Red Afternoon

35.9K 1.8K 20
                                    

Prilly hendak melawan lagi, namun tiba-tiba, bahkan Prilly belum bergerak, salah satu laki-laki itu terjungkal dengan keras ke tanah, merintih kesakitan. Sementara yang satu lagi dikunci geraknya, kemudian ikut tersungkur dan menabrak pohon sehingga mukanya lebam. Prilly yang sebelumnya sudah bersiap menghajar berandal-berandal tersebut seketika hanya terdiam melihat mereka dihajar oleh seseorang yang entah datang dari mana.

"Pergi! sebelum gue habisin lo semua!" Teriak seorang laki-laki tak jauh dari Prilly. Ya, laki-laki itu lah yang membantu Prilly dan menghajar kedua berandal tadi hingga lari terbirit-birit. Rupanya laki-laki itu melihat saat kedua berandal tadi hendak mendekati Prilly, seolah Prilly tampak tak berdaya. Sebagai laki-laki dia tentu merasa harus menyelamatkan Prilly, apalagi Prilly adalah gadis bertubuh kecil yang sedang diganggu oleh berandalan kurang ajar.

"Arrrrrrgh, kenapa lo biarin mereka kabur, hah! Gue belum ngehajar mereka, harusnya mereka berakhir di rumah sakit sekarang!" Bukannya berlari untuk memeluk laki-laki tersebut untuk menangis dalam pelukannya sambil berkata takut atau setidaknya berucap terimakasih seperti yang kerap menjadi adegan film, Prilly malah mengomel bahkan tanpa memandang wajah penolongnya itu. Wajahnya masih melihat dengan geram pada kedua berandal yang lari tunggang langgang.

Prilly malah kesal, bagaimana tidak, dia sudah ingin menghabisi berandal tadi. Menghajar mereka bukanlah hal sulit baginya, bahkan bisa dengan mudah dia lakukan. Kebetulan juga Prilly sedang buruk suasana hatinya jadi menghajar berandal tak tahu diri pasti akan membuatnya lebih bersemangat layaknya pelepasan emosi. Prilly berdecak sebal, kalau sudah begini pasti pria penolongnya sekalipun akan kena sembur amarahnya.

Laki-laki itu tampak bingung sekaligus terpana. Bagaimana mungkin gadis cantik di depannya malah kesal, sungguh tidak seperti yang dibayangkan. Di pikirannya, Prilly gadis lemah yang mungkin akan berlari menangis ke pelukannya setelah kejadian tadi. Namun laki-laki itu tidak kesal dengan ucapan Prilly tadi, dia malah tersenyum.

Prilly hendak menoleh, ingin melihat siapa laki-laki itu karena belum sempat melihat wajahnya tadi. Kejadian saat laki-laki tersebut menolongnya berlalu begitu cepat. Prilly menarik nafas, bersiap menyembur laki-laki tersebut dengan amarahnya. Dia tidak peduli, jika nantinya laki-laki ini mengira dia gadis yang tidak tahu terimakasih. Tidak ada satupun orang yang pernah lepas dari omelannya, kakaknya sekalipun.

"Lo tuh.." Ucapan Prilly terhenti, bibirnya merapat kembali. Baru ingin memarahi orang di depannya tapi entah kenapa ucapannya terhenti. Seolah ada kesejukan tersendiri menerpa tubuhnya di sore yang masih terik itu. Di sekitarnya memang ada angin sesekali berhembus namun yang dia rasakan sungguh berbeda, angin yang nyaman. Senyum itu, laki-laki itu ternyata tersenyum pada Prilly sambil menatap Prilly lembut. Mata mereka beradu pandang. Tatapan laki-laki itu begitu hangat menatap manik mata Prilly. Entah kenapa Prilly tidak bisa marah, dia hanyut pada sosok di hadapannya.

Di hadapan Prilly, berdiri laki-laki yang tampaknya seusia dengannya. Badannya tegap proporsional, cukup tinggi bagi Prilly yang bertubuh mungil. Gayanya khas remaja seusianya. Celana jeans yang dia kenakan tampak pas di tubuhnya, sementara sepatunya bernuansa rock anak muda. Dia mengenakan kaos bergaris-garis warna hitam putih dipadukan dengan jaket hitam dengan aksen kulit warna senada pada bagian bahunya. Gayanya makin terlihat menarik dengan bennie berwarna hitam melekat di kepalanya.

Meskipun tersamarkan oleh pakaiannya, Prilly bisa mengetahui kalau laki-laki itu memiliki badan yang bagus dan mempunyai dada yang bidang. Prilly segera merutuk dirinya, tidak biasanya dia berpikiran seperti itu, apalagi pada seseorang yang baru pertama kali dilihatnya.

Wajah laki-laki itu luar biasa tampan. Hidungnya mancung, bibirnya cukup merah untuk ukuran laki-laki. Alis matanya tebal, menjadi penegas di wajahnya yang lembut. Dan bulu matanya, bulu matanya sungguh lentik bahkan lebih lentik dibanding bulu mata Prilly. Nyaris sempurna, meskipun tampaknya samar-samar ada bekas luka kecil di dahinya. Namun bukan semata-mata kelebihan fisik yang menyejukkan tubuh Prilly yang sedang panas seharian ini, melainkan karena senyuman laki-laki itu. Senyumannya tampak sangat tulus, hangat sekaligus menyejukkan di waktu yang bersamaan.

"Kak permisi" ucap seorang anak kecil memecah keheningan. Anak kecil itu mengambil bolanya kemudian berlalu pergi. Ternyata, bola itu menggelinding dan berhenti di antara Prilly dan laki-laki di hadapannya saat anak kecil itu sedang bermain. Prilly dan laki-laki itu tampak sedikit kaget. Ternyata bukan cuma Prilly saja yang sedang hanyut pada suasana di antara keduanya. Laki-laki itu juga hanyut pada pikirannya kala saling berpandangan tadi.

Kini keduanya tampak agak canggung namun tetap menampakkan wajahnya sebiasa mungkin. Prilly merasa agak aneh dengan dirinya sendiri, tidak biasanya dia semudah ini merasa tenang bahkan dia merasa bersalah telah mengomel tadi. Sungguh ini aneh. Biasanya ketika marah, dia marah sejadinya. Banyak laki-laki tampan yang menyukainya kena amarahnya begitu saja ketika Prilly merasa kesal tapi berbeda dengan laki-laki satu ini. Bingung harus bersikap bagaimana, akhirnya Prilly berbalik arah hendak mengambil ponsel nya yang tadi dia taruh di bangku taman dekat ayunan. Tiba-tiba tangan laki-laki itu meraih tangan Prilly.

"Lo nggak apa-apa?" Tanya laki-laki itu tampak begitu cemas.

"Gue enggak apa-apa kok, thanks ya buat..." Belum sempat melanjutkan kalimatnya, laki-laki itu bertanya lagi.

"Lo serius nggak apa-apa?" Nada laki-laki itu bahkan lebih cemas. Prilly mengernyit, kenapa laki-laki ini tampak begitu panik, pikirnya.

"Tapi luka lo kayaknya serius" lanjut laki-laki itu dengan panik bahkan tambah panik sambil sedikit melongok ke bagian belakang tubuh Prilly. Prilly penasaran, dia merasa tidak terluka saat berkelahi tadi. Mana mungkin seorang Adelhard lengah.

Prilly menoleh ke belakang ingin melihat apakah dia terluka. Mata prilly terbelalak. Kemudian wajahnya memerah seperti tomat. 

To be continued...

CLASH: Another Ali And Prilly StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang