"Hei, Kim, tidak ada manusia yang benar-benar ingin mati." Pemuda itu menengadah, tatapan sendunya menembus angkasa seolah mampu melihat seseorang yang ia rindukan di balik sana, sebelum kembali melirik kaleng sodanya tanpa minat. "Memilih mati bukan berarti mereka menyukainya, tahu? Benar jika itu adalah sebuah pilihan yang buruk. Namun diantara dari opsi-opsi lain yang lebih buruk lagi, bisa jadi kematian terdengar lebih baik."Ah, sial. Jangan seperti ini, kumohon.
"Ya. Dan tidak ada yang seratus persen yakin dengan hal itu," gumam yang lebih muda dengan tidak jelas, sebab disertai kekehan pelan khas miliknya dan kepala si keras Kim itu terlalu menunduk ke bawah. Enggan menunjukkan wajah konyol pada pemuda lain yang sedang bersamanya. Merasa lucu dan sakit secara bersamaan, barangkali. Namun tanpa mengubah pandangannya pun dia tahu, pemuda tersebut menoleh ke arahnya saat ia menambahkan, "Mati juga pilihan yang sulit."
Kim Taehyung sadar, sosok itu menampilkan senyum untuknya.
Selalu berakhir buruk. Selalu seperti ini. Sayangnya dia tidak tahu akan menjadi lebih buruk lagi. Kini dia memiliki alasan pasti untuk membenci setangkai Lili putih di genggamannya ataupun aroma petrikor yang bercampur dengan aroma pemakaman. Ingin ikut menghilang saja, rasanya. Ingin. Tapi tidak bisa. Belum.
"Kau benar, itu pilihan merekaㅡatau bahkan dirimu. Itu yang terbaik di saat yang paling buruk terjadi. Tapi tetap saja itu sebuah kesalahan, Yoongs."<>
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Overtalk.
Fanfiction𝘛𝘢𝘦𝘩𝘺𝘶𝘯𝘨 𝘸𝘢𝘴 𝘣𝘳𝘰𝘬𝘦𝘯, 𝘣𝘶𝘵 𝘠𝘰𝘰𝘯𝘨𝘪 𝘧𝘰𝘶𝘯𝘥 𝘩𝘪𝘮𝘴𝘦𝘭𝘧 𝘸𝘢𝘴𝘯'𝘵 𝘢𝘯𝘺 𝘣𝘦𝘵𝘵𝘦𝘳. [Pieces of An Endless Yoongi's×Taehyung's Verse] __________________________ ▲Tw! Toxicity contents and stuff. [Setiap part tidak sal...