tentang dua insan yang dipertemukan
untuk menjalin pertemananKuakui, hadirnya ia dalam hidupku adalah sebuah anugerah. Keajaiban yang benar benar diluar logika manusia. Ia berhasil menjadi obat penenangku disaat aku memberontak hebat. Suara lembutnya mampu membuatku luluh seketika. Kalimat bijaknya sukses membuatku berpikir sebelum bertindak. Walau pada dasarnya, diriku yang bekerja, pribadiku yang mengaturnya, tapi tanpanya, aku tak yakin masih kuat.
Dan kubuat pengakuan bahwa sosoknya benar benar kubutuhkan. Seorang gadis biasa dengan penampilan sederhana. Yang benar benar nampak sama seperti remaja seusianya. Yang tetap sibuk menghadapi kisah asmara masa SMA. Dan pada titiknya, senyumnya mampu menghancurkan hatiku. Kisahku dengannya yang sebatas teman menjadi sahabat. Yang janjinya akan selalu bersama walau kalimat itu cukup terucap di dunia yang fana.
Jika ada yang menyakitinya, ku berikan jaminan bahwa orang itu akan habis ditanganku. Tapi jikalau orang itu aku, maka kuyakin dunia serentak menyalahkanku. Untuk ekskul jurnalistik, terimakasih ya. Bisa jadi aku dengannya mustahil untuk saling kenal tanpamu.
Banyak cerita yang dirangkai dalam ribuan kata. Dengan konflik dan alur yang berbeda beda. Manusia biasa sepertiku rasanya gak mungkin bisa bertahan dengan semua konflik berat yang harus kuhadapi. Kalau kisah Cinderella berakhir bahagia, apakah mungkin aku juga? Gak yakin sih. Tapi belum tahu, karena hadirnya berhasil terangkan kembali pandanganku yang redup. Untuk Nana, terimakasih ya. Mestinya, aku buat lagu beserta tariannya buat kamu. Atau kubuat liriknya yang mendeskripsikan keseluruhan fisikmu. Atau opsi lainnya, kubuat film dokumenter untuk menggambarkan ketulusanmu. Tapi, sudahlah. Kamu kan tahu aku gak sekeren itu. Hebatnya, kamu mampu bertahan di sampingku. Gadis lemah yang kuyakin kamu bosan dengan segala keluhanku.
apa pun yang membuat aku sedih, pasti akan lenyap seketika. Saat ada dia. Aku dengan keluarga yang sekacau itu, mesti berhadapan dengan banyak konflik yang gak ringan. Dua manusia penuh hormat yang tak lain adalah orangtua, berpisah di usiaku yang masih amat belia. saat diriku masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat pemikiranku sama sekali belum matang. Saat perhatian mereka masih sangat kubutuhkan. dan keduanya saling meninggalkan.
"AVIRA ACHA AISY!"
Aku terperanjat. Sesegera mungkin menoleh ke sumber suara. Dan ini biangnya.
"Cha, u okay? daritadi aku panggil kok enggak nyaut" omel Naa, si pemilik suara yang tadi memekakkan telinga. Membuyarkan lamunan panjangku.
"kaget na.."
"Makanya jangan bengong Cha.."
"Pasti lagi mikirin aku ya?" alisnya dinaik turunkan. Haha, lucu.
"Pede gitu?"
"Alah, gausa ngelak"
"Berisik"
"Yaudah aku pergi dulu"
"Ya"
sedetik, aku masih diam. Detik kedua, aku kewalahan, menggapai jemari milik Naa.
"Ngapain?" tanyanya heran.
"Kamu mau kemana?"
"Hah?"
"Kamu mau pergi kemana? Kok gak pamit?"
Gadis itu, menempelkan punggung tangannya ke keningku. Membuat keningku otomatis mengerut.
"Lo kayanya agak kurang sehat deh Cha, jadi aneh gini" ucapnya sok serius.
"Hah?"
"Ya aneh sih. Katanya tadi nitip nutrisari jambu ke Bu Sri? ya ini mau gue ambil"
Ah iya, lupa.
"Sumpah deh, aneh banget lo. udahlah mau ambil minuman dulu"
Ia melenggang. Berjalan ke angkringan. Meninggalkan aku yang terpaku.
Hembusan angin menerpa wajahku. Aku duduk di bangku bambu. Sembari menunggu Naa kembali dari sana, aku bersenandung pelan. Rasanya, aku ingin kembali berimajinasi. Tapi takut tertangkap basah seperti tadi.
"Hahah" aku tertawa kecil. Entah mentertawakan apa. Karena itu terjadi secara tiba tiba.
***
haii- terimakasih sudah membacaa semoga sukaa ikuti cerita Chaca terus yaaa! btw, salam kenal!
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDARANKU
Teen Fiction"Manusia tak luput dari kesalahan, sahabat juga tak luput dari perbedaan. Semua tak harus sama. Yang harus adalah mengerti" Tuhan, aku tak mau menyia nyiakan gadis cantik yang mau memahami diriku ini. Namun aku takut jika suatu saat aku melukainya...