•Hampir Saja Terbongkar!•

1.7K 182 26
                                    


Happy Reading!

Ara diturunkan tepat didepan gerbang sekolahnya. Membiarkan Azam membuka helm pink dan sedikit membenarkan rambutnya yang berantakan.

Azam menepuk pucuk kepala Ara dua kali, “Dahh.”

Ara melambaikan tangan dengan senyum mengembang.

Azam terkekeh, bersiap meng-gas motornya namun suara Ara yang melarang terdengar.

“Ara mau cium dulu.”

Azam memutar bola mata dengan malas, “Nanti dirumah.”

“Emangnya kenapa, kalau disini?”

Tentu Azam harus melepas helm-nya, kan? Itu berarti, dengan secara sengaja menunjukkan wajahnya didepan umum, “Nggak boleh, nanti dipanggil guru BK.”

Ara memajukan bibir dengan sedih, “Yaudahlah! Ara mau masuk kelas aja!” Teriaknya seraya berbalik.

Azam berdecak seraya menarik tangan Ara agar kembali menghadapnya, mengerucutkan jemari untuk ditempeli dibibirnya, kemudian ditaruh dipipi Ara.

Secepat itu, Ara tersenyum mengembang dengan binaran mata.

•  •  •

Zam, gue tau dimata lo gue ini nggak ada apa-apanya. Maaf, tapi gue cuma mau bilang kalo gue suka sama lo.

Azam menaikkan satu alis dengan santai, menaruh kertas ber love-love menggelikan itu diatas meja lalu melanjutkan kegiatan menyantap makanan-nya.

“Dari siapa lagi, itu, weh?” Tanya Kevin kepo dengan mulut penuh berisi makanan.

Azam mengangkat kedua bahu dengan acuh. Biasanya, dia mendapat kertas-kertas pernyataan cinta itu sudah disertakan dengan nama.

Huh, dikira ini sedang berada difiksi novel?

“Coba balas, kek, sesekali. Jomblo mulu, lo.” Nasihat Kyle.

“Lo?” Tanya balik Azam dengan tatapan sengit.

Kyle tampak gelagapan, “Ya, gue, wajarlah. Nggak ada yang mau sama gue, kok.” Dalihnya.

“DM lo?” Tanya Azam lagi.

“Y-ya itu... Ah, bodolah! Nggak usah urus kehidupan gue.” Kyle tampak emosi, memandang Azam kesal.

“Lo ngurus hidup gue tadi.”

“Ya! Gue salah!”

Azam menganggukkan kepala merasa menang, kembali melanjutkan aktivitas makan dengan tenang.

Kevin tetap khidmat makan nasi goreng kesukaannya. Jika sudah seperti itu, dia akan marah sekali kalau saja diganggu.

“Eh, nggak usah. Gue bisa sendiri, kok.”

“Udah, siniin aja napa.”

“Ngerepotin. Lagian, lo siapa sih?”

Azam mendongak, kemudian kembali melanjutkan makan setelah tahu siapa pemilik dua suara ribet didepan meja-nya itu.

Ryan menatap Nia terkejut, “Lo lupa?”

Nia mengerutkan dahi, “Mungkin.” Ujarnya merasa tak yakin sendiri.

Ryan menarik kedua sudut bibir membentuk senyum paling indah, “Mau ikut gue nanti? Mungkin dengan itu lo bisa ingat.”

Prangg!

Suara sendok bertubrukan dengan piring terdengar nyaring.

Kevin terlonjak kaget, menggerutu pelan lalu kembali melanjutkan aktivitas makan-nya.

Kedua pasang yang sedang berdiri itu ikut menoleh.

Sementara sang biang kerok berdiri dari duduknya, bergerak keluar meja dengan tangan dikedua saku dan berjalan melewati mereka dengan santai dan tenang. Sudah dibilang, kan, kalau dia itu 'bad'? Mengganggu ketenangan dan memancing emosi sang lawan, adalah seperti hiburan tersendiri bagi-nya.

Ryan tak bisa membiarkannya begitu saja, menarik kerah kemeja Azam dengan desisan, “Lo bener-bener ngajak duel?”

Kyle meringis, “Itu orang sehari aja nggak cari ribut, bisa nggak, sih?”

Azam menaikkan sebelah alis dengan santai, menepis tangan Ryan dari kemeja-nya lalu menarik seolah ada resleting didepan bibirnya. Mengatakan, bahwa dia tidak berbicara apalagi pernah mengajak Ryan.

Rahang Ryan tampak mengeras, ingin melesatkan tinjuan dirahang Azam namun ternyata cowok itu tanggap menangkap tangan-nya lalu dihempaskan.

Nia menahan napas. Tubuh-nya meng-kaku. Maksud Azam apa? Biasanya, yang seperti itu adalah cemburu yang disembunyikan, kan?

Azam tertawa batin. Semakin seru saja! Maka, dia akan membuat darah putih Ryan semakin mendidih lagi dengan mengedipkan sebelah mata kearah Nia disertai seringai kecil. Segera berbalik badan dengan santai dan berjalan meninggalkan kantin.

Nia mengulum senyum dalam tunduk.

•  •  •

“Pak Raden! Emang-nya Ajim kemana? Kenapa dia nggak jemput Ara?” Tanya Ara pada Pak Raden yang sedang mengendalikan stir mobil didepan, sementara dia duduk di-jok belakang.

“Den Azam bilang mau kerja kelompok, Non.”

“Tapi Ara mau ke-tempat Ajim. Pak Raden antarin Ara kesana.” Rengek Ara.

“Aduh, Non. Bapak juga nggak tau dimana—”

“ITU AJIM! PAK RADEN, STOP!” Ara menepuk-nepuk bahu sopirnya itu dengan heboh. Pandangan fokus ke-luar sana kearah kumpulan lelaki namun ada Azam diantaranya dengan denim jacket menutupi kemeja sekolah.

Pak Raden gelagapan. Antara ingin mengikuti perintah Azam atau melaksanakan permintaan Ara.

“Berhenti, Pak Raden!” Ujar Ara merasa kesal.

Pak Raden akhirnya perlahan memelankan laju mobil, bernapas lega saat Azam segera menyadari keberadaan mobil mereka dan turun dari salah satu motor disana dengan larian.

Ara membuka pintu, kakinya sudah turun namun kembali dinaikkan lalu diangkat untuk duduk lebih jauh kedalam. Dia mengerjap bingung kearah Azam yang segera menutup pintu, “Katanya—”

“Dibilang nggak boleh turun tanpa izin dari aku!” Marah Azam menatap Ara tajam. Lihatlah kini teman-teman geng-nya sedang menatap kearah mobil mereka dengan pandangan bertanya-tanya.

Ara tersentak kaget, menurunkan wajah dengan mata berlinang dan bibir tercibir kebawah.

Azam menghela napas panjang, mengambil tangan Ara untuk mendekat lalu mendekapnya.

Ara masih menampilkan raut sedih.

“Jalan, Pak.”

Sontak Ara tersenyum mengembang dengan binaran mata.

•  •  •

Muwhehe, bang Ajim pengertian bat daahhh 😬

The Princess Priceless.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang