sembilan

12 2 0
                                    

Alif berada di divisi bedah saraf, ia bertemu dengan dokter dokter hebat disana dan juga ramah. Beda dengan umum. Entah apa alasannya, Alif lebih merasa nyaman berada disini. Terlebih ada dokter Tama. Papa Aldo yang juga membuatnya semakin senang. Guyonan dan candaan khas selalu menemani tugasnya. Bahkan dokter Tama membantu hukuman Alif dengan TTD dokter dan juga penjelasan singkat. Alif kian paham dan secepatnya ingin mengambil spesialis neurologi.

"Gimana? Sudah selesai bukan?"

Alif mengangguk dan tersenyum kecil. Seminggu Waktu di berikan dan setiap malam Alif selalu membaca buku untuk hukuman nya itu.

"Nanti malam akan di berikan pada dokter Bayu om!"

"Bagus, besoknya bisa cuti beberapa hari untuk recovery!"

Alif mendengus dingin, cuti! Dari Hongkong. Yang ada Furqon akan menyiksanya

"Kenapa Lif?"

Alif menggeleng dan tersenyum kecil. Ia melihat sekilas dokter Tama. Teman kecil ayahnya dan sekarang Aldo dan dirinya sendiri yang berteman sampai sebesar ini. Turun temurun ternyata!

"Dua Minggu lagi, Alif akan disumpah di kampus om! Tpi Aldo harus tahun depan." Ucap Alif lesu.

Tama tersenyum kecil "berarti kamu yang harus lebih dulu memulai semua perjuangan kalian. Toh nanti kamu juga dinas disini kan?"

Alif menggeleng bingung. Pasalnya untuk seleksi jdi bagian team dokter di rumah sakit ini sangat tidak mudah.

"Selain kompetensi juga ada softskill lain nya lgi om.!"

"Hati nurani dan semangat itu juga penting Al!"

Alif mengangguk dan tersenyum. Ia kemudian berdiri tegak. Membiarkan lebih dulu dokter Tama untuk masuk kedalam lift yang sudah terbuka menampilkan seorang dokter gagah. Alif menunduk dan tetap berdiri disana.

"Tak masuk Al? Kan mau ke masjid sudah ashar." Tanya om tama

Alif menggeleng dan tersenyum "Alif mau ke ruang koas dulu om.. ehh dok" ucap Alif gagap

"Yasudah kalau begitu. Selamat berjuang yah!" Ucap dokter Tama dengan senyuman manis.

Alif menganggu juga dengan senyuman manisnya. Kemudian pintu lift tertutup sempurna. Disitulah bahu Alif luruh. Lega bercampur dengan pasrah. Ia menggeleng kan kepalanya kuat kuat mengusir sekelebet bayangan yang terus menyiksa relung hati.

"Bodo amaat. Yg penting gue udah lulus nanti. Yg penting gue bisa jdi dokter."
.
.
.
.
Matahari sudah terbenam. Senja tak ada dan hanya langit berawan yang masih terus terlihat. Sudah hampir tengah malam begini, Alif masih terus saja duduk di ruangan untuk koas. Ruangan ini cukup besar lengkap dengan tempat tidur dan meja belajar. Biasanya kalau tak ada anak koas, mungkin para suster dan cleaning servis tidur disini saat menjalani tugas malam.

"Napa gk balek Lo?"

Alif menoleh kan pandangan nya melihat sumber suara. Entah mengapa ia malas tersenyum melihat Aldo sudah di samping nya.

"Iyaa gue lgi magerr"

"Katanya semalam rindu kasur, sekarang malah mager"

Alif tersenyum lebar dan mengangguk.

"Tiga hari kan Lo cuti jdi nya bisa lah Lo manfaatin buat rebahan sepanjang hari. Main PS atau sparing futsal kek. Pokoknya tiga hari gue kasih Lo bebas dri pisau, dri buku dan dari rumah sakit."

Alif terkekeh dan mengangguk ringan. Ia meraih kunci motor pak Dadang dan memakai jaket hitam parasut nya. Ia mengambil tas merah dan juga tas besar berisi baju kotor. Besok seperti nya ia akan menyuci baju setengah hari.

RückkehrunruheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang