Wattpad Original
Ada 8 bab gratis lagi

456-II

56.2K 4.3K 194
                                    

Sebagai wanita dewasa yang selalu menjaga sikap dan image baik, disegani rekan kerja, dan punya reputasi sebagai perempuan nggak neko-neko selama hampir dua puluh sembilan tahun hidup, rasanya hati ngilu saat ada pesan nyasar dari orang tidak jelas yang kemungkinan besar fungsi otaknya sedang bermasalah karena efek peningkatan hormon seks yang tak terkendali pada sore hari ini, hingga kemudian dia berkata ingin memakaiku jam sepuluh malam nanti di apartment-nya. Memakaiku, saudara-saudara. Tentu saja maksudnya adalah untuk menelanjangiku, menetrasikan kelaminnya padaku, mencari kepuasaan sesaat yang sangat didewa-dewakan hampir seluruh makhluk di dunia ini di dalam lubang senggamaku, sebelum membayarku dan kemudian mengusirku dari apartemen-nya dengan tampang tak mau tahu

Ya. Baru saja aku disangka sebagai pekerja seks komersial oleh orang ini. Kurang ajar kan? Wait! Aku bukan bermaksud mendiskreditkan para pekerja seks komersial dengan ini, tapi bukannya aku berhak tersinggung karena aku dianggap seperti itu padahal aku tidak melakukannya? Aku wanita yang cukup beruntung secara ekonomi dan karena itu aku memiliki resources dan akses yang bisa memberiku kesempatan menjadi seorang pegawai HR di sebuah perusahaan nasional saat ini. Aku mendapatkan posisi ini dengan banyak usaha dan biaya, jadi aku merasa tidak suka saat seseorang mengatakan aku menjasakan tubuhku—bahkan sekedar menyangka pun aku tetap tersinggung. Itu bukan pekerjaan yang kulakukan.

Meski begitu, dengar baik-baik, itu tidak berarti aku merasa jauh lebih bernilai dan bermoral daripada para PSK yang menjasakan tubuhnya sebagai pekerjaan karena terhimpit ekonomi dan kurang beruntung soal akses untuk mendapat pekerjaan yang lebih nyaman dan aman. Tidak bisa dinilai secara asal apakah pekerjaanku lebih mulia atau tidak dibanding para PSK, karena menurutku itu bukan hanya soal nilai moral atau dosa dan pahala. Melainkan—yang lebih mendasar dan yang tidak terlalu abstrak—ada masalah ekonomi dan sosial yang sifatnya struktural di belakang pemilihan pekerjaan itu oleh beberapa orang yang seharusnya jadi pertimbangan utama untuk menilai, kalau kita memang ingin menilai dengan sedikit lebih fair. Aku tidak ahli dalam hal itu, jadi aku tidak akan membandingkan ataupun menilai. Tapi rasa tersinggung karena isi pesan itu adalah reaksi normal bagiku.

Itu memang cuma pesan nyasar, tapi aku yang sedang sensitif karena masa menstruasi—yang jarang kudapat—langsung kelabu berkelanjutan gara-garanya. Kepalaku bahkan tidak berhenti menyangkal. Ini seakan dunia sedang menuduhku sebagai wanita sewaan. Padahal itu hanya pesan nyasar.

"Kerja, Ca!"

Bolpoin di tanganku ini hampir saja terbang ke wajah lelaki bernama Tian yang baru saja mengagetkanku dengan kemunculannya yang tiba-tiba. "Pak, ya ampun."

Perkenalkan lelaki ini, Sebastian yang biasa dipanggil Pak Tian, manajer HR alias atasanku langsung. Sementara aku adalah Carita atau sering dipanggil Caca, recruitment supervisor, bawahannya langsung. Kami sudah bekerja bersama selama empat tahun dan satu frasa yang bisa mendeskripsikan Tian secara singkat dan tepat dariku adalah 'agak menyebalkan'.

"Barusan ngagetin loh, Pak."

"Kalau saya nggak kagetin, kamu mau melamun sampai dipromosikan jadi manajer?" cecar Tian menatapku.

Di kubikelku, aku berusaha menahan malu dengan tetap menampilkan wajah serius. Sementara dua orang di sebelahku, Iza dan Niken—keduanya adalah staf ku, saling lirik dan menahan tawa. "Nggak ada yang melamun, Pak," kilahku tanpa nada menantang sama sekali.

Aku memang tidak melamun, aku berpikir. Berpikir itu kegiatan yang dilakukan secara sadar, sementara melamun adalah hal yang tidak secara sadar terjadi. Saat melamun, pikiran sesaat terputus dari realitas dan lingkungan di sekitar kita. Sementara dari tadi aku tetap dalam realitas bahwa baru saja ada orang yang mengirim pesan ingin memakaiku. Jadi sudah jelas kan aku bukannya melamun, aku berpikir.

456Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang