6. Pray
Mereka tiba di sebuah cafe bernama Cafe Procope, cafe itu adalah salah satu gerai kopi paling tua di Perancis yang masih berjaya hingga sekarang. Cafe itu didirikan oleh seorang chef bernama Francesco Procopio Dei Coltelli pada tahun 1688. Di tengah banyaknya gerai kopi baru yang menghadirkan berbagai kopi dengan varian baru, cafe ini tetap mempertahankan keaslian kopi buatannya. Interiornya pun juga masih sangat klasik tetapi suasana klasik itu justru membuat daya tarik sendiri. Selain berbagai kopi berkualitas seperti Lavazza Espresso, Cappucino, Irish Coffee yang dijajakan, ada juga berbagai menu khas Prancis seperti as coq au vin, escargots, tartare du boeuf and crème brûlée.
"Ini gerai kopi tertua di sini," ujar Violeta memberi tahu Leonel.
Leonel mengamati suasana cafe yang tampak ramai dan interior yang klasik. "Menarik," katanya. "Kau sering ke sini?"
"Tidak juga," jawab Violeta. "Hanya beberapa kali... dulu."
Leonel mengangguk-anggukkan kepalanya, ia meraih buku menu yang tersedia di atas meja.
"Apa yang ingin kau pesan?" tanya Violeta.
Leonel mulai membolak-balik dan mengamati tulisan di buku menu yang ada di tangannya. "Aku ingin kopi biasa," jawabnya setelah berpikir beberapa detik.
"Baiklah, apa kau ingin makan sesuatu?"
"Dua Creame Brulle," jawab Leonel cepat.
"Kau lapar?"
"Kau yang makan, kulihat kau semakin kurus."
Bibir Violeta mengerucut. "Aku tidak kurus, hanya langsing."
Leonel tertawa geli. "Menurutku kurus," ujarnya dengan nada menggoda.
Tidak menghiraukan ucapan Leonel, Violeta memanggil pelayan, tidak menunggu lama seorang pelayan dengan cekatan menghampiri mereka dan Violeta berbicara menggunakan bahasa Perancis untuk memesan kopi.
Diam-diam Leonel mengamati Violeta yang sedang berbicara dengan cara yang sangat sopan kepada pelayan, cara violet berbicara, cara Violeta mengedipkan matanya. Leonel mengamati baik-baik setiap gerakan Violeta yang tampak begitu anggun dan cantik. Perasaannya mulai tidak menentu, ada sedikit perasaan ingin melindungi gadis itu, ada perasaan lembut setiap menatap sepasang mata berwarna hijau agak gelap milik Violeta.
"Sepertinya hari ini aku ingin berkeliling kota Paris," ujar Leonel saat pelayan telah menjauh.
Violeta tersenyum tipis. "Baiklah, aku akan menjadi pemandumu," katanya bersemangat.
Leonel tersenyum, seakan ia puas karena Violeta tampak antusias dan tidak lagi bersikap murung seperti saat di pemakaman tadi. "Aku ingin ke Montmartre," ujarnya.
"Baiklah, itu cocok untukmu." Violeta tersenyum, ia menggeser sikunya yang berada di atas meja karena pelayan datang membawakan pesanan mereka.
"Ini kopi Anda, Mademoselle," kata pelayan itu dengan ramah.
"Merci," ucap Violeta kepada pelayan.
Leonel mengernyit, ia sedikit mengerti bahasa Perancis karena ia telah berulang kali mengunjungi kota ini untuk beberapa urusan. Orang-orang di Perancis jarang yang menggunakan bahasa Inggris dan para turis biasanya harus berusaha mengerti dengan bahasa Perancis karena orang-orang Perancis jarang yang mau peduli dengan bahasa yang bukan merupakan bahasa mereka. Banyak orang yang mengatakan jika orang-orang Perancis terlalu sombong dan tidak peduli kepada orang lain.
"Aku akan mengajarimu bahasa Perancis," ujar Violeta sambil tersenyum manis.
"Tidak perlu, aku tidak tertarik." Leonel menarik cangkir kopinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Bankrupt Billionaire
Romansa⚠️⚠️ Mature Content! Sesuaikan dengan usia kalian! Kebangkrutannya membawa berkah, seorang gadis cantik meminta tolong kepadanya untuk bersandiwara menjadi suaminya demi memenuhi ambisinya. Bukan karena gadis itu menjanjikan akan menolong kesulitann...