Bab 14

12 3 0
                                    

Vito mendesah kesal, ia merutuki kebodohannya tadi sore. Entah keberanian darimana membuat ia yakin menembak Letta. Sikap yang diberikan gadis itu selama ini, yang selalu menerima keberadaan Vito dan penuturan Ali menambah keberanian Vito.

Sebelumnya ia sudah pernah memprediksi bahwa Letta akan menolaknya, tapi ia tidak tahu bahwa rasanya akan sesakit ini.

Memang salah Vito menggantungkan harapan yang amat besar kepada Letta. Memang dari awal, ia tidak pantas bersanding dengan Letta. Ia kecewa pada Letta, ia begitu kesal pada gadis itu, tapi hatinya masih mengkhawatirkan Letta, khawatir karena ia meninggalkan Letta begitu saja di parkiran sekolah, khawatir jika Letta merasa tidak enak karena telah menolaknya.

Vito mengambil handphone, mengetikan sebuah pesan kepada Letta.

'Let maaf, yang tadi nggak usah dipikirin ya.'

Pesan itu ia hapus, tidak jadi ia kirim, jarinya ragu untuk memencet tombol send.

Malam ini ia tidak ingin diganggu oleh siapaun, ingin segera membaringkan tubuhnya dan kembali beraktifitas esok hari.

Tapi rencana hanyalah sebuah rencana, ketukan pintu rumahnya membuat ia bangkit melihat siapa yang berani mengganggu kegalauannya. Gadis kecil menyebalkan berdiri di depan pintu dengan senyum manisnya. Gadis itu segera menyerobot masuk rumah Vito, sebelum cowok itu mengambil ancang-ancang menutup pintu rumahnya.

"Kak Vito hari ini jadwalnya ngajarin aku."

"Gue nggak bisa hari ini," Vito harus ekstra sabar menghadapi cewek di depannya. Raga dan pikirannya sudah lelah, jangan sampai emosinya tersulut juga.

"Tapi kak Vito udah janji."

Vito memicingkan matanya, "kapan gue pernah buat janji?"

Sasha mengabaikan pertanyaan Vito, gadis itu malah beranjak mengambil minum. Jika dibiarkan terlalu lama, gadis itu akan semakin melunjak, "pergi lo dari rumah gue," usir Vito.

"Nggak mau! Aku maunya main game sama Kak Vito."

Vito mengela nafas kasar, kenapa ia harus bertemu cewek yang keras seperti Sasha, terlebih lagi cewek itu terus mengintilinya, seperti hari minggu kemarin setelah pulang latihan, dengan tidak tahu malunya Sasha meminta Vito untuk mentraktirnya di MCD. Sebenarnya Vito tidak pergi berdua dengan Sasha, ada Romi yang ikut bersama mereka, tapi cowok itu memilih untuk mencari tempat duduk dan tidak ikut mengantri pesanan.

"Sha pliss gue lagi capek, banyak pikiran. Lo pulang ya."

Vito mendudukkan dirinya di sofa, Sasha mulai menghampirinya, "kak Vito kenapa?"

Vito menggeleng, "lo pulang ya, gue nggak mood main game."

Sasha menggeleng keras, "nggak mau pulang, gapapa nggak main game. Sasha mau nemenin kak Vito yang lagi galau."

Vito berdecak kesal, dengan adanya Sasha disini malah menambah beban pikirannya. Vito hanya tidak ingin diganggu, ia ingin memiliki waktu sendiri untuk menenangkan hati dan pikirannya.

"Kak Vito lagi marah? Marah aja kak gapapa, aku bisa kok jadi pelampiasannya kak Vito."

Kening Vito berkerut heran, ia tidak paham dengan maksud Sasha.

"Cowok kan kalau lagi marah sering pakek kekerasn, kayak papa aku. Aku udah biasa kok jadi sasaran papa kalau lagi marah," Sasha menjulurkan kedua tangannya ke depan Vito. Ia siap menampung kekesalan Vito, toh ia sudah biasa dipukuli papa tirinya.

Vito menurunkan tangan Sasha yang terulur di depannya, semarah apapun Vito, ia tidak akan menggunakan kekerasan. Apalagi kepada seorang cewek, ia tidak sebrengsek itu.

Arletta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang