Twenty one - Till I Die

203 23 1
                                    

VOTE SEBELUM BACA.

***

Pagi yang cerah dengan udara yang berbeda, Qeyna masih menikmati kota yang mulai beraktivitas dari balik jendela kamarnya. Minuman hangat di genggamannya mulai habis, Qeyna menyimpan cangkir putih itu di atas meja.

"Qey, mau sekarang?"

"Iya, baru aja aku mau ke kamar kamu."

"Yuk," ajak Alex mengulurkan tangan seraya tersenyum, Qeyna menyambutnya dengan senyum yang sama."

Qeyna dan Alex berniat membeli bahan makanan, meski sebenarnya Qeyna tidak terlalu bisa memasak dari bahan-bahan yang ada disini.

"Tenang aja, Qey, saya bisa masak," katanya ketika langkah mereka baru saja keluar dari pintu apartemen.

Mereka melangkah bersisian, menyusuri gedung-gedung tinggi khas bangunan lama. Tangan mereka masih saling menggenggam, mungkin dalam diamnya orang-orang yang berpapasan dengan mereka akan mengira Alex dan Qeyna adalah pasangan yang paling bahagia di dunia. Meski sebetulnya, mereka sedang melawan banyak hal termasuk jalan hidup mereka sendiri.

"Setauku, Milan dijuluki city of water. Tapi dari tadi aku belum lihat ada perairan diantara bangunan gitu."

"Dulu iya, sekarang perairan yang tersisa cuma Naviglio Grande."

"Jauh dari sini?"

"Nggak terlalu. Kamu mau kesana?"

"Aku lebih pengen ke Duomo, ngasih makan merpati."

"Boleh. Setelah makan kita kesana."

"Beneran?"

"Iya. Lalu kita ke Galleria Vittorio Emanuele II, cuma untuk jalan-jalan di dancing bull mosaic. Kamu tau mitos ukiran di lantai itu?"

"Tau, katanya membawa keberuntungan. Terlalu banyak mitos kaya gitu, kenapa ya?"

"Menarik turis."

"Berarti kamu juga tertarik dong."

"Beruntung atau nggak, itu nggak terlalu penting buat aku, Qey."

"Terus ngapain kesana?"

"Yang penting itu aku kesana sama kamu."

Qeyna tertawa. "Maaf Pak Alexio, anda tidak pantas menjadi penggoda."

Mereka Tertawa, membiarkan pasang mata menatap kagum pada mereka. Biarkan hari ini milik mereka, biarkan bahagia menyelimuti mereka dari dinginnya udara pagi.

***

Qeyna tersenyum lebar menatap bangunan katedral tua berusia ratusan tahun di hadapannya itu, burung merpati berterbangan menjauhi langkah kaki Qeyna. Alex membiarkan perempuan itu berjalan di depannya, meski kemudian Ia menggenggam lengan Qeyna lalu memotret perempuan itu dari belakang.

 Alex membiarkan perempuan itu berjalan di depannya, meski kemudian Ia menggenggam lengan Qeyna lalu memotret perempuan itu dari belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Everything I NeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang