Hei aku.
Ingatkah kau pada hari itu?
Hari dimana untuk terakhir kalinya kamu bisa berjumpa dengannya?
Hari dimana kau hanya bisa menatapnya dari kejauhan, dengan raut tak rela untuk melepaskan?
Bila diingat, sakit sekali, ya rasanya? Begitu sesak. Seakan oksigen di sekitarmu menghilang seiring dengan kepergiannya. Seakan senja tak pernah datang lagi, seakan hari esok tak pernah ada. Hari-hari tanpanya membuat kamu memutuskan unuk menyerah, merasa tak mampu lagi meneruskan langkah.
Seolah.. setelah hari itu; hari kepergiannya, kamu takkan bisa lagi tertawa, tersenyum, bahkan bahagia.
Seolah.. semesta telah merebut mataharimu, satu-satunya cahaya di duniamu.
Kacau sekali keadaanmu waktu itu. Setiap harinya tatapan kosong menghiasi kedua bola matamu. Terlihat kelabu. Dan parahnya, kamu seolah menutup dirimu dari luar. Tak membiarkan seorang pun masuk ke kehidupanmu. Tak sudi membiarkan mereka mengusik hari-harimu berkabung.
Kamu tak membiarkan bibirmu tertawa. Tiap jengkal waktumu kamu sibukkan untuk memikirkan kepergiannya. Menyesali tindakanmu yang tak pernah berhasil mengucapkan kalimat selamat tinggal untuknya.
Kamu marah, kecewa, sedih, dan tak rela.
Terkadang kamu menginginkan untuk lupa namun tak biarkan pikiranmu lepas darinya barang sehari saja. Menyiksa dirimu sendiri lalu melimpahkan kata 'sebab' pada kepergiannya.
Sampai akhirnya.. waktu terlalu banyak memberimu ruang untuk sendu. Orang-orang di sekitarmu mulai muak dengan segala egomu. Beberapa diantaranya kemudian berusaha mendobrak pintu yang selama ini kau kunci. Mereka yang selama ini tak jemu untuk mengetuk, dan menanyakan kabarmu. Mereka tak menyerah padamu. Bahkan rela menyisihkan tenaga mereka untuk mendobrak pintu rumahmu, berusaha mengeluarkanmu dari penjara waktu.
Iya, penjara waktu. Penjara waktu yang selama ini menyiksamu. Mengubur dirimu dalam pahitnya masa lalu. Menutup semua jendela dan mengunci pintu rumahmu.
Pada awalnya, kamu memberontak, berteriak dan mengusir mereka. Namun sekali lagi, mereka tak menyerah padamu. Mereka justru merangkulmu, memelukmu, bahkan menangis bersamamu.
Jangan menyiksa dirimu seperti ini lagi, kata mereka.
Kamu meraung, membalas pelukan mereka.
Pintu yang didobrak itu membuatmu dapat melihat dunia luar. Dunia yang selama ini tak kamu pedulikan. Matahari terbit di sana. Dan kamu akhirnya sadar. Ternyata mataharimu tak pernah pergi. Kamulah yang menutup matamu. Menutup rumahmu.
Perlahan, kamu mulai melakukan semuanya seperti biasa. Sesekali tersenyum dan mencoba kembali tertawa. Hatimu menghangat lagi, duniamu kembali utuh.
Kamu tak pernah bisa melupakan hari itu, namun kini kamu baik-baik saja.
Akhirnya.. akhirnya waktu mengantarmu sampai di titik di mana kamu menyadari bahwa,
'Oh, ternyata tanpa dia juga tak apa.'
Dan disini lah kamu sekarang.
Nah, bagaimana kabar hatimu hari ini?
Semoga baik, dan selalu baik.
Sesekali tengoklah masa lalu agar kamu tahu sudah sejauh mana kamu berjalan. Agar kamu tahu bahwa bahkan hari-hari tersulit pun akan berlalu seiring berjalannya waktu.
Seperti kata orang-orang, sembuh perlu waktu.
Namun sejatinya, waktu tak pernah menyembuhkan lukamu. Ia hanya memberimu ruang untuk sendu. Memberi 'masa istirahat' untukmu menyembuhkan lukamu sendiri.
Sadar tidak sadar, kamu sendirilah yang menyembuhkan lukamu. Karena memang hanya kamulah yang mampu melakukannya.
Be Fine Today:)
©Ashara-chan
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Fine Today
Acak"If you can get through everything today, then no need to worry about tomorrow." "Jika kamu bisa melewati semuanya hari ini, maka tak perlu khawatir akan hari esok." Be Fine Today:)