Chapter - 08

4.8K 729 134
                                    

"Ryo-chan, kau akan pulang kemana setelah ini?" Tanya Makomo menatapmu.

"Ah, itu," kamu menjeda sejenak perkataanmu. "Jika aku kembali ke rumah Taro, perjalanannya terlalu panjang, terlebih lagi letak rumah itu tidak menentu." Lamunmu, tapi Makomo segera menepuk pundakmu.

"Ryo?" Panggilnya pelan.

"A-aku tidak tau." Kamu mengusap pelan tengukmu, "aku tidak punya tujuan...."

Makomo mengangguk paham, "begitu ... ba--"

"Bagaimana jika kau ikut bersama kami?" Sahut Giyuu, entah kenapa, kamu bisa melihat sedikit kilat matanya yang tampak berbinar.

"Tentu, selama kalian bisa menerima ku," katamu, lalu mengukir senyum semanis mungkin.

***

"Kami pulang!" Seru ketiga bocah itu di depan rumah minimalis di hadapan kalian, kecuali dirimu yang hanya diam sembari menatap ketiganya.

"Selamat datang," jawab seorang pria paruh baya yang membuka-kan pintu.

"Urokodaki-sensei!" Tanpa di komando, ketiganya langsung berhambur di pelukan sang guru. Kamu tertegun, merasa terharu dengan pemandangan di hadapanmu. "Harmonisnya," batinmu.

"Syukurlah kalian selamat." Urokodaki membalas pelukan ketiga muridnya, kemudian netranya bergulir pada eksistensimu yang diam, padahal kamu ingin menangis karena terharu. "Hei, nak, tidak baik melamun. Siapa namamu?"

Kamu tersentak, kemudian membungkuk untuk memperkenalkan diri. "Nama ku ... Hashibira Ryo, mereka bertiga membawa ku kemari untuk bertamu."

"Baiklah, silakkan masuk, hari sudah hampir gelap." Ajak Urokodaki masuk kedalam rumahnya itu. Di ikuti kalian berempat di belakang.

***

15 hari berlalu sejak ujian itu di mulai. Di sinilah kamu berada, di atas dahan tak jauh dari rumah laki-laki paruh baya yang kelak akan membantu Tanjirou menjadi pemburu iblis. Tidak ada yang kamu lakukan selain menatap langit dengan mata telanjang, tak peduli lagi jika cahaya matahari itu bisa merusak retina mu.

Namun tiba-tiba sebuah tangan datang menutup kedua matamu. Kamu tersentak kaget dan segera menepis tangan itu, tapi kamu malah di buat lebih terkejut lagi ketika tau pemilik tangan itu adalah Sabito.

"Matamu bisa sakit, Ryo." Ia duduk di sebelah mu, "di saat-saat seperti ini, indera mu itu sangat penting dan kau nyaris membutuhkannya setiap menjalankan misi."

Kamu hanya diam menanggapinya, namun membenarkan pernyataannya dalam hati. "Tidak salah, sih."

"Oh, iya." Ia menatapmu, "omong-omong kau pengguna pernapasan ilusi, ya?"

Kamu terdiam sembari menerjabkan matamu sebanyak 2 kali. "Kau masih ingat? Padahal waktu itu aku hanya bergunam merapalkannya."

Sabito tertawa, "baru kali ini aku mendengar pernapasan ilusi. Kau membuatnya sendiri? Apa itu menguntungkan untukmu?"

"Hm, begitulah." Kamu memeluk lututmu, lalu menerawang deretan semut di bawah pohon. "Aku bisa meniru pernapasan seseorang, tapi itu memberikan efek samping untuk penggunanya."

"Apa itu?"

"Mentalmu." Kamu beralih menenggelamkan wajah di antara lipatan tangan. "Ia akan di kikis oleh tekanan dari pernapasan itu. Kau tau? Daya tahan setiap orang itu berbeda, karena itu juga setiap pernapasan memiliki perbedaan dan tergantung bagaimana kau menggunakannya."

"Ryo-chan! Sabito-nii! Penempa pedangnya sudah datang!" Teriak Makomo memanggil kalian berdua. Tanpa sepatah kata pun, kamu turun dari atas pohon, tidak menyadari reaksi Sabito yang tampaknya ingin membicarakan sesuatu, namun urung karena melihatmu yang tampak tak bersemangat.

"Apa kau anak kecil yang aku buatkan katana itu?" Tanya sang penempa menatapmu penuh selidik. Kamu terdiam sejenak, lalu memperhatikan penampilanmu dari atas sampai bawah, "apa aku terlihat seperti anak kecil?"

Giyuu menahan tawanya mendengar nada bicaramu yang datar, namun terdengar kesal. Sementara kamu membulatkan mata tak percaya. Si tidak punya teman itu bisa tertawa?

"Ini katana mu, silakan di buka." Penempa itu menyodorkan katananya di hadapanmu. Dengan segera kamu mengambilnya dan membukanya perlahan. Warnanya di dominasi oleh warna ungu muda dan abu-abu, membuat seisi ruangan bertanya-tanya. Pertanda apa ini?

Kamu merasa bodo amat, selama ini bisa di gunakan untuk menebas iblis sialan itu, tak masalah. Kamu segera memasukan katana itu kedalam sarungnya, bertepatan dengan gagakmu yang tiba-tiba datang.

"Markas pusat, kwak! Markas pusat memanggil Hasibira Ryo, kwak!" Teriaknya tepat di samping telingamu.

Kamu mengumpat serapah dalam diammu, lalu mengusir gagak itu agar tidak bertenger sembarangan di atas bahumu. "Berisik, aku dengar kok. Aku akan ganti baju dulu."

"Kira-kira kenapa aku di panggil?"

***

"Inosuke ... aku penasaran akan kabar laki-laki itu," batinmu sembari mengingat-ingat kejadian waktu lalu. Tanpa sadar bahwa kini kaki mu sudah menginjakkan diri di markas pemburu iblis. Kamu lebih terkejut ketika mendapati kakushi di sana menyambut kehadiranmu.

Tampak seolah-olah sudah menanti.

"Ryo-sama, tolong ikuti saya," ucap salah satu kakushi padamu. Kamu hanya mengangguk dan mengikuti dari belakang. Setibanya di tempat, kamu menatap heran eksistensi Shinobu yang tampak merenung menatap sang nabastala.

Kamu meneguk kasar savilamu, mengingat beberapa tahun belakang kakaknya; Kocho Kanae, mati karena harus melindungimu. Mungkin.

"Ano ... permisi..?"

Shinobu menoleh, ia sedikit tersenyum samar menatapmu. "Hashibira Ryo?"

Kamu mengangguk ragu, "ya, itu aku. Apa kau yang memanggil ku kemari?"

"Sebenarnya ini permintaan kakak ku beberapa tahun lalu, tapi selama itu aku kesulitan menemukanmu." Ia menatapmu teduh, "tapi akhirnya aku tahu, kalau kau mengikuti seleksi akhir."

"Jadi, apa yang mau kau katakan pada ku?" Tanyamu to the point. Kamu ingin segera pergi dari tempat ini.

Di luar dugaanmu, Shinobu berdiri, ia menghampiri eksistensimu dan menarikmu kedalam dekapannya. "Dia ingin aku menjaga anak yang ia selamatkan beberapa tahun lalu." Sesaat, kamu bisa merasakan bahumu basah. Shinobu, ia menangis.

"Dia ... rapuh, tidak seperti yang ku lihat di dalam layar." Batinmu, menaruh simpati pada gadis itu.

"Dimana kakakmu?"

"Aku mendorongnya ke jurang karena terdesak. Dia itu sudah konyol, maka aku tak boleh membiarkannya mati konyol."



t.b.c

little sister, hashibira inosukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang