•The Worth!•

5.3K 352 47
                                    




Segala hal yang bersangkutan dengan Ara, berarti BERHARGA. Fix, no debat!




Tempat terbuka dan penuh polusi itu diributkan oleh suara motor yang bersahut-sahutan. Lapangan luas dan sangat berdebu karena pasir-pasirnya yang berhamburan tertiup angin.

Seperti biasa, Azam memenangkan pertandingan.

Dia mematikan mesin motor, mencabut kuncinya dan berjalan tegap dengan pakaian khusus balap itu, tanpa melepas helm-nya.

"So, yang montok? Berisi? Kinclong? Terserah apapun tipe cewek lo." Ujar sang lawan dengan helm yang tetap terpasang. Saling berhadapan ditengah orang-orang yang masih asik meng-gas motor dengan keras disekitar mereka.

Azam berdecih. Tidak ada kah penawaran yang lebih rendah dari pada itu? Ups...

"Apapun yang lo anggap berharga. Gue mau itu."

Lelaki itu terdiam sebentar, kemudian dengan sangat gentle cowok yang tidak sengaja menyenggol Azam itu menyerahkan satu benda yang tampak sangat kuno. Sebuah kalung yang sudah berkarat dengan liontin tertutup.

Azam meneliti benda itu dengan satu alis dinaikkan, membuka penutup liontin hingga menampilkan sebuah foto didalamnya. Dia tersenyum miring, "Good boy."

• • •

"Boss, lo kenapa selalu minta yang kek gituan sama lawan? Nggak ada niatan mau comot cewek, gitu? Uang? Atau apalah." Tanya Mario penasaran. Orang ter-kepo di anggota mereka!

Azam mengedikkan bahu dengan acuh, "Masalah?" Tanyanya sembari mengunyah permen bau mint dimulut karena dia sempat menghisap rokok sebelumnya. Bukan perokok aktif, namun mencoba untuk sesekali saja tentu Azam tidak menolak.

Mario menggeleng cepat, "Ya enggak, penasaran aja gitu."

Azam berdiri dari kursi bar, memandang satu persatu anggota Stagnasi yang kini tampak sangat kelelahan, "Gue pulang." Pamitnya seraya memasang jaket denim. Tentunya sudah membersihkan diri sebelumnya, mengingat bagaimana parahnya debu di-arena mereka tadi yang tidak bagus untuk Ara nantinya.

"Lo nggak mau nginep sehari aja, gitu, boss?"

"Tau, nggak pernah mau tidur disini kayaknya."

"Bang Nathan tuh, apalagi!"

"Hooh, setuju! Padahal, kan, ya, kita pengen bisa minum bareng, kelab bareng, nonton bareng."

"He'em! Nonton yang 'iya-iya' lebih seru lagi."

"Dasar porn*!"

Terus berkomentar pada ketua-ketua mereka yang terlalu menutupi diri.

Azam berdiri tanpa ekspresi, membuat yang lain diam menunggu jawabannya. "Karena, rahasia." Ujarnya santai.

Serentak mereka berdesah malas.

"Jangan pernah berani untuk mencari tau silsilah kehidupan gue." Dengan nada peringatan dan tatapan tajam. Kemudian berbalik dan menghilang dibalik pintu.

Tidak ada maksud lain, selain menjaga miliknya yang berharga dari ancaman.

Karena miliknya yang berharga lainnya, sudah pergi meninggalkannya.

Dan dia, menginginkan orang lain juga merasakan apa yang dia rasakan.

Kehilangan sesuatu yang berharga!

• • •

"Den, Non Ara ndak mau dilarang. Seperti biasa, dia teriak-teriak kalau Bibi ancem buat ngadu ke Den Azam." Bi Inem tergopoh-gopoh mengejar Azam yang baru saja memasuki rumah.

Azam mengangguk sekali, berjalan dengan kepalan tangan diundakan tangga. Saat memasuki kamar Ara dengan langkah lebar, matanya langsung menangkap gadis itu yang sedang asik-nya menjilati topping donat.

Ara tersentak saat sebuah bayangan menggelapi-nya. Dia mendongak, mengerjap terkejut saat melihat Azam sudah berada didepannya. Dia langsung menyurukkan kotak donat itu dibelakang tubuh, tercengir tak enak dengan wajah celemotan.

"Buang." Suruh Azam datar.

Ara menggeleng keras.

Azam menatap Ara tajam, menunduk untuk merebut kotak itu dari tangan Ara yang membuat gadis itu merengut kesal. "Awas aja nanti malem nangis kesakitan." Ujarnya lalu berjalan keluar kamar.

Ara meraung keras-keras, memukul kasur kuat-kuat dengan kepalannya lalu menendang-nendangkan kaki diudara.

"Cepat gosok gigi sebelum aku kunci kamar dari dalem!"

"AJIM JAHAATTT!!"

• • •

Azam meneliti Ara dari bawah sampai atas. Sudah bersih keadaannya dari sebelumnya. "Gigi."

Ara melebarkan mulutnya hingga gigi putih dan kecil-kecilnya kelihatan. Berdiri didepan kasur Azam dengan cowok itu yang menyender dikepala kasur.

Azam mengangguk, merentangkan tangannya untuk menyambut Ara.

Ara berubah berbinar, langsung melompat dan jatuh diatas tubuh Azam layaknya cicak merayapi dinding dengan senyum mengembang.

"Mandi tadi sore?"

Ara mengangguk cepat, "Mandi! Liat nih, Ara udah wangi." Katanya seraya membalas pelukan dipinggang Azam.

"Masa?"

"Iya, Ajim!"

"Mana? Cium dulu."

Ara terkikik senang, menegakkan kepala kemudian menyodorkan pipinya untuk dicium Azam.

• • •

Part satu selesaaaiii!!!

Untuk cerita satu lagi, itu nyusul yaaaa.

Absen dulu, dong. Masih ada readers setia AraAzam, nggak?

Terima Kasih ❤❤❤

The Princess Priceless.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang