7

8 5 0
                                    

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar hendakla berbuat baik kepada ibu bapakmu. Rendahkan dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang“

***

Asma dengan telaten memasang dari ayahnya. Seperti biasanya, Asma membantu memasangkan dasi sebelum ayahnya berangkat ke kantor.

"Sudah selesai" ucapnya tersenyum.

"Terimakasih putri ayah yang cantik"
"Hehe, sama-sama" kini tangan Asma beralih ke roti meja makan.

Mengoleskan selay stobery ke roti dan menaruhnya di atas piring.
"Ini ayah sarapan dulu. Sudah Asma siapkan"

"Iya. Terimakasih "Herman tersenyum.

Putrinya itu selalu membuat dia bahagia. Entah bagaimana nanti keadaan dia ketika Asma telah menikah. Mungkin dia akan merindukan saat-saat seperti sekarang ini.

"Ayah kok ngelamun. Itu rotinya di makan dulu, yah. Nanti keburu telat lo"

"Ayah hanya berfikir, bagaimana nanti keadaan ayah ketika kamu sudah menikah"

Uhuk uhukk Asma batuk-batuk di sela makannya. Dia tersedak mendengar ucapan ayahnya itu. Melihat anaknya tersedak, Herman dengan cepat mengambil air putih dan memberikannya kepada Asma.

"Ayah ko ngomongnya gitu. Nanti kalau Asma menikah, Asma akan tetap dengan ayah. Asma gak biaa jauh-jauh dari ayah" ujar Asma.

Herman sedikit terkejut mendengarnya. Dia hampir saja berfikir negatif pada putrinya itu. Tentu saja, mana mungkin Asma akan tega meninggalkan ayahnya sendiri di rumah.

"Apa tidak apa-apa? Saat kamu sudah menikah, kamu harus patuh pada perintah suami kamu. Jika suamimu nanti ingin kamu tinggal bersamanya di rumah kalian sendiri nanti, bagaimana?"

"Ayah, sebelum itu terjadi. Saat ada laki-laki yang datang untuk melamar Asma, maka Asma akan memberikan syarat, dimana setelah menikah Asma tetap bisa tinggal disini bersama ayah. Asma tidak ingin ayah sendirian" ujar Asma, sekali lagi membuat Herman bersyukur.

Dia memiliki putri yang sangat perhatian dan peduli padanya.

"Terimakasih ya, nak. Ayah sangat sayang sama Asma"

"Iya, yah. Asma juga sangat sayang sama ayah" Asma dan ayahnya itu saling tersenyum.

Bagaimana bisa Asma akan meninggalkan ayahnya, sedang selama ini ayahnya sudah berjuang sendiri untuk menjaga dan merawatnya.

Meskipun nanti dia sudah menikah dan harus berbakti kepada suami, tapi dia juga ingin tetap bisa berbakti kepada ayahnya. Jika bukan dia yang akan merawat ayahnya, maka siapa lagi?

"Oh ya, ayah punya rencana untuk mencarikan kamu jodoh. Ayah ingin kamu segera menikah, jadi ada yang bisa selalu menjaga kamu"

Deg, jantung Asma berhenti berdetak. Dia mengehentikan kegiatan makannya kemudian berganti menatap ayahnya.

"Ayah mau menjodohkan Asma? Tapi Asma rasanya belum siap untuk menikah ayah"

"Nak. Ayah tidak akan memaksa kamu jika nanti jodoh yang ayah pilih tidak sesuai dengan hati kamu. Tapi masalah kamu belum siap, selama ayah belum mendapatkan jodoh yang pas untuk kamu, maka manfaatkam waktu itu untuk mempersiapkan diri. Ayah sudah semakin tua, tidak selalu bisa menjaga dan menemani kamu kemanapun kamu pergi. Kenapa ayah memintak Zafran bekerja di perusahaan ayah?, ya itu, karena ayah sudah mulai tua dan harus segera di gantikan. Dan sekarang tinggal kamu kewajiban ayah yang belum terlaksana. Yakni menikahkan kamu, nak" mendengarnya Asma terdiam.

Apa yang di katakan ayahnya memang benar. Dengan ragu Asma mengangguk. Meskipun dia sendiri tidak yakin dengan keputusannya kali ini.

Setelah selesai sarapan, Asma mengantar ayahnya keluar untuk berangkat ke kantor. Dia menatap ayahnya. Ada raut lega disana saat Asma menganggukkan kepalanya.

Sebahagia itukah yang ayahnya rasanya? Mungkin ini saatnya bagi Asma untuk berbakti dan menuruti permintaan ayahnya.

Ayahnya memintanya untuk menikah dan itu adalah suatu ibadah yang baik, bukan dosa.

Maka dengan hati yang ikhlas, Asma akan melakukannya sebagai baktinya kepada ayahnya.

***

"Kamu yakin dengan keputusan kamu itu, ma?" Tanya Aisyah.

Dia sudah hampir tiga kali menanyakan hal itu pada Asma. Seakan tak percaya dengan keputusan yang sudah di pilih oleh sahabatnya itu.

"Insyaallah, Syah" jawab Asma. Masih dengan jawaban yang sama.

Asma menatap keluar jendela caffe. Menatal setiap tetes air hujan yang mengalir di balik kaca luar. Seketika suasana jadi membisu. Asma diam, begitu juga Aisyah.

Ada yang mengganjal dalam hati Asma. Tapi dia sungguh tak tau. Dia terus berdoa. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untuk dirinya.

Disisi lain Aisyah sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan abangnya, saat tau hal ini. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang Dia harapkan adalah abangnya itu bisa bahagia.

"Asma. Pulang yuk. Hujannya udah reda" ucap Aisyah, membuyarkan Asma dari lamunannya.

"Yuk"

"Oh ya. Main ke rumah yuk, Ma. Sekalian bantuin ummi buat kue hehe"

"Boleh-boleh. Yuk"

Dengan hati masih di landa kegundahan, Asma mencoba mengibur diri. Dia berharap bisa segera mengilangkan pikiran-pikiran anehnya dengan menyibukkan diri.

Sesampainya di rumah Aisyah, mereka bergegas masuk dan menemui ummi Maryam yang berada di dapur.

"Assalamualaikum, ummi" salam Aisyah dan Asma berbarengan.

"Wa'allaikumsalam. Wah ada Asma ternyata"

"Hehe iya, ummi. Mau belajar bikin kue dari ummi"

"Iya nih, mi. Asma bentar lagi mau di lamar orang. Jadi harus bisa masak apa aja. Hehe"
Ujar Aisyah, membuat Maryam terkejut.
"Eh, bener Asma?"

"Insyaallah"

Jadi inilah penyebab Zafran jadi murung dan lesu kemarin, pikir Maryam.

Hati ibu mana yang tidak sedih jika anaknya sedang di rendung kesedihan.

Tapi Maryam tau ini semua atas kehendak Allah. Asma dan Zafran mungkin memang tidak berjodoh.

"Yaudah, kalau gitu Asma sekarang bantuin ummi mencampur adonannya, ya"

"Hehe iya ummi"

***

Akankah Zafran dan Asma bersatu? ️😰
Oke, ikutin terus ceritanya yaa :*

Cinta Sejati Untuk AsmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang