part 11- Camping 2

0 0 0
                                    

"Aluna...!" Gadis itu tersenyum menatap kearah Drian yang tampak mengatur nafasnya.

"Hoss ... hoss ... Drian!" Lea memukul cukup keras lengan kanan Drian.

"Aw! Sakit kak!" Drian meringis. Namun Lea tak memperdulikannya. Siapa suruh membuat kakaknya ngos-ngosan.

"Hai, Aluna. Apa kabar?"

"Kak Lea? Woah, sudah lama sekali tidak bertemu." Gadis itu memeluk Lea. Dia sampai lupa menjawab pertanyaan Lea.

"Kau ini. Kenapa datang malam begini?" Tanya Lea saat mereka mulai memasuki area bumi perkemahan. Sementara Drian hanya diam sambil membawa tas Aluna yang diperintahkan oleh kakaknya.

"Ada urusan dulu, kak, makanya dateng terlambat." Lea hanya ber'oh ria.

"Kakak kenapa bisa ada disini? Kukira kakak sibuk. Kata Drian, kakak sibuk melukis dan menulis buku."

"Iya. Hanya itu kesibukanku. Oh iya, minggu depan akan ada launching buku terbaruku. Jika kau bisa datang, datanglah."

"Woah, apa kakak berencana menerbitkan satu buku tiap tahun?" Aluna terkejut. "Kalo aku bisa datang, pasti akan datang, kak."

Lea tersenyum, "Aku tidak menargerkan satu bukuku dirilis tiap tahun. Tapi, kalo bisa ... yah, kenapa tidak?"

"Aku kagum pada kakak." Lea hanya membalasnya dengan senyuman.

"Oh, iya. Nona-nona," Drian menyela keduanya. "Aluna, kau bisa satu tenda dengan kakakku."

"Ah, tidak ...." Lea memotong ucapannya. "Kamu di tendaku saja. Kebetulan lumayan luas. Dari pada mendirikan tenda lagi." Aluna berusaha menolak.

"Tidak usah merasa tidak enak begitu. Kau seperti sama orang lain saja." Lea menarik tangan Aluna memasuki tendanya. Lalu menutupnya saat mereka berdua sudah masuk.

"Begini nih klo kak Lea ketemu Aluna. Aku dilupain. Bahkan mereka asik berbincang seolah aku tidak ada disini. Memangnya, adik kak Lea aku atau Aluna sih?" Drian ngedumel sendiri.

Percakapan di dalam tenda kakaknya terdengar samar-samar berarti dua orang di dalamnya belum tertidur.

"Selamat malam, Aluna."

"Selamat malam."

Suara itu terdengar lirih. Tak lama tenda itupun terlihat gelap.

"Bahkan kakak tak mengucapkan selamat malam untukku. Apa-apaan ini?" Drian yang kesal melemparkan satu ranting ke dalam api unggun yang beberapa saat lalu dia buat.

"Drian, aku mendengarmu. Jangan sampai dirimu yang yang kau lemparkan ke dalam api itu." Drian yang mendengarnya hanya mendengus sebal. Ditambah dengan suara cekikan dari dalam tenda itu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Aluna.

Suara resleting tenda terbuka menghampiri telinga Drian, tapi dia tak memperdulikannya.

"Hei!" Lea memanggil adiknya dalam posisi berdiri sementara Drian duduk dengan tangan yang masih memasukkan ranting-ranting kecil kedalam api.

"Kau mau di sini sampai pagi?" Drian masih saja mendiamkan kakaknya.

Lea tau, adiknya pasti ngambek karna merasa tidak dipedulikan. Drian memang tumbuh menjadi remaja. Tapi sikapnya sama saja.

"Kau marah?" Drian tetap diam. Lea menghembuskan nafas kasar dan memilih duduk di sebelah adiknya.

Lea memeluk adiknya. "Drian, sudah larut malam. Kau tidak ingin di sini sampai pagi, kan?" Lea menatap adiknya. "Kakak minta maaf."

Drian menolah ke arah kakaknya. Semenit kemudian, dia membalas pelukan kakaknya. Drian menjadi sosok yang berbeda jika bersama Lea. Dia sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan Lea yang dekat dengan Aluna. Masalahnya pada Lea yang menurutnya melupakan Drian saat Lea bertemu Aluna. Drian merasa tak dipedulikan. Bahkan dia masih merindukan kakaknya dan baru bertemu setelah berbulan-bulan. Lea adalah kekuatannya setelah mereka kehilangan orang tua mereka.

Drian terlalu muda untuk merasakan ketidak-adaan orang tua. Terlalu dini untuk merasakan kehilangan orang tua untuk selama-lamanya. Saat Drian terlalu rapuh untuk itu. Lealah yang selalu menguatkannya. Saat dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Jogja, sebenarnya dia merasa berat untuk itu. Tapi Lea berulangkali meyakinkannya.

"Kakak Jahat!" Lea tersenyum melihat adiknya. Drian benar-benar ngambek.

"Tidurlah! Sudah malam. Kakak tidak mau kau sakit, Drian. Meski ada api unggun, di luar sini tetap dingin. Ayo, masuk ke tendamu sekarang!" Kata Lea sambil membelai rambut adiknya. Namun Drian masih dalam modenya.

"Masuklah, Drian! Kau tidak mau kan ada temanmu yang melihatmu seperti ini. Mereka akan berfikir kau ini sangat manja dengan kakakmu."

"Kakak...!"

"Kalo begitu masuklah ke tendamu sekarang!"

Drian mendengus kesal sambil melangkahkan kaki ke tendanya.

"Selamat malam, Drian."

"Malam!" Drian membalas dengan nada kesalnya. Lea hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Baru beberapa saat yang lalu dia melihat Drian yang dingin. Saat ini dia melihat Drian yang sebenarnya. Drian adiknya.

Tanpa mereka berdua sadari, ada yang memperhatikan mereka berdua dari balik pintu tenda sambil tersenyum bahagia.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang