Kian lama kedekatan Vito dan Letta semakin terlihat jelas. Dulu yang sembunyi-sembunyi dan tidak mau mengungkap kedekatan mereka sekarang menunjukkan dengan terang-terangan, mulai Vito yang ke kelas Letta ataupun sebaliknya, Vito beberapa kali menemani Letta live music, cara mereka berkomunikasi pun berbeda, dulu yang hanya sebatas chat atau telfon sekarang naik tingkat video call. Letta akan menemani Vito main game sampai ia tertidur atau sampai sambungan panggilannya terputus.
Vito yang sabar menemani Letta dengan dunia sibuknya, Letta juga sabar menemani Vito dalam dunia game-nya. Mereka belum pernah menuntut untuk saling memahami, tapi mulai belajar saling memahami satu sama lain.
Banyak yang bilang mereka cukup serasi, pasangan yang memiliki hobi berbeda namun bisa saling memahami, pasangan yang tidak saling memaksakan ego masing-masing.
Namun kemajuan kedekatan mereka hanyalah sekedar kedekatan tanpa sebuah kejelasan yang pasti. Belum mampu mendeskripsikan jenis hubungan seperti apa yang sedang mereka jalani. Keduanya belum berani mengambil keputusan selangkah lebih maju.
*
"On bisa minggir sebentar nggak," Oon seolah menulikan pendengarannya dan tetap menggunakan paha Letta sebagai bantalan, "On gue lagi nugas, minggir bentar."
Biasanya Letta tidak akan keberatan, tapi kali ini ia amat sangat keberatan. Pasalnya ia sedang niat-niatnya mengerjakan tugas dengan laptop dipangkuannya dan dengan seenaknya Oon malah berbaring—menggunakan paha Letta sebagai bantal, berebut tempat dengan laptop dipangkuan Letta.
"On! Minggir bentar!" Letta mulai naik pitam.
"Biasanya lo nggak pernah marah," Oon dengan keras keplanya tidak menghiraukan peringatan Letta.
"On minggir bentar, kasian Letta kesusahan itu."
"Ck!" Oon berdecak kesal kemudian disusul menggerutu tidak jelas. Mungkin sisi manjanya sedang kumat, Ali yang mencoba memperingatinya juga sama sekali tidak ia gubris.
Letta memilih mengalah, ia bisa mengerjakan tugasnya nanti malam sebelum tidur atau esok pagi, ia menyingkirkan laptop dan membenarkan posisi kepala Oon agar lebih nyaman.
"Gini kan enak," Letta mendengus.
"Kalau bukan temen males banget nurutin sifat manja lo."
Seperti biasa, rumah Ali menjadi sarang perkumpulan mereka. Hari libur tidak ada kegiatan menyanyi maupun syuting mereka manfaatkan sebaik mungkin.
Letta mengelus pelan kepala Oon, dapat dirasakannya rambut Oon yang semakin panjang, poninya hampir menutupi mata, "Cukur rambut sana."
"Enggak ah, ganteng gini disuruh cukur."
Letta menoyor kepala Oon, "kena razia rambut baru tau rasa lo."
"Tuan dan nyonya hidangan sudah siap. Selamat menikmati," Thoriq yang baru saja berkutat dalam dapur, keluar dengan gaya-nya seolah seorang koki. Hari ini ia sedang bebaik hati memasakkan teman-temannya, nasi goreng-tetap menjadi menu andalan dan favorit Letta.
"Makasih Riq," ujar Letta, ia memukul tangan Ali dan Oon yang akan mengambil piring berisi nasi goreng, "bilang makasih dulu!"
"Makasih chef Thoriiqqq."
Keempat sekawan itu menyantap makanannya dengan tenang, pada suapan keempat Letta mulai mengadu, "kok pedes."
Letta dengan ketidaksukaannya dengan makanan pedas, perutnya akan sakit jika memakan makanan pedas terlalu banyak. Thoriq yang menyadari kesalahannya buru-buru berlari mengambil segelas air putih, "maaf, kirain tadi nggak terlalu pedes."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arletta [END]
Teen Fiction• END • PART LENGKAP Baca aja dulu, kalau suka jangan lupa masukin library😉. Oh iya, vote & komennya jangan ketinggalan 🤭 Arletta, seorang gadis yang cukup berprestasi di bidang akademik maupun non-akademik. Ia sangat terampil dalam bidang menyany...