3

37 2 0
                                    


Bisa dikatakan hari ini adalah hari bahagia bagiku, walaupun aku tak sepenuhnya merasakannya, tapi aku mencoba menciptaan kebahagiaan ku dengan membuat kedua orangtua ku bahagia. Aku sedikit tidak menyagka sejauh ini hubunganku dengan jimin, beberapa menit lagi kami akan sah menjadi suami isteri dihadapan tuhan.

"Apa kau sudah siap sayang?" tanya ibuku setelah masuk keruangan tempat aku menuggu. aku mengangguk sambil tersenyum. Sekarang aku sangat bahagia bisa melihat ibu dan ayahku tersenyum bahagia.

"Ayah sangat menyayangimu". ayahku tengah berbisik, dia juga mengambil tanganku untuk dikaitan kelengannya. Aku berusaha mati-matian untuk tidak meneteskan air mata. Ini adalah air mata bahagia, bahagia bisa mendengar ungkapan sayang dari mulutnya bahkan aku tidak ingat kapan dia terakhir mengucapkannya sebelum ini. Aku mngeratkan kaitan tanganku kelengannya. Hari ini adalah hari bahagiaku.

Kami berjalan keluar ruangan. Pintu besar itu terbuka. Aku dan ayahku berjalan pelan menuju altar dimana Jimin dan pendeta tengah menunggu ku. Aku dan ayah ku berjalan melewati karpet merah yang terbentang diantara tamu undangan yang duduk disisi kiri dan kanan. Di depan kami ada dua gadis kecil yang berjalan memimpin kami sambil menghamburkan bunga.

Aku tersenyum saat melihat ibu dan ketiga temanku tersenyum. Namun aku langsung menunduk ketika mendapati Jimin tersenyum didepan sana, jantungku berdetak makin tak teratur. Demi tuhan, Jimin terlihat seribu kali lebih tampan dari biasanya. Bahkan aku tidak ingat bahwa dia berusia diatasku lima belas tahun.

Tak lama aku dan ayahku telah sampai dialtar. Aku hanya bisa memperhatikan ayahku menggemgam tanganku dan meletakkannya diatas tangan jimin yang sudah terulur.

"Jimin-ssi, mulai hari ini aku titipkan mutiaraku satu-satunya yang sangat berharga ini kepadamu. Tolong jaga dirinya dengan baik nak" pesan ayahku pada Jimin.

"Aku berjanji akan menjaganya dengan baik untukmu" jawabnya lantang.

Aku yakin tidak ada yang sedang mengiris bawang didalam gereja, tapi kenapa mataku mulai terasa berair.

Setelah itu jimin langsung menuntunku untuk berdiri sejajar denganya tepat didepan pendeta yang kini tersenyum ramah. Suasan seketika menjadi khidmat dan sakral. Bohong jika kami berdua tidak merasa gugup, aku dan Jimin berusaha melawan ke gugupan kami walau kami sekarang terlihat tampak tenang.

Pada akhirnya kami dapat bernapas lega, kami dapat melewati dan menjawab semua pertanyaan peneguhan dengan baik dan lancar. Riuh tepuk tangan bergema keseluruh penjuru gereja.

Setelah acara tukar cincin, pendeta mempersilahkan jimin untuk membuka kerudung dan menciumku. Saat pendeta mengucapkannya aku kesusahan untuk menelan salivaku sendiri karena terlalu gugup.

Begitu patuhnya Jimin dengan perintah pendeta, dia membuka veil yang sedari tadi menutupi wajahku. Setelah veil itu tersibak sempurna, dia mulai menangkup wajahku dengan telapak tangannya yang dingin kemudian mendekatkan wajahnya kearahku. Aku yakin saat ini wajahku sangat jelek karena kesusahan menelan saliva ku, sungguh aku tidak bisa menelan salivaku sendiri!! itu membuatku frustasi. Wajahnya makin dekat dan aku mulai memejamkan mata diiringi degup jantung yang cepat. Mungkin pendeta akan mentertawakanku karena detak jantungku terdengar sampai ketelinganya.

Tiba tiba tepuk tangan kembali terdengar. TUNGGU!! Aku tidak merasakan benda kenyal menyentuh bibirkku! Perlahan aku membuka mata, aku langsung dihadapkan dengan jakun jimin. Jimin sedang mencium lamat keningku. Hanya kening? Aku mengerjapkan mataku cepat. Heyy... aku menginginkan lebih dari ini. Aku sedikit kesal.

Setelah acara pemberkatan, rangkaian acara pernikahan kami berlanjut pada acara resepsi disebuah gedung. Tamu yang diundang sangat terbatas, hanya keluarga dan teman terdekat saja yang datang, ini adalah kesepakatan bersama kami berdua.

My Handsome StepsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang