Say It Loud!

26.6K 1.6K 49
                                    

Ali membawa Poland ke ruang UKS, sementara Prilly masih berada di belakangnya hingga masuk ke ruangan tersebut. Beberapa siswa tampak berkerumun melihat kondisi Poland, hingga akhirnya berhasil dibubarkan oleh dokter jaga. Dokter jaga segera menghampiri Poland untuk memeriksanya.

"Dia tidak apa-apa, biarkan dia istirahat, saya keluar sebentar..." Ucap dokter jaga tersebut kepada Ali dan Prilly. Prilly menghembuskan nafas lega mendengar kalau Poland tidak apa-apa. Tiba-tiba dengan cepat Ali meraih tangan Prilly dan menyuruhnya duduk di kursi yang berada di ruang UKS. Kemudian Ali bangkit meninggalkan Prilly sejenak.

Prilly tampak bingung melihat apa yang sedang dilakukan lagi. Ali kembali lagi ke dekat Prilly dengan membawa nampan berisi beberapa barang. Pada nampan tersebut, terdapat air, alkohol dan beberapa perlengkapan lainnya seperti obat luka dan perban. Ali meraih tangan Prilly yang terluka. Dilihatnya goresan luka Prilly, darahnya mulai mengering. Ali segera menyekanya dengan air, kemudian dilanjutkan dengan alkohol. Ali melakukannya selembut mungkin agar Prilly tidak tersakiti. Ali segera membubuhkan obat luka ke telapak tangan Prilly yang mungil dan membalutnya dengan perban.

Sedari tadi Ali terlalu fokus mengobati luka Prilly sehingga Prilly pun tak tahu seperti apa ekspresi Ali. Kini Ali mendongakkan wajahnya menatap Prilly, barulah Prilly bisa melihat wajah Ali. Prilly sedikit tercengang melihat raut wajah Ali. Prilly memang sakit hati dengan perlakuan Ali tadi tapi melihat raut muka Ali saat ini, entah kenapa membuatnya pilu. Raut wajah Ali tampak sedih dan khawatir, bahkan tampak begitu terluka.

"Sakit?" Tanyanya lembut, ada gurat kesedihan di wajah Ali. Ali mengusap lembut tangan Prilly yang terluka.

"Enggak..." jawab Prilly menggeleng sambil tersenyum

"Bohong... Aku melihat beberapa kali kamu meringis kesakitan saat aku mengobatinya, aku tahu ini pasti sakit" Ali menatap Prilly lembut, sorot matanya terlihat sendu.

"Enggak kok..." Jawab Prilly sambil tersenyum.

"Maaf..." Ucap Ali lirih namun sangat jelas di telinga Prilly. Anehnya Prilly bisa mendengar ada penyesalan di dalamnya.

"Untuk apa?" Tanya Prilly, dahinya mengernyit.

"Maaf... karena aku tidak bisa datang lebih cepat, sehingga tanganmu terluka...
Maaf... karena aku mendorongmu dengan kasar, itu karena aku panik melihat tanganmu terluka, tanganmu pasti akan jauh lebih sakit ketika menyentuh apapun, aku takut lukamu tambah parah. Dan maaf... karena aku menyuruhmu dengan membentak, itu karena aku ingin kamu segera mengikutiku agar aku bisa lebih cepat mengobati lukamu..." Ali menatap Prilly lekat mencoba memberi tahu bahwa dia sangat mengkhawatirkan Prilly. Mata Prilly berkaca-kaca, lagi-lagi Ali membuatnya tak bisa berkata-kata. Kini sirna sudah rasa sakit di hati Prilly dan berganti dengan rasa haru yang membuatnya bahagia.

"Bagaimana mungkin aku tidak memaafkanmu?" jawab Prilly lembut, keduanya tersenyum penuh arti. Ali menatap manik mata Prilly. Dia menghela nafasnya kasar.

"Bukankah aku sudah bilang, beritahu aku saat kamu menghadapi situasi yang mencurigakan, apapun itu" Ucap Ali dengan nada serius.

"Kejadiannya begitu cepat, aku nggak mungkin hubungin kamu..." Jawab Prilly, seulas senyum menghiasai wajah cantiknya.

"Setidaknya teriaklah minta tolong, agar ada yang datang" Ali menghela nafasnya gusar. Kedua alisnya bertautan.

"Aku tidak terbiasa, Aku pikir aku bisa menghadapi mereka.." Jelas Prilly segera seolah sedang menghadapi pria over protective.

"Dengan cara menangkis pisau meggunakan tangan kosong? Mereka bisa saja..." Ucapan Ali tercekat, dia tidak mampu membayangkan apa yang akan terjadi kalau dia terlambat datang ke taman.

CLASH: Another Ali And Prilly StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang