delapan

13 1 0
                                    

Waktu merangkak naik, semakin hari semakin cepat dan sungguh terus teramat sangat penting. Setiap detik ini terlewati dengan begitu menggembirakan juga begitu menyedihkan. Alif hanya tinggal sebulan lagi berada di rumah sakit ini. Sebulan yang akan datang akan membawanya pada dunia sesungguhnya.

Intimidasi dari papi nya, teror terus menerus mengisi waktunya di rumahnya sendiri atau di rumah sakit ini. Sungguh sangat ironis sekali hidupnya kali ini. Rasa tak tenang dan nyaman terus menerus ada di dalam hidupnya. Berada di rumah sakit impiannya dan bergerak mengukir prestasi gemilang membanggakan seperti nya tak akan mudah

"Gak keliatan dri tdi, mana aje lo?"

"Sini"

"Sini mana geblek"

Alif berdesis panjang. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Aldo tanpa bicara apa pun. Seminggu ini memang sudah jdi Minggu terpanjang. Tak tidur, tak makan teratur

"Napa jadi gini banget sih ah!" Ucapnya lelah sembari mendudukan diri di dalam masjid rumah sakit di lantai dasar.

Alif memejamkan matanya sejenak. Ia tdi izin pergi untuk melaksanakan shalat tahajud rutin di masjid ini. Setelah memejam beberapa saat, ia kemudian pergi dari sana untuk kembali ke ruangan Koas. Hatinya tenang, perasaannya sudah lebih baik sekarang.

"Ehh Alif"

"Ya?"

Alif menoleh dan membalikan badan saat berpapasan dengan seorang yang belum di kenalnya baik Tpi satu profesi dengan nya. Namanya Radit. Temannya koas. Seorang lelaki berbadan gemuk dan bersuara besar.

"Tadi itu, ada korban kecelakaan di IGD."

Deg!

Jantung Alif berdetak lebih cepat. Ia menatap Radit serius dan senyuman nya hilang seketika.

"Lo dri mana? Kok gak ada disana, hari ini kan jadwal Lo disana."

Alif terdiam sesaat tpi otaknya langsung memerintahkan untuk segera kesana. Ia meminta maaf dan berterima kasih kepada Radit yang sudah memberikan informasi.

Di lorong yg bercahaya kan lampu penerangan seadanya, Alif berlari kian cepat ke lantai dasar untuk mengecek semua hal yg tdi di beritahukan Radit. Ia langsung menerobos masuk kedalam dan melihat pasien itu sudah ditangani. Ada rasa lega juga khawatir menghampiri Alif. Ia langsung meminta maaf pada suster dan kembali keluar ruangan.

Hembusan nafas gusar di perlihatkan. Ia berjalan lemas kembali ke ruangan Koas. Ponselnya di tinggal disana dan beberapa note penting. Keringat bercucuran di dahinya dan sesekali turun sampai ke rahang dan dagunya. Beberapa kali juga Alif membungkukkan tubuhnya, untuk menetralisir rasa lelah di kakinya karena berlari kencang.

Baru beberapa detik menegakkan tubuhnya, Alif merasa ada sepasang mata mengintimidasi nya dengan lekat. Alif menolehkan pandangannya ke belakang dan benar.

Furqon!

Lelaki itu sudah disana dengan jas dokter kebanggan nya. Dia menatap Alif dengan penuh keangkuhan dan juga tajam. Alif menghela nafas dan berusaha menghindar dari tatapan yang membuatnya sangat sedih

"Dasar pecundang!" Umpat nya dengan keras

Alif tetap menunduk dan satu cengkraman di dagunya berhasil membuatnya melihat jelas wajah bengis dan tatapan tajam Furqon. Namun Alif tetap memasang Wajah datarnya, membuat Furqon merasa muak dan melepaskan cengkraman nya.

"Kalau Lo masih mau main main. Mending Lo cabut dri sini."

Alif memejamkan matanya sesaat. Kata kata kasar terus keluar. Tak pernah bnyk berbicara, justru kini Furqon berbicara padanya dengan panjang dan kasar.

"Tanggung jawab Lo kemana? Lo bukan anak kecil lagi, yang harus berlindung di bawah ketek mami. Lo ngadu sama mami supaya Lo di belain. Ini dunia nyata. Sekali Lo buat kesalahan Lo gak akan di percaya. Harusnya Lo mikir, bukan cuma Lo doang yang kena masalah kalau sampai ada yang aduin kecerobohan lo ini. Tapi papi sebagai pemilik dan pemimpin rumah sakit ini."

Alif menunduk, ia lengah malam ini. Ia membuat kesalahan. Ia pasti akan mendapatkan hukuman nya.

"Kecerobohan lo bener bener buat gue marah Al."

Tak berapa lama, dokter Bayu, residen yang bertugas memberikan Alif wejangan dan kritik pedas lewat. Furqon dengan senang hati memanggilnya dan membuat dokter Bayu menepi. Terlebih anak pemilik rumah sakit ini.

"Tolong berikan kepada nya wejangan yg mendidik, tadi dia meninggal kan jam jaga di UGD dan membiarkan orang lain mengambil alih tugasnya. Untungnya saya lewat dan langsung menangani pasien kecelakaan ini."

Tatapan menghunus dokter Bayu membuat Alif ciutt, sungguh sangat ironis sekali hidupnya kali ini. Di perlakukan seperti ini dan dibuat down oleh kakak kandungnya sendiri.

"Maaf dokter, saya tadi sedang sh-"

"ALASAN APAPUN TIDAK SAYA TERIMA. Kamu keterlaluan Alif. Keteledoran mu mengancam nama baik rumah sakit ini. Kamu harus sa-"

"Jangan dok. Saya siap dikasih hukuman apapun asalkan dokter tidak menunda semua keperluan saya untuk di sumpah bulan depan. Saya akan lakukan apapun dok. Saya berjanji."

Dokter Bayu menghela nafas. Mengingat ini pertama kali Alif melakukan kesalahan yang langsung saja kesalahan besar dan langsung diketahui oleh anak pemilik rumah sakit ini. Betapa malunya dokter Bayu melihat kenyataan ini, sebagai team  dokter rumah sakit yang menjadi bagian koas, harus menerima kenyataan anak koas nya harus melakukan kesalahan dengan kecerobohan tingkat tinggi.

"Baiklah saya akan memberikan hukuman untuk mu. Ayo ikut saya sekarang juga."

Alif mengikuti kemana dokter Bayu berjalan. Lorong sudah agak sepi dan disitu Alif dimaki dan dimarahi habis habisan. Alif terus menunduk. Dadanya bergemuruh menanti keputusan Dokter bayu. Rasa takut nya kini mendominasi membuat perutnya melilit. Alif sangat ingin ke toilet sekarang Tpi dokter Bayu terus saja berbicara.

"Yaudah kalau begitu. Sekarang ambil catatan mu dan buat rekam medis  pasien di rumah sakit ini dalam waktu 2x24 jam. Seluruh divisi jamu harus punya rekam medis pasien beserta tanda tangan dokter."

Alif melongo mendengar nya, seluruh pasien di sini, ia membuat rekam medis? Dengan tulisan tangan? Beristighfar dalam hati untuk tak mengumpat. 2x24 jam bagaimana melakukan nya.

"Hari ini harusnya kau bisa pulang dan beristirahat, Tpi karena kecerobohan mu kau kembali tersiksa setelah selesai ujian."

Alif menatap dokter Bayu sayu, ia memang sangat lelah belajar persiapan ujian untuk kelulusan hingga tak tidur kini harus kembali berhadapan dengan dingin malam.

"Ohya, sekalian kau jelaskan padaku seluruh rekam medis pasien itu. Jdi kau harus tau semua yg telah kau catatkan. Mengerti?"

"Bagaimana kalau waktunya di undur dok, untuk menjelaskan nya butuh waktu tambahan."

"1 Minggu. Waktu mu satu Minggu, cukup atau tidak aku tak mau tau. Kau harus mencukupkan semuanya. Mengerti?"

Alif mengangguk dan melihat nanar dokter Bayu yang sudah berjalan menjauh. Alif menghela nafas, menyenderkan punggungnya di dinding rumah sakit dan membiarkan tubuhnya merosot ke bawah. Di dingin nya lantai. Tatapan Alif kosong. Sungguh beban beratnya kian banyak. Tak mampu menangis membayangkan wajah bahagia mami dan mbak Aisyah saat ia mengatakan akan lulus bulan depan.

Semua kian berattt, kian membebani perasaan dan pikiran. Alif makin sadar bahwa kedepan semua tidak akan berjalan mulus seperti bayangan dikepalanya. Semua akan berubah secepat apapun yang Allah ingin. Tak ada hal terbaik dari seluruh hidupnya selain berserah diri kepada Allah dan menerima semua takdir yang telah ditetapkan oleh-Nya

***

To be continue...

Next part..

Happy reading guys

RückkehrunruheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang