Jisoo meraih kalender dari atas meja, mencermati sebentar isi kalender itu. Hingga dia sadar kalau hari ini merupakan tanggal yang telah dia lingkari sebagai tanggal dimana dia mengalami menstruasi bulanannya. Perempuan itu menarik laci meja, meraih sebuah tespack sebelum berlari ke kamar mandi.
Bukan tanpa alasan dia mengambil tes. Memang baru beberapa hari dia mengambil tes, tapi karena hari ini seperti bulan-bulan kemarin, dia tidak mengalami menstruasi sejak bangun dari kecelakaan itu. Aneh, memang. Jisoo khawatir tapi dia tidak mau mencari tahu apa yang terjadi pada dirinya setelah kecelakaan itu. Dia hanya cukup mengetahui bahwa bayi yang ada di dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan. Hanya itu, Jisoo tidak ingin mendengar apa pun lagi.
Rumah sepi, Mark belum pulang bekerja. Sementara dia menunggu hasil, Jisoo berjalan keluar untuk mengambil minum di dalam kulkas ketika tiba-tiba bell apartemennya berbunyi. Dia berbelok, tidak jadi mengambil minum melainkan membuka pintu.
"Jisoo, bisa bantu gue nggak?" Jennie ada di sana, sedang kesusahan mengangkat kardus yang ukurannya lebih besar darinya.
"Itu kulkas?"
"Bukan. ini kardusnya doang. Isinya baju gue. Bisa tolong bukain pintu apartemen gue?"
Kenapa nggak dimasukan ke dalam koper?
"Kamu bisa meletakkan dulu kardusnya di sana."
Jennie berdecak. "Aduh! Susah Jisoo. Ini tali rapianya mau lepas, kalau gue taro bisa ambalatak baju gue."
Lalu Jennie menekan bell apartemennya memakai apa? Kaki?
Jisoo yang berdiri di depan pintu apartemennya akhirnya berjalan ke unit sebelahnya. Iya, Jennie adalah tetangganya sekarang. Dia pindah dengan alasan ingin menenangkan diri, katanya apartemen yang dulu ditinggali terlalu aneh, selalu ada suara-suara tak mengenakan di malam hari. Mending kalau suara hantu, ini mah suara desahan unit sebelahnya benar-benar mengganggu telinga, lagi pula dari awal Jennie tahu kalau tetangganya itu adalah seorang wanita bayaran. Jadi ya udalah, dimaklumi. Tapi maaf-maaf aja, waras kali dia masih betah tinggal di sana.
"Passwordnya berapa?"
"421530."
Jennie blak-blakan memberitahu kode apartemennya. Tidak apa. Jennie tahu Jisoo adalah orang baik, dan juga kaya raya. Sangat tidak mungkin kalau nanti Jisoo masuk buat ngambil barang-barang berharganya, kecuali kalau Jisoo punya kelainan kleptomania.
"Makasih ya——" Jennie menghalang langkah Jisoo dengan sebelah kakinya di pintu. "Sebentar. Lo mau ke mana? Buru-buru amat, ngeteh dulu di rumah gue."
Jisoo menatap kaki Jennie, di samping atas lututnya ada memar, dia melihatnya karena Jennie sedang menggunakan celana pendek di atas lutut, Jisoo pikir sesuatu mengenai kakinya hingga memar seperti itu.
"Saya harus ngecek sesuatu, Jennie. Lagi pula nggak baik seorang perempuan ngangkang kayak gitu."
Jennie reflek menurunkan kakinya, dia berdehem. "Iya, maaf. Tapi lo jangan dulu pergi ya, kan udah lama nggak ketemu."
"Saya besok masih tinggal di sini, Jennie."
"Gue maunya sekarang!"
Masih sama seperti Jennie yang dulu.
Jisoo tidak punya masalah dengan Jennie di masa lalu, mungkin sedikit. Tapi itu semua sudah Jisoo lupakan. Kecuali fakta kalau temannya yang bernama Rose itu pernah hampir membunuhnya.
"Ya udah nanti saya balik lagi ke sini."
"Jangan lama, oke."
Jisoo menjawab dengan gumaman, lantas masuk kembali ke dalam apartemennya, bukannya mengambil air minum seperti niat awalnya, Jisoo malah masuk ke dalam kamar mandi, mengambil tespacknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Husband [END]
Fanfiction[17+] Kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga tidak semata-mata ditentukan oleh ada atau tidaknya keturunan. Begitu yang Mark pikirkan, tak masalah jika memang rumahnya akan sepi tanpa tangisan seorang bayi, baginya bisa hidup berdua dengan Jisoo...