Hari keempat.

3 0 0
                                    

Hujan mengguyur kota Bandung. Suhu menurun, dan mulai semakin dingin.
Seseorang sedang berdiri di depan Pintu kacanya, merasakan hangat dari Teh panasnya.

Ia memegang kepalanya, sesekali Menutup matanya. Menghembuskan nafas dengan kasar.

"B*ngs*t" dia Berkata kasar kepada dirinya sendiri.
Memikirkan apa yang harus ia lakukan ketika bertemu dengan lelaki yang menemaninya saat ini.

"Deeek"
Pintu di ketok dengan pelan, kakaknya Memanggil dari luar.
"AYU!" Pintu pun di gedor, kakaknya mulai kesal karena adiknya tidak menjawab panggilannya.

"Buka aja sih ka, ribet" omel ayu kesal.

Pintu di buka, Ayu melihat sosok kakaknya yang berdiri di depan Pintu dari pantulan kaca yang berada di jendela.

"Sarapan buru, Jangan bikin masakan kakak dingin deh" omel kakaknya.
"Iya nanti Ayu turun" jawab Ayu dan meminum tehnya.

"Sekarang" suruh kakaknya lagi.
"Nanti kak, Ayu masih pusing" jawabnya dan memegang kepalanya lagi dan lagi.
"Ish, Kalau kamu ga turun. Kakak suruh Ray yang manggil nih" ucap kakaknya lagi.

Ayu tidak menjawab. Sedangkan kakaknya pun sudah tak tahu lagi harus apa, maka dari itu ia pergi menutup pintu kamar sang adiknya tersebu.

Ayupun kembali menutup matanya.
Mengingat semuanya, Kepalanya kembali pusing. Ia dan bayang bayangnya terbang.
"Kotoran!" Celetuknya, Dan menyimpan tehnya di atas meja sebelahnya.

Ia berjalan mundur menuju Kasurnya, dan jongkok bersender di samping kasurnya.
"PEL*C*R !!!" "DASAR PEL*C*R !!!" "G*BL*K SIA !!!" Semuanya terngiang di sebuah kepala.

Wajah Riri yang melotot terus menerus terlihat dengan jelas.
Hatinya mendengarkan suara kencang itu.

Ia mulai menangis.
"astagfirullah" "astagfirullah" "Ya Allah"
Ia berusaha untuk tenang dengan mengucap banyak istigfar. Tetapi tetap, Semakin menjadi tangisannya.

"MAMAAAA" ia Pasrah, dan memanggil Ibunya beberapa kali. Dengan harapan, Ibunya akan datang dan memeluknya saat itu juga.

Kala itu di meja Makan, Kakaknya dan Ray sedang menikmati sarapan.
Tetapi, karena sempat mendengar teriakan Ayu berulang kali.

Ray pun dengan sibuk, sambil mengunyah makanan iya berlari menuju kamar Ayu.

Ray mendapati Ayu yang sedang meringis sambil memukul mukul kepalanya.
Akhirnya Ray pun memeluk Ayu dengan erat, mengusap dan membawa dan membawa Ayu.
Dengan harap, Ayu akan berhenti seperti itu.

"tenang ya. Kita udah di rumah kok" Ray pun menenangkan.
"Udah udah, Tenang Ayu. Sekarang udah ga apa apa kok. Tenang ya" ucap Ray kembali.

Ayu sesegukan, Ia juga mencoba mengkhawatirkan tangisannya.
Ia menggelengkan sebuah kepalanya.
"Su-su saaahhhh" jawab Ayu.

Kakaknya tiba tiba berlari.
Ray langsung Melepas pelukannya dan memegang kedua pundak Temannya itu.

Kenapa? Tanya kakaknya.
"Ga tau kak, Baru kali ini Ray liat dia gini soalnya" jawab Ray kebingungan.

"Kasih minyak kayu putih deh dek. Dia biasanya tenang nyium aroma kayu putih" Kakak Ayu pun memberi perintah kepada teman adiknya itu.

Ray pun membuka laci nakas, dan menemukan kayu putih. Ia pun sesegera mungkin buka tutup kayu putih tersebut, dan menyondorkan kayu putih tersebut ke bawah idung Ayu. Agar Ayu langsung mencium aromanya.

"Untung ada Ray" ucap Kakaknya Ayu.
Kakak Ayu pun keluar kamar, dan dia pergi ke meja makan untuk melanjutkan sarapannya.
"Sarapan dulu yuk, Lu dari tadi di suruh sama kak Nita buat sarapan nolak mulu" ajak Ray kepada Ayu agar segera mengisi kembali perut Ayu itu.

The DifferenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang