-sorry, typo bertebaran-
Udara dingin menyelimuti malam tidak menghalangi aku dan Jimin untuk terus melangkah, berjalan berdampingan menuju tempat tujuan kami. Lampu jalan yang cukup terang menjadi saksi bagaimana tangan kami saling bertautan mencari kehangatan.
Hal sederhana seperti ini membuat hatiku nyaman. Suara detak jantung yang cepat berpadu dengan suara langkah kaki kami yang pelan adalah sebuah harmonisasi yang sempurna ditengah suasana malam yang sepi.
Sekitar semenit berlalu, kami sedikit berbelok kekanan jalan. Setelahnya barulah terlihat cahaya-cahaya lampu dan suara riuh orang-orang dari kejauhan.
"Wah sangat ramai sekali" kagumku saat langkah kami semakin mendekati area pasar.
"Hmm apa kau senang?"
"Tentu aku sangat senang oppa" aku menoleh kearahnya yang sedang tersenyum saat mendengar jawabanku yang sangat antusias.
"Boleh kah aku beli jajanan pasar yang banyak" Sekarang aku dalam mode kekanakan. Tapi Jimin tampak menyukainya.
"Untukmu apa yang tidak" ucapnya gemas sambil mencubit pelan pipiku.
Aku langsung menunduk karena malu, cukup banyak mata yang sedang melihat interaksi kami, untung saja Jimin memiliki wajah kelewatan awet muda dan wajahku yang sedikit boros, sehingga orang lain bisa mempercayai kami sebagai pasangan seperti pada umumnya.
Setelah berjalan-jalan dan membeli beberapa jajanan, kami mengistirahatkan diri disebuah bangku yang ada dibawah lampu jalan yang temaram. Aku masih sibuk menghabiskan makanan yang tersisa, tiba-tiba bahu kiriku turun akibat ada beban diatasnya. Kepala Jimin dengan nyaman menyandar kebahuku. Aku menelas kasar telur gulung yang sedari tadi aku kunyah.
"Apa kau lelah?" tanyanya
"B-belum a-aku masih semangat". Ucapku gugup karena rambutnya mengelitik pipiku.
"Aku sudah lelah, mungkin faktor usia?" dia terdengar terkekeh. Sungguh aku barusan tidak bermaksud memaksanya untuk menuruti keinginanku.
"Kalau oppa lelah sebaiknya kita pulang" Ucapku khawatir. Aku segera menegakkan badannya dan berusaha menarik tangannya untuk bangun dari tempat duduk.
"Baik, tapi setelah kita menonton pertunjukkan itu" telunjuk bentet Jimin mengarah ke seorang pemuda yang sedang bersiap-siap ingin menampilkan pertunjukkan biolanya dipinggir jalan sana. Ada beberapa orang yang sudah berkumpul mengelilingi pemuda tersebut.
Jimin menggemgam tanganku dan menuntunku kesana. Pengunjung makin ramai mengelilingi pemuda tersebut, sehingga dengan susah payah kami menerobos ingin mendapatkan tempat paling depan.
"Cukup disini saja oppa" aku menahan tangan jimin.
Kami ada dibarisan kedua, seorang pria didepanku sangat tinggi sehingga aku tidak bisa melihat sang violin, bahkan beberapa gadis disebelahku berdesakan berjingkit sibuk mengambil foto sang violin dari ponselnya. Memangnya siapa yang ingin tampil ini, apakah orang yang terkenal? batinku
Beberapa gadis itu makin seperti orang kerasukan, sesekali bahuku disenggol oleh mereka. Aku menatap mereka dengan tatapan tajam. Salah satu dari mereka melihatku dan dia berusaha mengisyaratkan kepada teman-temannya. Aku memutar bola mataku malas. Namun tiba-tiba Jimin menarik pinggangku dan memposisikanku didepannya, sekarang dia memelukku dari belakang sehingga aku merasa terlindungi saat ini. Boleh tidak sombong sedikit denagn gadis-gadis pecicilan itu
"kau tau pemuda ini adalah youtuber terkenal, jadi tidak heran banyak yang ingin menyaksikannya secara langsung". Bisik jimin disamping telingaku. Aku hanya ber oh ria tanpa suara. Tolong jangan tanyakan seberapa merah pipiku dan seberapa cepat degup jantungku, kalian pasti sudah tau jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Stepson
Fanfiction[Jimin, Jungkook] Pernahkah membayangkan setelah lulus kuliah kalian akan menjadi seorang isteri dosenmu sendiri yang telah berumur 38 tahun? Seorang duda yang telah memiliki seorang anak yang hanya terpaut usia lima tahun lebih muda darimu, dan leb...