XIV

3 1 0
                                    

"Aku pamit pergi dulu nona." Darrel permisi pergi, tapi tidak terlihat ekspresi marah atau benci saat dia melihat Jeffyin, apa mereka sudah baik-baik saja?

Setelah Darrel menghilang, aku segera membuang tatapanku, melihat kemanapun selain pria ini. Suara berat nafas Jeffyin terdengar begitu jelas olehku, dia sudah cukup lelah dengan semua ini, sama sepertiku, tapi aku tidak punya pilihan lain.

Jeffyin terduduk berat tepat di sebelahku, ekor mataku menangkap ekspresi Jeffyin yang terlihat bingung, "Ayah ingin kamu datang untuk makan bersama saat malam natal." Ucapnya akhirnya.

"Akan aku pikirkan," jawabku masih tidak ingin menatapnya.

"Terimakasih." Untuk beberapa saat aku dan Jeffyin berada dalam situasi sunyi tanpa ada satupun yang bicara lagi, "Apa yang kamu bicarakan dengan Darrel?" tanya Jeffyin, akhirnya.

"Banyak." Jawabku masih menaruh harga setinggi langit.

Aku milirik sedikit kearahnya, kepalanya tertunduk menatap jemarinya yang entah sedang melakukan apa satu sama lain, "Aku tadi bertanding."

Angin malam berhembus cukup kencang melewati kami berdua, kali ini aku memang tidak menggunakan gaun tidurku, tapi sialnya bajuku menggunakan bahan yang terlalu sedikit untuk cukup menutupi seluruh kulitku, "Aku tau, sudah terlalu malam, sebaiknya aku kembali ke kamar." Ucapku lalu segera bangkit ingin kembali ke kamar, terlalu dingin.

Jeffyin segera menahan tanganku "Rain, please." Ucapnya begitu pelan.

Aku menoleh kesal dia menahanku, "Apa?"

"Tidak bisakah bersamaku sedikit lebih lama." Ungkapnya begitu sedih, oh Tuhan Jeffyin.

Aku segera mendekatkan diriku pada tubuhnya, mencari perlindungan disana. "Disini dingin, Jeffyin." Ucapku sambil berusaha menyembunyikan diriku dari angin-angin malam.

"Maafkan aku, lebih baik kita bicara di kamarku." Jawabnya lalu mendekapku dalam pelukannya, memberiku perlindungan.

Aku berusaha menahan diriku untuk melingkarkan tangan ini pada tubuh tinggi di sampingku, walaupun aroma tubuhnya sudah cukup menggodaku.

Saat tiba di dalam kamar Jeffyin aku segera meringkuk di dalam selimut di atas ranjangnya, "Aku punya banyak jacket, kenapa tidak kamu gunakan?"

Aku menjawab malas pertanyaan itu, "Berkat seseorang, aku bangun kesiangan."

"Maaf, aku tidak ingin mengganggu."

Sekali lagi kata maaf keluar dari mulutnya aku akan memberi makan panda di kebun binatang, "Jadi bagaimana sekarang? Aku benar-benar kedinginan, Jeffyin." Ungkapku sambil memeluk lututku lebih kuat, membuat diriku terlihat begitu kedinginan.

"Akan aku siapkan air hangat untukmu." Ucapnya sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Tidak perlu." Kataku menghentikan langkah kakinya.

"Apa perlu aku belikan sesuatu yang hangat?" kali ini dia berjalan cepat menuju pintu keluar.

"Tidak bisakah kamu tetap disini?" kucoba lagi menghentikannya.

Dia berhenti sebentar untuk menatapku, "Ini hanya sebentar, aku akan segera kembali." Lalu kembali ingin pergi.

Aku segera bangkit dari duduk ku dan menghampiri Jeffyin, melingkarkan tanganku di lehernya, "Aku hanya ingin bersamamu, kenapa itu begitu sulit."

"Aku minta maaf." ucapnya lalu membenamkan wajahnya di pundak ku, Jeffyin menarik nafas begitu dalam, semakin membenamkan wajahnya. Jeffyin tetap diam di tempat nya, bahkan tidak memeluk ku.

"Apa ucapanku kurang jelas, aku benar-benar kedinginan, Mr. Traynor."

Dan saat itu juga Jeffyin memeluk ku begitu dalam, "Alasan yang kamu gunakan tidak cukup jelas untuk ku, maaf tidak bisa memahaminya lebih cepat."

Perlahan sebuah kecupan terasa di lekuk leherku, begitu pelan terasa di kulitku, lalu kecupan itu berubah menjadi hisapan, Jeffyin menghisap kulitku begitu kuat. Aku sungguh tak bisa menahan rasanya.

"Traynor, apa kau di dalam?" teriak seseorang di depan pintu.

Aku mencoba menjauhkan Jeffyin untuk membukakan pintunya namun Jeffyin menghiraukan ku.

"Traynor..." kali ini teriakan orang itu lebih kencang.

"Ada apa mengganggu ku malam-malam begini?" jawab Jeffyin, memberikan aku jeda untuk berfikir apa yang baru saja pria ini lakukan padaku.

"Apa kau baik-baik saja? Kau tidak mencoba bunuh diri kan?" ucap orang itu.

Aku dan Jeffyin saling menatap, "Untuk apa aku mencoba bunuh diri?" tanya Jeffyin.

Aku menarik tengkuk leher Jeffyin, mendekatkan bibir itu padaku, "Karena Aubrey membuangmu, aku tidak tahu, buka dulu pintunya, aku perlu memastikan." Orang di luar sana semakin khawatir.

"Oh Tuhan, kalian tahu kalian sangat mengganggu sekali?" Jeffyin menjawab begitu jengkel.

Aku menggigit pelan bibir bawah Jeffyin lalu menariknya perlahan, "Mengganggu mu dari percobaan bunuh diri?" sekali lagi pertanyaan dari orang di luar sana yang sungguh-sungguh membuatku terganggu.

Aku menarik Jeffyin lalu membenturkan diriku pada pintu karmarnya, "Dasar gila. Aku sedang bersama Rain." Jawabnya lalu menarik cukup kuat pinggangku.

"Jeffyin, jangan sampai Aubrey masuk rumah sakit karena kehabisan nafas, besok masih ada ujian, tahan dirimu." Itu adalah kalimat terakhir yang aku dengar dari Tom

Aku melepaskan ciumanku, menghirup udara, "Sepertinya aku yang akan kehabisan nafas." Ungkap Jeffyin menatapku tak habis pikir.

Aku melompat memeluk Jeffyin, melingkarkan kakiku pada tubuhnya, "Shut up," lalu kembali menghisap seluruh bibirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sincerely, RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang