CHAPTER 43

339 27 0
                                    

Maaf dua minggu ini hilang, jangan lupa vote ya sebelum membaca:)

________

Bukan Benaya namanya jika membiarkan orang yang telah menyakiti kekasihnya masih tinggal dibumi.

Demi Kinara Benaya rela mendapat tamparan dua kali, ya, kini kisahnya hanya bertahan kurang dari 72 jam. Dia tidak peduli, meski harus berpisah atau setidaknya penyelesaian itu memang serius ditujukan kepadanya, tidak apa-apa.

Kata selesai sudah menjadi keputusan yang Kinara buat. Benaya harus memilih salah satu, antara harus siap kehilangan kebahagiaannya atau melenyapkan sumber kesedihan kekasihnya.

Benaya masih bisa menjaga Kinara meski sudah beberapa kali dia meminta Kinara menjadi pacar dan tiga hari yang lalu Kinara berkata iya. Namun akhirnya pupus, 72 jam bahkan bukan waktu yang cukup untuk membahagiakan gadis penyuka strawberry.

Benaya bisa pergi, Benaya tidak akan khawatir lagi Kinara ada apa-apa. Ada banyak manusia yang siap menjaga, tidak harus dia.

"YASUDAH! BUNUH SAJA DIA SAMPAI MATI, BIAR GUE NGGAK PERLU NYINGKIRIN LO DARI MUKA BUMI. POLISI BAKAL CARI LO BENA! "

" LO ITU BUKAN TUHAN! "

" LO NGGAK BISA MENGADILI BARRA! "

Nyawa Barra sudah ada di genggaman, jangan tanya mengapa tidak ada manusia yang mau membantunya. Benaya pandai menggiring musuh ke kandang, ke tempat yang lebih sunyi dan dirasa aman.

Argh!

Padahal tinggal satu langkah lagi, Benaya malah tidak melanjutkannya. Dia justru menarik Kinara kedalam pelukan dan seperti yang Kinara dengar Benaya menyesal, tanpa peduli Kinara melepaskan pelukan hangat yang sudah tidak sehangat dulu.

Rasanya 2 hari yang lalu seperti lama sekali, seperti sudah bertahun-tahun pacaran. Seperti sudah lama menjalin hubungan meski memang sebetulnya tidak ada apa-apa di antara mereka.

"Kita sudah selesai. "

"Gue gak jadi bunuh dia, Ra."

"Tapi kita sudah selesai! "

Genggaman tangan yang sejak tadi masih menyatu kini terlepas meninggalkan kehangatannya. Kinara berlari sejauh mungkin, ia membiarkan airmata membawanya ke kesedihan yang lebih dalam lagi.

Butuh waktu lama untuk sampai ke rumah sakit, Kinara sudah menemukan tempat dimana papinya dirawat.

"Gak perlu lari Ra, lo cuma perlu angkat telepon dan kita kesana sama-sama. "

Kinara menatap kakaknya, air mata nya sejak tadi tidak mau berhenti. Dua kesedihan yang tak ingin ia genggam kini datang dalam waktu bersamaan.

Laju mobil yang Kinara tumpangi perlahan berhenti, masih di pinggir jalan, ia menatap kakaknya lagi seperti bertanya ada apa.

"Mau peluk? " tawar Sheya.

Sheya tahu betul adiknya membutuhkan pelukan. Saat sudah seperti ini keadaan perlu menjelaskan bahwa tidak akan menjadi lebih baik kalau Kinara tidak tahu. Harusnya dari awal biarkan saja Kinara membantu merawat papinya. Lagipula keduanya saling membutuhkan.

"Gimana? Sudah baikan? " tanya Sheya saat dirasa pelukan itu mulai mengendur.

"Masih sedih hiks..." isaknya lagi.

Sheya kembali memberikan pelukannya, membiarkan sekali lagi pundaknya di pinjam oleh  satu-satunya adik yang ia sayangi.

"Gimana kondisi papi kak? " tanya Kinara dalam pelukan Sheya.

BENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang