Bab 5

28 5 0
                                    

Vito berjalan kearah parkiran untuk mengambil motornya. Kini ia tidak memarkinnya di rumah Anton.

Pandangannya terpaku pada gadis yang sedari pagi begitu ia hindari.

Sebenarnya Vito ingin berpura-pura tidak melihat dan ingin langsung pulang. Tapi melihat Letta yang sepertinya kesusahan membuatnya tidak tega. Berulangkali cewek itu mengecek ban motornya, sepertinya ada masalah.

"Bocor itu kayaknya," Vito jongkok dan mengecek ban Motor Letta.

Dari ekor matanya ia bisa melihat Letta terkejut akan kedatangannya.

Letta mengerucutkan bibirnya yang membuat Vito gemas melihatnya, "Kok bisa bocor sih, tadi pagi gapapa."

Vito tak menanggapi, Letta pun tidak mengeluarkan suara lagi. Kondisi yang amat awkward. Parkiran yang mulai sepi menambah kesunyian diantara mereka.

"Kenapa?" Letta mulai membuka suara.

Vito menatapnya kebingungan, "Kenapa apanya?"

"Lo beda dari semalem. Kenapa sih To? Gue ada buat salah?"

"Enggak, gue cuma-"

Vito menggantungkan kalimatnya membuat Letta berspekulasi sendiri tentang perubahan Vito sejak semalam.

"Gue ngebosenin ya To? Nyesel ya deket sama gue." Vito beranjak berdiri, kini posisi keduanya saling berhadapan, "Selama tujuhbelas tahun ini gue baru pertama deket sama cowok yang emang niat pdkt-in gue."

Mereka sama-sama tak berani untuk saling menatap, "Gue belum bosen Let dan mungkin ga pernah bosen. Sori kalau sikap gue bikin Lo salah paham."

"Apa semua gamers kayak gini ya? Lo yang dapet julukan pro-player apa juga akan mainin hati gue kayak lo main game."

Vito memegang erat tangan Letta, bisa dirasakannya tangan gadis itu sedikit bergetar. Vito memegang pundak Letta memaksa agar Letta menatapnya.

"Gue emang habat dalam game. Tapi gue payah dalam urusan hati Let. Gue gaada niat buat mainin Lo."

Letta menggigit bibir dalamnya, detak jantungnya berdetak lebih kencang.

Tangan kiri Vito terlepas dari pundak Letta tapi tangan kanannya tetap memegang erat tangan Letta.

Dengan tangan kirinya ia lihai mengambil handphone dalam saku celana dan mulai mengetikkan seusuatu disana.

Tangan Letta yang Vito genggam sudah basah karena keringat, degup jantungnya sama sekali tidak mereda.

Vito yang sudah selesai dengan urusannya kembali menatap Letta yang menampikkan muka ketar ketir. Sadar dirinya ditatap begitu intens oleh Vito, dengan segera Letta melepas genggaman tangan mereka.

Vito terkekeh pelan melihat Letta mengusap tangan basahnya dengan rok yang gadis itu kenakan. Tingkah Letta begitu menggemaskan dimata Vito.

"Ali bakal kesini bantuin bawa motor lo ke bengkel."

Vito menuntun Letta menuju motornya, "Terus kita mau kemana?"

"Makan dulu yuk, bakso mau nggak?"

Letta mengangguk pelan, sesaat akan menaiki motor Vito ia mulai tersadar, "Eh terus kalau kak Ali kesini gimana?"

"Ali masih nganterin katering, motor taruh sini aman-aman aja. Masih banyak anak ekskul belum pulang."

Dapat dilihat anak ekskul karate sedang berlatih di lapangan. Walau tadi mereka sudah menerima penghargaan atas prestasi yang mereka raih tak ayal membuat mereka berhenti berlatih.

Arletta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang