#3 Cerita sampai Senja

13 1 0
                                    

Versi Zoran

"Apa kabar kamu, Kin?" ucapku bertanya klise.

"Alhamdulillah baik, Ran. Kamu gimana?" jawabannya pun sama klisenya.

Ada yang berbeda darinya. Terlihat lebih canggung dan gugup... Kenapa ya?

"Kamu jadi beda ya. Berubah." ucapku jujur.

"Kita semua menjadi beda dan berubah setiap hari. Aku yang sekarang bukan aku yang kemarin. Begitu juga aku besok bukan yang sekarang. Bukannya hidup seperti itu, Ran?" ujarnya lembut.

Aku termenung sebentar. Dia benar juga ya. "Iya, Kin. Kamu berubah ke arah positif kok. Sekilas, haha...."

"Kamu makin tinggi juga, Ran. Jangan lupa makan atuh. Nanti makin kurus dan magh loh. Kamu kan dulu kecil-kecil banyak penyakitnya. Haha..." candanya menyenangkan.

Kami pun berbincang dengan asik. Yang tadinya tegang, suasanya menjadi cair karena dia berusaha ketawa ketika aku melucu. Aku pun berusaha memahami becandanya yang suka benar. Hingga langit menjadi jingga dan meredup.

"Aku harus pulang, Ran. Rumahku agak jauh. Perempuan tidak boleh pulang malam-malam."

"Mau ku antar?" aku menawarkan diri.

"Kamu mana bisa ngebonceng, ngerepotin aku aja."

"Haha, ya udah atuh hati-hati di jalan!"

"Assalamualaikum!"

"Walaaikumsalam!!!"

Singkat tapi bermakna.

.-.

Versi Alkina

Perlahan aku menghampiri Zoran. Dilihat raut mukanya yang sangat gembira tak bisa dicegah. Kami pun mulai berbincang, walaupun sempat canggung di awal, tapi aku bahagia bisa menemui dan bercakap konyol dengan dirinya, seperti dulu lagi.

Banyak yang telah berubah ternyata, wajah aneh dan tubuhnya masih tetap tipis, bak sehelai kertas.

Jujur aku tak bisa menahan tawa ku, tiap kali Zoran melontarkan lelucon masih saja aku tertawa lepas, entah kenapa. Melihat saja pun aku sudah ingin tertawa. Kebiasaan lama yang terulang kembali.

Seiring detik berjalan , langit mulai memperlihatkan lembayungnya. Perbincangan kami tidak terjadi lama, teringat akan janjiku pada Bunda, aku harus pulang secepatnya.

Zoran sempat menawarkan tumpangan kepadaku. Pertanyaan konyol yang tidak perlu dijawab. Mana mungkin aku mengorbankan nyawaku kepadanya. Ya, zoran tidak bisa membonceng seseorang di motornya, aku paham betul tentang hal itu.

Setelah bertukar nomor ponsel, kami pun berpamitan.

Pertemuan yang singkat.

***

What Happen with ZokinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang