8

9 5 0
                                    


“ Bagai badai yang menghantam pantai, menjadikan pasir luluh terseret ombak. Hilang dan tiada “

***

Zafran menghembuskan nafas panjang. Dia berjalan memasuki kantor dengan menyungingkan senyum.

Dia sadar kemarin sikapnya keterlaluan. Bersikap dingin dengan setiap karyawan hanya karena suasana hatinya yang sedang kacau.

Dia tidak ingin bersikap angkuh apalagi berada di kantor ayah angkatnya. Siapalah dia bisa bersikap seenaknya? Sedang dia hanya anak angkat.

"Pagi pak" sapa salah satu karyawan.

"Pagi" Zafran membalas dengan tersenyum ramah.

Semua karyawan terpukau melihat pemandangan tersebut. Bagaimana bisa ada laki-laki memiliki senyun semenawan itu?, mungkin itu yang ada di benak para karyawan.

Zafran melanjutkan langkahnya menuju ruangan kerjanya. Di mejanya sudah ada setumpuk berkas yang menunggu dia selesaikan.

Dia mengambil nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan.

Pikirannya masih kacau, tapi dia harus memfokuskan pikirannya untuk segera menyelesaikan tugas kantor yang menumpuk pagi ini.

'Tok tok' seseorang mengetuk pintu.

"Masuk" ucap Zafran mempersilahkan.

"Maaf pak Zafran, bapak di panggil pak Herman, diminta untuk segera datang ke ruangan beliau" ujar seseorang diambang pintu yang tidak lain adalah sekertaris ayahnya.

"Oh iya, terimakasih"
Zafran berfikir sejenak. Entah kali ini apa yang akan ayahnya ingin bahas dengannya. Apa tentang Asma lagi?

Tak ingin ayahnya menunggu lama, akhirnya Zafran bangkit dan bergegas menuju ruangan ayahnya.

"Assalamualaikum" Zafran langsung mengucap salam, karena pada waktu itu pintu sudah terbuka.

"Wa'allaikumsalam. Masuk Zafran" Herman mempersiapkan putra angkatnya itu masuk.

"ada masalah apa yah, yang ingin ayah bahas dengan zafran?"
Herman terlihat menarik nafas panjang.
"Ah ya, masih sama dengan masalah adek kamu, Asma" Herman menepuk bahu Zafran. "Ayah sudah menemukan calon yang cocok untuk adik kamu" lanjutnya.

Seketika jantung Zafran berhenti berdetak detik itu juga. Dadanya terasa sesak mendengar penuturan ayahnya itu. Dia benar-benar belum siap melepas Asma untuk laki-laki lain. Hatinya sakit.

"Siapa, yah?" Zafran mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

"Dia anak teman ayah. Namanya Adam Arif Wiraguna, sahabat kecil Asma dulu"

Deg, untuk kedua kalinya jantunhnya ingin berhenti kembali. 'Arif?' Pikir Zafran. Dia tidak percaya, ternyata laki-laki yang akan di jodohkan dengan Asma adalah Arif. Sahabatnya sendiri.

"Menurut kamu bagaimana? Asma pasti cocok dengan Arif kan, Zafran?" Tanya Herman tersenyum.

Zafran menatap ayah angkatnya itu lekat. Ada aura bahagia disana. Mungkin Zafran belum siap jika melepas Asma, tapi bagaimana bisa dia sanggup untuk membuat laki-laki yang sudan berjasa dalam hidupnya itu bersedih?

Zafran sangat menyayangi ayahnya itu, walaupun dia bukan ayah kandungnya. Karena Zafran tidak akan pernah lupa dengan semua kebaikan ayah angkatnya itu terhadap keluarganya.

"Iya, ayah. Insyaallah adek Asma akan bahagia dengan Arif. Arif laki-laki yang baik" ucapnya sambil mencoba tersenyum, agar ayahnya tidak curiga terhadapnya.

Cinta Sejati Untuk AsmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang