Chapter - 04

5.6K 771 36
                                    

"Hei, Mizuno. Kenapa kau membawa ku kemari?" Tanyamu agak ketus. Apa lagi ia membawamu kesebuah rumah. Kamu, kan, jadi takut, soalnya kamu masih polos. Tidak, bercanda. Kepolosanmu sudah terkikis oleh pelajaran sekolah, belum lagi mulut kotor teman-temanmu di sekolah dulu. Benar tidak? Tidak? Iyakan saja.

"Tentu saja menampungmu sebelum konflik utama mulai." Mendengar kalimat itu, darahmu rasanya mendidih. Menampung katanya? Hei, kamu bukan barang. Batinmu jengah.

"Hei, dari pada kau tidak ada kerjaan. Coba, deh, buat pernapasan. Itu akan membantu di masa depan nanti." Taro menatapmu, seperkian detik kemudian ia merekah senyum. "Supaya kau bisa menjadi tokoh utama yang aktif, tidak menjadi beban."

"Apa? Ulangi," katamu dingin. Taro bungkam, ia menatapmu takut, "t-tidak, hanya bercanda."

Kamu memutar bola matamu malas. Tiba-tiba kamu teringat sesuatu dan memutuskan bertanya. "Hei, kira-kira berapa tahun lagi Sabito dan Makomo mengikuti seleksi akhir?"

Taro menerjabkan matanya, kemudian memegang dagunya ; pose berpikir. "Hm, kira-kira 3 tahun lagi," ujarnya menerka.

"Baiklah, berikan aku bokken," katamu, dengan tatapan menuntut, sambil  mengadah satu tanganmu di depannya.

"Untuk apa bokken itu?" Tanya Taro menaikkan satu alisnya.

"Tentu saja berlatih, aku akan mengikuti seleksi akhir itu untuk menyelamatkan Sabito dan Makomo." Kamu menghela berat, "itu pun jika aku mampu."

"Kau pasti mampu." Dia tersenyum, "jangan pesimis (Name), kurasa kau bukan manusia yang mudah menyerah. Ah, iya, bokkenmu ada di depan, ambil saja."

Kamu mengangguk samar, pergi meninggalkan Taro begitu saja.

(Name)'s POV

Aku berlari kecil menuju ke depan. Aku berdesis melihat beberapa bokken di sudut, "apa benar-benar harus mempelajari itu? Aku tidak mau. Tapi, keadaan yang menyuruh ku," monolog ku.

Tampa berpikir panjang lagi, aku mengambil satu bokken itu dan menudingkannya ke tanah. "TIdak buruk. Sekarang, pernafasan apa yang harus ku buat?"

Aku menatap sang nabastala, "aku suka halu. Bagaimana dengan ilusi? Aku bisa meniru pernafasan orang lain, walau pun tidak 100% serangannya tidak seakurat yang asli. Aku ... bisa saja meniru pernafasan matahari, tapi ... itu tidak adil. Aku bukan bagian dari keluarga Kamado atau pun keturunan Tsugikuni."

"Ah." Kamu mengusak suraimu kasar, di sambung helaan berat. "Aku takut mati. Aku tidak ingin merasakan sakit yang sama dua kali." Lirihmu menatap kosong bokken di genggamanmu.

"Tentu saja kau bisa menggunakannya jika kau benar benar terpaksa."

Aku tersentak dan menoleh keasal suara itu, netraku terbelalak menatap figur di hadaanku. Aku menampar pipiku dan itu sakit berarti ini bukan mimpi.

"Dedemit!"

t.b.c

little sister, hashibira inosukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang