10

29 5 2
                                    

Davin terdiam berfikir, jantungnya berdebar begitu kencang. Dia tidak pernah membawa seorang temanpun ke rumahnya, apalagi Dita adalah seorang perempuan.

Laki-laki berponi itu memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak dia pikirkan. Bagaimana jika Ibunya mengira Dita adalah pacar Davin? Bagaimana jika tetangganya melihat Davin dan Dita berboncengan masuk ke rumah? Davin memang sangat bodoh dalam hubungan pertemanan.

Hujan semakin deras, Dita menatap Davin dengan muka memelas. bibirnya memucat, badannya menggigil kedinginan. Davin terus memikirkan hal-hal yang tidak penting itu untuk beberapa waktu, sampai akhirnya Dita memanggil Davin dengan suara lirih yang memecahkan lamunan Davin.

Melihat Dita yang kedinginan itu, Davin langsung menaiki motornya tanpa mengatakan sepatah katapun, Dita juga langsung naik mengikuti Davin dan menutupi tubuhnya dengan mantel, kedua tangannya memeluk Davin dengan erat yang membuat rasa dingin ditubuhnya sedikit berkurang.

Davin membawa motor melewati hujan lebat kota dengan pelan, mengingat tadi dia melihat wajah Dita yang menunjukan ekspresi sangat kedinginan.

Setelah 15 menit di atas motor menuju rumah Davin, akhirnya mereka sampai. Davin memarkirkan motor milik Dita di depan rumahnya. Dita langsung turun dari motor dan menggosok-gosokan telapak tangannya berusaha menghangatkan diri.

Mendengar suara motor masuk ke halaman rumahnya, Ibu Davin yang sedang duduk di ruang tamu langsung mengecek ke depan rumah. Dia terkejut ternyata yang masuk ke halaman rumahnya itu adalah Davin, Davin dan seorang perempuan.

Mereka berdua berjalan mendekati Ibu Davin. Dita menyapa dengan ramah, gadis berkulit putih cerah itu berusaha tersenyum walaupun dengan menahan dingin. Ibu Davinpun menyambutnya dengan hangat, mereka langsung disuruh untuk masuk ke dalam rumah.

Dita melepas sepatu dan kaus kakinya yang basah itu kemudian dia berjalan masuk ke dalam rumah mengikuti Davin di belakang.

"Ini masuk kamar?" Tanya Dita di depan pintu kamar Davin.

"Iya, komputernya ada di kamar. Ngga usah mikir aneh-aneh,"

Dita terdiam malu, dia berjalan masuk ke kamar dan langsung duduk di kursi yang ada di kamar Davin itu. Sementara Davin, dia sedikit sibuk merapikan kamarnya, dia mengambil beberapa pakaian kotor yang ada di kamar dan membawanya keluar.

Kamar Davin terbilang cukup rapih untuk ukuran laki-laki. Disana hanya terdapat ranjang, lemari, dua meja dan satu kursi. Dua meja yang ada di kamarnyapun tertata rapih, disana ada satu komputer dan satu laptop. Buku-buku tersusun disana membuat kamar Davin menjadi lebih bagus. Di atas kasurnya terdapat beberapa buku yang berserakan disana. Dita berpikir mungkin setiap hari dia bermesraan dengan buku-bukunya itu.

Davin masuk kembali ke dalam kamarnya, laki-laki berponi itu duduk di kasurnya menatap Dita yang memeluk dirinya sendiri kedinginan. Davin langsung beranjak membuka lemari pakaiannya untuk mengambil jaket dan menyodorkannya pada Dita. Gadis mungil itu menatap keheranan.

"Udah pake aja, kasian kedinginan gitu. Ibu lagi bikin teh anget di dapur, tunggu sebentar," Ucap Davin yang hanya dibalas senyuman bingung Dita.

Dita menebak-nebak dalam hati kenapa Davin Si Mayat Hidup ini mendadak menjadi sangat hangat.

"Aaaaaaa!!! Davin kamu ngapain?! Jangan ngapa-ngapain aku, aku masih SMA, jangan hilangkan kesucianku!" Dita berteriak setelah melihat Davin membuka bajunya tanpa aba-aba sedikitpun.

Davin melotot kaget mendengar jeritan Dita. Dia langsung mengambil dan mengenakan kaos hitam polos yang ada di lemarinya.

"Ganti baju doang, ngga usah teriak-teriak! Kebiasaan berisik banget jadi orang!" Jawab Davin dengan nada cukup tinggi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang