pindahan dari universitas di Busan, tempat kelahirannya. Akhirnya memutuskan untuk ikut tinggal dengan kedua orangtuanya di Seoul, tepat menginjak usia 20 tahun, september kemaren.
"Ayah percaya padamu Jungkook. Kau yang tau tubuhmu, kalau memang kau merasa tak bisa jangan memaksakan diri. Ayah, ibu dan hyung hanya tidak ingin kau sakit lagi." Ujar Seokjoon tegas seraya memandang wajah kalem si bungsu. Jungkook memperbaiki posisi duduknya lebih tegap sambil mengangguk patuh.
"Ne, ayah."
Aura ayahnya ini benar-benar luar bisa jika sedang serius. Sangat mendominasi khas aura-aura seorang pemimpin keluarga yang bijaksana.
Sarapan berlanjut hening. Hingga mereka mulai melanjutkan kegiatan sehari-hari, Seokjoon beserta Seokjin pergi untuk berangkat ke kantor, mengurusi perusahaan mereka.
Jungkook berangkat ke kampus dengan sedikit drama oleh sang ibu yang kembali khawatir akan kondisinya. Padahal sudah jelas-jelas Jungkook telah sehat bugar seperti Jungkook yang sediakala. Berakhir bungsu mereka diantar oleh seorang supir pribadi keluarga Kim. Meski sempat menolak karena dia ingin sekali mengendari agera hitamnya. Tapi Seokjoon melarang keras, berbalik mengancam kalau Jungkook masih tetap memaksa. Motor keluaran Itali itu pasti berakhir di rongsokan.
Ancaman apa-apaan itu. Haist!
"Sudah sampai di kampus, tuan muda." Suara serak dari bangku kemudi memecah lamunan Jungkook yang mode kesal. Mengamati sekeliling, tak menyadari bahwa mobilnya sudah berhenti tepat di lobi sebuah kampus besar.
Lihat bahkan diantar sampai depan lobi? Astaga ini terlalu. Kenapa jadi overprotektif begini, sih. gerutunya dalam benak. Semakin kesal saja, ini pasti perintah sang ayah kepada bapak supir di depannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy Boyfriend
Fiksi PenggemarKehidupan Kim Misoo memang sudah berantakan. Namun entah apa salah yang telah dia perbuat dulu, sehingga membuat hidup Misoo jauh terasa lebih mengerikan. Hanya karena kedatangan seseorang itu. Seolah mampu menjungkir balikkan fakta yang sebenarnya...