Warn! Part ini nyentuh seribu kata lebih ;)) Vommentnya jangan lupa!
"Van sini!" panggil Icha.
Vanya pun segera menghampiri kelompok teman-temannya yang kemarin itu setelah melihat bahwa Icha lah yang memanggilnya.
Sekarang mereka sedang berkumpul di kantin sebelum bel masuk berbunyi. Vanya tahu apa yang mereka lakukan. Mereka akan membuat contekan yang akan dipakai nanti untuk PTS.
"Lu dah buat contekan?" tanya Citra.
"Harus?" Vanya masih takut membuatnya.
"Ya kalo lu gamau ngeblank nanti, ya harus lah" jawab Vina santai.
"Santai aja kali. Dah kek mau ngerampok aja lu" kata Adelva menanggapi.
"Dijamin ga bakal ketauan, ikutin aja cara kita" kata Icha meyakinkan
Vanya yang memang takut gagal, mengingat semua materi yang dia pelajari beberapa hari yang lalu. Jadi dia mulai ingin melakukan hal itu.Tadi pagi Vanya sudah belajar lagi sedikit, tapi dia takut dia akan ngeblank saat PTS nanti. Jadi Vanya memutuskan untuk ikut membuat saja tapi dia tidak berniat untuk menggunakannya jika memang Vanya sudah tahu apa jawabannya.
"Oke, gue juga buat" final Vanya.
Teman-temannya itu tersenyum.
Tapi dengan senyuman yang berbeda-beda.
Ada senyuman senang, jahil, dan Vanya bersumpah dia sempat melihat senyuman licik Icha sebelum dia menggantinya dengan sebuah senyuman tipis.
. . . .
. . .
. .
.PTS pun akhirnya dimulai.
Entah kenapa perasaan Vanya menjadi tidak enak dan gelisah. Padahal sejauh ini dia bisa menjawab semua soalnya tanpa melihat contekan. Dia melirik ke arah teman-temannya yang lain. Mereka terlihat santai sambil sesekali mencuri kesempatan untuk melihat contekan yang telah mereka buat.Sampai akhirnya Vanya terpaku pada soal yang tengah dibacanya. Vanya bersumpah dia pernah mempelajari bagian ini. Dia berusaha sebisa mungkin untuk mengingatnya tapi tak bisa. Akhirnya dia berniat untuk melihat sedikit dari contekan yang telah dibuatnya. Dia baru saja mengambil kertas itu saat,
"Pak! Saya melihat Vanya menyontek!" teriak Icha kencang yang membuat semua orang kini melihat ke Vanya.
Vanya hanya melihat Icha tajam seakan meminta penjelasan akan laporannya barusan. Sementara, Adelva dan Vina tersenyum miring.
Hanya Citra saja yang sepertinya sama bingungnya dengan Vanya.Rahang Vanya mengeras dan tangannya yang memegang kertas itu buru-buru memasukannya ke kantong. Tapi sepertinya gerakan tadi terlihat oleh sang pengawas. Guru pengawas itu berjalan ke arah meja Vanya. Sekarang semuanya menjelaskan rasa gelisah Vanya.
"Kertas apa itu Vanya?" tanya sang pengawas.
"Ini bukan apa-apa pak" jawab Vanya.
"Coba saya lihat kalau begitu"
"Eh, tidak perlu pak. Lebih baik kita lanjut saja PTS nya"
"Vanya Arletta, ikut saya sekarang ke ruang kepala sekolah"
Vanya terbelalak mendengar pernyataan itu. Dia tidak terima hanya dirinya yang diperlakukan seperti ini.
"Tapi pak, Icha juga membuat contekan!" Vanya berdiri dan menunjuk Icha.
"Kok lu nuduh gue sih Van?" tanya Icha pura-pura polos
Vanya bergerak ke meja Icha, dia memukul meja itu kencang dan berkata "Dasar ular!" "Contekannya lu simpen dimana hah?!" katanya lagi sambil mencoba mencari contekan Icha.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Colors ✔
Teen FictionPenerimaan, penghargaan, disukai dan dicintai banyak orang. Tentunya itu semua ingin dirasakan oleh semua orang.Tidak terkecuali oleh Vanya. Tapi ternyata cara mendapatkannya tidak semudah yang Vanya kira.Dia harus melalui banyak pengorbanan yang ba...