Lima belas

9 2 0
                                    

Semua rencana nya berbuah keberhasilan. Alif sudah duduk manis di ruang praktiknya. Berada di gedung barat. Tempat janjinya dulu saat koas, di hukum dokter bayu untuk meminta rekam medis seluruh pasien rumah sakit ini. Sampai Ia bener bener menatap kagum divisi bedah. Tempat yang sekarang ia masuki dengan kebanggan tersendiri.

Pintu bercat putih itu bertuliskan dr. Muhammad Alif Ali, Sp. BS sudah setahun ia menyandang gelar itu. Spesialis bedah saraf. Tak lama. Hanya setahun Tpi mampu membuat bangga banyak orang. Ia berhasil menyeret nama papinya sebagai ayah terbaik yang mencetak banyak sekali ke suksesan untuk anak anaknya.

Mbak Aisyah sudah menikah dengan mas Raihan. Lelaki Sholeh yang berkerja sebagai dosen dan CEO perusahaan besar di negeri ini. Furqon sudah menjadi dokter spesialis radiologi diagnostik dan akan menikah dengan Salwa dalam waktu dekat. Setahun terakhir ini, Alif juga mendapat perlakuan istimewa dari papi nya. Rasa sayang dan empati yang tak pernah tersampaikan perlahan Alif rasakan. Senyuman nya bukan lgi penutup luka, Tpi pembuka kebahagiaan.

Sudah semalam ini Alif tetap berada di ruangan nya. Ia memejamkan mata sejenak dan mendengarkan denting jam yang bergerak kian lambat. Rasanya tubuh lelah dan pikiran yang kacau membuat kesehatan nya menurun drastis. Suhu tubuhnya terasa hangat dan semangat dari dalam dirinya terbunuh dan mati seketika. Entah rasa apa yang timbul. Perasaaan, ia tak sedang bermasalah pada siapapun dan apapun. Tpi pikiran nya kacau. Jantung nya juga tak mau diam. Sejak tadi terus saja memberontak, berdetak lebih cepat.

"Sholat adalah pilihan yg tepat. Bismillah semua nya aku serahkan pada Allah."

Setelahnya Alif bangkit dari sofa ruangannya. Ia membuka handle pintu. Menelusuri lorong sepi ini dengan nafas yang teratur. Langkah nya menuju lift dan menekan tombol angka 1 kian mantap. Lift itu membawanya sampai di lantai satu. Alif keluar, sejenak menarik nafas dalam dan menghembuskan nya. Di langkah kan kakinya dengan berat. Masjid megah itu sudah terlihat. Tak satu gedung dengan rumah sakit.

Hembusan angin malam menyapa nya. Malam ini tak ada bintang atau bulan. Sekitaran beranda masjid juga sepi. Lampu penerang masjid menyala terang. Di dalam masjid ada beberapa orang membaca Al Qur'an. Dan sebagian membaringkan tubuhnya. Alif pergi ke tempat wudhu. Ia menyalakan kran air. Membiarkan beberapa detik air itu tumpah. Setelah nya dibasuhnya telapak tangan, jari jari dan punggung tangan. Ia berkumur kumur dan langsung membasuh wajahnya. Di basahi juga lengan nya sampai siku, kepala dan juga telinganya. Terakhir ia basuh kedua kakinya dan ketika selesai ia berdoa, melanjutkan kakinya memasuki masjid.

"Allahu Akbar"

Takbir pertama Alif fokus pada satu titik. Sajadah bermotif Kakbah berwarna hijau. Semua gerakan sholat di laksanakan. Alif mengangkat kedua tangan nya. Bermunajat pada Allah dan bercerita tentang kegundahan hatinya. Ada resah yang sama sekali tak ia tahu dan tak bisa dijelaskan, yang membuat bingung dirinya.

Selesai sholat, ia melihat jam yang berada di atasnya, jam setengah 3. Alif langsung melangkah ke luar masjid. Memakai kaus kaki dan sepatu nya. Ia berhenti tepat di IGD. Saat ambulance datang membawa brankar dengan seorang wanita yang dikenalinya. Brankar itu di dorong oleh seseorang yang juga dikenalinya.

Alif berlari mengejar brankar itu, yang sudah masuk kedalam IGD "ada apa ini?"

"Dokter, tolong dok. Pasien di dalam"

"Siapa yang bertugas?"

"Dokter Edo, Tpi beliau tidak menerima panggilan kami. Pasien sudah ada di dalam dokter, tolong."

Alif melihat lelaki itu, gemetar. Tangan nya luka dan wajah nya kian di rundung gelisah dan takut. Lelaki itu menatap Alif. Furqon! Ia langsung masuk ke dalam. Alif membiarkan saja. Tak ingin selalu menjadi penolong. Tpi didalam sana Salwa. Wanita yang di cintai nya bertaruh nyawa.

RückkehrunruheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang