The Stars in The Roof

29.7K 1.5K 49
                                    

"Untuk seorang gadis cantik yang terlambat datang ke sekolah pagi ini, terburu-buru hingga membiarkan tali sepatunya terlepas, dan ceroboh hingga hampir terjatuh, maaf karena tidak menerima ajakanmu siang tadi, aku memang ada janji, dan aku di sini untuk memenuhi janjiku. Sebuah lagu untukmu, aku harap kamu menyukainya, Prilly."

Prilly tersenyum mendengar kata-kata Ali. Kata-kata yang sederhana tapi sangat menyentuh hatinya. Darah Prilly berdesir saat Ali menyebut namanya di akhir ucapan. Rasanya biasa saja ketika orang lain menyebut namanya namun namanya terdengar sangat spesial ketika Ali yang menyebutnya. Ali memetik senar gitarnya dan mulai bernyanyi.

"It's just another night
And I'm staring at the moon
I saw a shooting star
And thought of you
I sang a lullaby
By the waterside and knew
If you were here,
I'd sing to you
You're on the other side
As the skyline splits in two
I'm miles away from seeing you
I can see the stars
From America
I wonder, do you see them, too..."

Prilly tidak dapat berkata apa-apa, Ali menyanyikan lagu kesukaannya. All of The Stars adalah lagu yang paling sering dia dengarkan di ponselnya. Prilly merasa seolah-olah Ali sangat memahaminya. Anggaplah Prilly kegeeran tapi Prilly memang sangat menyukai bintang. Pemandangan gemerlap bintang di langit-langit cafe serta lagu yang Ali bawakan membuatnya begitu bahagia. Mungkinkah Ali melakukan semua ini untuk Prilly? Prilly harap Ali akan menjelaskan semua ini tanpa Prilly memintanya.

"So open your eyes and see
The way our horizons meet
And all of the lights will lead
Into the night with me
And I know these scars will bleed
But both of our hearts believe
All of these stars will guide us home"

Ali tampak sangat memukau malam ini. Suara Ali sangatlah merdu. Petikan gitarnya begitu indah. Sesekali matanya terpejam saat menyanyi. Dia terlihat sangat menghayati lagu yang dia bawakan. Senyum pun tak pernah pudar di bibir Prilly.

"I can see the stars...
from America..."

Ali mengakhiri petikan gitarnya. Tepuk tangan terdengar dari seluruh pengunjung cafe. Ali menaruh kembali gitarnya, kemudian dia berjalan ke arah Prilly.

"Gue boleh gabung?" Tanya Ali kepada Prilly dan Mila.

"Iya boleh" jawab Prilly agak kikuk. Mila sedari tadi sudah membuat pipi Prilly merah karena terus menggodanya. Ali pun duduk di sofa depan Prilly.

"Gimana lattenya?" Tanya Ali dengan senyum manis di wajahnya.

"E enak kok, jadi lo yang buat?" Prilly masih agak kikuk. Mila yang menyadari bahwa Prilly dan Ali membutuhkan waktu berdua pun memotong pembicaraan mereka.

"Eh, sorry gue potong dulu Li, eh Prill gue lupa, gue ada deadline buat mading, besok harus dikumpul nih," Mila mencari-cari alasan.

"Serius? Yaudah kita ba..." Ucapan Prilly terhenti, Mila memotongnya.

"Eh nggak usah, lo ngobrol aja dulu sama Ali, gue juga udah sms Mang Ujang suruh jemput tadi, gue bilang lo dianter Ali aja ntar, lo mau kan Li?" Tanya Mila.

"Iya Mil, dengan senang hati" jawab Ali segera.

"Eh tapi Mil" Prilly menyadari kalau Mila sengaja melakukan ini semua. Dia merasa tidak enak dengan Ali.

"Nggak ada tapi-tapian, ini Mang Ujang juga udah sms, katanya udah di depan" Mila memotong kalimat Prilly lagi.

"Tapi sejak kapan lo punya nomer hp Mang Ujang? Sms-an lagi?" Prilly menatap mata Mila serius.

CLASH: Another Ali And Prilly StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang