Tak akan pernah

40 11 0
                                    

11.01.21

Siap untuk Adisa, maaf untuk penantiannya:)
Akan jadi sedikit beda, kedepannya aku akan usahakan revisi bberapa part sebelumnya supaya enak lagi bacanya.

Semoga kalian suka❤

Baik takdir atau rindu sama-sama tak ada yang tau,
Tentang takdir yang datang dan pergi begitu saja, serta rindu yang datang secara tiba-tiba, seakan manusia menjadi sebuah boneka dengan takdir merupakan sebuah skenarionya dan rindu serta emosi itu bumbunya. Meninggalkan berbagai kenangan tawa dan luka. Tak ada yang tau, tak ada yang sanggup memprediksinya.

Hening, dan sepi itu yang dirasakan Adine sekarang. Tidak ada teman ngobrol. Reyna bahkan sudah berangkat, Adine sebenarnya ditawari untuk ikut namun Adine menolak. Dia merasa cukup tau diri kalau dia hanya seorang sepupu yang numpang tinggal. Dia merasa tidak pantas.

Adine berjalan menuju taman belakang sambil membawa secangkir teh yang dia sudah buat tadi. Dia membawa ipadnya ikut serta. Adine duduk sambil mengamati langit sesekali. Tangannya asyik menggambar di ipadnya.

Adine melihat sebuah pesawat yang melintas, dia tersenyum. Dulu dia sangat suka melihat pesawat seperti ini, nyatanya sedikit rasa takut dan sedih sekarang sering menghampirinya. Ingatannya sering berlari ke masa lalu, menilik bagaimana hancurnya dia dulu.

"Kak, bener nggak mau ikut sekarang aja?" Adine menggeleng sambil melepas pelukan antara dia dan Mamanya.

"Adine harus selesaikan banyak hal sebelum pergi Ma, Adine nyusul minggu depan deh Adine janji, lagian sekarangpun udah telat, Mama kenapa nggak nunggu Adine sih?"

"Mama sama Papa juga nggak bisa Dine, nenek kamu udah bener-bener harus disamperin secepatnya," Adine mengangguk.

"Take care, Ma, Pa, Dek, jangan nakal yaa," Adine melambai. Besok dia akan menyusul, biarkan mereka pergi duluan.

Hingga Adine pulang, sekitar satu jam kemudian sebuah berita membuat jantungnya seakan enggan berdetak kembali. Pesawat yang ditumpangi keluarganya hilang kontak. Adine lemas, seakan tak bisa bergerak.

Adine menunggu penuh harap, menunggu sebuah mukjizat, menunggu sebuah kabar baik, menunggu terus menunggu. Hingga akhirnya pesawat itu benar-benar dinyatakan jatuh, dan yang membuat Adine lebih histeris adalah, tak ada yang selamat di perjalanan itu, semua hancur, bahkan pesawatnya melebur. Adine benar-benar seperti kehilangan nafasnya, rasanya seperti Tuhan terasa jahat karena mencabut dan mengambil kembali semuanya di waktu yang sama, dan saat itu juga Adine merasa nafasnya sudah tak terasa.

Semua terasa gelap mulai saat itu. Tak ada kata benar-benar bahagia dalam hidupnya. Menyadari tak akan ada lagi segala tawa bahagia di rumah megahnya. Menyadari kini dia ditinggalkan sendirian ke surga, menyadari arti menyusul dan hari esok baru kamusnya. Sekarang makna itu berbeda, iya esok ia akan menyusul mereka, esok yang entah kapan akan datang, esok yang kapan akan menjemput, untuk menyusul bukan ke tempat di dunia, melainkan ke surga.

Setitik air mata membasahi pipinya. Melihat sebuah gambar di ipadnya. Sebuah keluarga, namun berbeda makna. Adine di satu sisi sendirian yang bergandengan dengan adiknya, yang di sisi adiknya ada Mama dan Ayahnya, tepat di tangan mereka terlihat sebuah garis batasan yang mencerminkan perbedaan. Ketika background Adine adalah sebuah alam dengan langit malam tanpa bintang, sedangkan keluarganya adalah sebuah taman indah dengan sentuhan warna pastel yang menyejukkan. Gambaran sederhana yang menyiratkan berbagai makna. Sebuah gambaran sederhana yang mengandung berbagai rasa. Termasuk sebuah rasa rindu, yang bahkan dia tidak tau harus apakan, memangnya apa yang bisa lakukan ketika merindukan orang yang telah meninggal?

Will Go AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang