"Jangan beli itu," ujar Vito melarang saat Letta ingin membeli harum manis, "lo udah manis soalnya."
Sekarang mereka sedang CFD, Vito bangun terlalu siang, terlalu panas untuk jalan-jalan. Akhirnya mereka memilih untuk duduk-duduk santai, beranjak saat ingin membeli sesuatu.
"Tapi gue pengen beli yang manis-manis."
Vito mengansurkan botol le minerale yang sudah ia buka. Letta bingung, ia tidak haus kenapa Vito memberinya air minum.
"Ini aja kan katanya kalau diminum ada manis-manisnya."
Letta memberengut kesal sedangkan Vito terkikik geli melihat wajah cemberut Letta, "bentar gue beliin," Vito beranjak pergi untuk membelikan yang Letta mau.
Saat Vito sampai wajah Letta kembali cemberut karena pesanannya tidak sesuai, "ini rambut nenek, lebih enak."
"Rambut nenek lo?"
"Nenek gue udah meninggal, awas lo Let nanti digentayangin sama rambut nenek gue."
"Ih! Enggak ya," Letta memukul lengan Vito kesal.
Letta menginginkan harum manis yang berwarna pink, penyajiannya dengan digulung pada sebatang lidi. Tapi Vito datang dengan membawakan hal yang hampr mirip, 'rambut nenek' katanya, dikemas dalam gelas plastik, Vito membawakan tiga dengan warna yang berbeda.
Letta mulai memakannya, lalu ia menoleh pada Vito, "lo nggak mau?"
Vito menggeleng, "buat lo semua."
"Nanti giginya sakit baru tau rasa," Vito memberinya tiga bungkus sekaligus tapi juga menyupahi Letta.
"Nggak, gue rajin sikat gigi," Letta memang tak pernah mau kalah.
Mata Vito tidak lepas memperhatikan Letta, memperhatikan setiap tangan Letta menyuapkan rambut nenek pada mulut gadis itu, memperhatikan setiap lekuk indah ciptaan tuhan.
Letta yang sadar sedari tadi mata Vito tak lepas memperhatikannya, ia mulai merasa risih, "kenapa sih To? Ada yang salah ya di muka gue?"
"Enggak, lo cantik," pipi Letta bersemu merah.
Walau sekarang hubungan mereka baik-baik saja, tapi Letta masih menyimpan rasa bersalah pernah menolak cowok di sebelahnya ini.
"Bener kata Gavin lo emang cewek yang layak gue perjuangin Let. Bantu gue untuk merealisasikan perjuangan gue ya," ada binar harapan dalam sorot mata Vito.
"Emang gue lagi dijajah pakek diperjuangin segela," ujar Letta disertai kekehan.
Vito mengangguk mantap, "iya, lo lagi dijajah. Sama perasaan lo sendiri yang nggak tau buat siapa. Kalau lo udah nerima gue artinya lo udah merdeka."
Letta tertawa mendengar penuturan Vito, ada-ada saja pikirnya.
**
Letta berniat untuk meminta maaf kepada Ali, didiamkan selama beberapa hari oleh cowok itu sungguh menyiksa. Vito saja yang menjadi subjek perkara pertikaian anatara dirinya dan Ali sudah mencoba berdamai. Bhakan Vito tidak sekali memakinya seperti Ali, kenapa kakaknya ini masih ngambek dengan Letta.
Saat ingin beranjak menuju kamar Ali, mama Ali memanggil. Sejak pertikaiannya memang Letta jadi jarang main kesini, saat Letta disini pun Ali akan berdiam diri di kamar tidak menampakkan diri.
"Kenapa Ma?" Letta menghampiri mama Ali di halaman depan, sapu lidi terulur padanya.
"Tolong gantiin nyapu ya."
Letta mengangguk patuh, ia tidak bisa membantah. Berharap Ali tidak ada rencana untu pergi keluar sehingga ia bisa merealisasikan rencana minta maafnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arletta [END]
Teen Fiction• END • PART LENGKAP Baca aja dulu, kalau suka jangan lupa masukin library😉. Oh iya, vote & komennya jangan ketinggalan 🤭 Arletta, seorang gadis yang cukup berprestasi di bidang akademik maupun non-akademik. Ia sangat terampil dalam bidang menyany...