Mugicha Roasted Barley Tea

11 1 0
                                    

Bleach: Tite Kubo
Kurosaki Ichigo (pov)

Rukia sudah terlambat hampir empat puluh menit, tidak ada kabar atau konfirmasi yang aku terima jika dia berhalangan hari ini. Dalam empat puluh menit ke belakang, aku bertanya-tanya apakah ada kataku yang membuatnya tersinggung semalam? Mungkin pada bagian aku bertanya tentang kisah asmaranya, tapi aku rasa dia tidak selabil itu. Aku meneguk lagi kopi hitamku yang sudah mendingin.

Oh, baiklah, aku tidak bisa membiarkan waktu terus berjalan seperti ini. Setengah jam lagi dr. Yammy akan menggunakan ruangan ini. Berarti tidak ada kesempatan untuk Rukia berlatih.

Satu-satunya orang yang bisa kuhubungi adalah Lily—perawat khusus ruang Kuchiki Rukia. "Apa hari ini Rukia tidak latihan fisioterapi?" Aku langsung bertanya ketika telepon tersambung.

"Oh, aku kira Kuchiki-san sudah tiba di sana. Astaga!" Dia tampak kepanikan dan nadanya terdengar menyesal. "Aku akan segera ke ruangannya."

Telepon tidak dimatikan dan aku terus menunggu. Aku mengetuk-ngetuk meja kerjaku dengan telunjukku. Astaga, kenapa hari ini semua orang menyuruhku menunggu?

"Hallo, dr. Kurosaki!" Lily terengah-engah seperti habis berlari.

"Ada apa?"

"Kuchiki-san pingsan di dalam bathup!"

Aku langsung berlari menuju lantai empat ruang diamond suite tanpa berpikir panjang. Dr. Yammy meneriakkiku saat aku berpapasan dengannya tapi maaf aku tidak punya waktu lagi. Ada banyak skenario terburuk yang aku bayangkan tentang keadaan Rukia. Serangan jantung, karena memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya ia pertimbangkan. Atau kembali mati suri?

Sampai di lift aku menarik-narik rambutku. Astaga, bahkan lift ini pun mencoba menggodaku—membuatku menunggu. Tidak lupa aku mengutuk pintu lift tersebut setelah aku meninggalkannya.

Ketika tiba di depan pintu ruangan Rukia, aku langsung masuk ke dalam dan mendapati kasur tidurnya yang masih kosong. Kedua perawat itu menghampiriku dengan wajah yang ketakutan—mungkin mereka sudah membayangkan akan didisiplinkan.

"Kuchiki belum dikeluarkan dari bathup?" Tanyaku dengan napas yang terengah-engah. Jadi untuk apa kedua bodyguard sialan itu berada di sana sepanjang hari seperti anak anjing dengan terompet di kepalanya?

"Bodyguardnya tidak berani—"

Aku tidak butuh penjelasan yang mengharuskan aku sendiri yang akan melakukannya. Jadi aku langsung mengambil selimut putih bercorak norak (kelinci) itu—yang berada di atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi.

Sebenarnya kedua bodyguard itu melakukan tindakkan yang benar, karena mereka tidak akan mengerti instruksi membopong pasien yang baru saja mengalami patah leher. Itu cukup beresiko. Kalau ada Shirayuki di sini, mungkin lain ceritanya.

Aku membentang selimut di lantai dan segera mengeluarkan Rukia dari dalam busa yang hampir menyedotnya.

Dan satu lagi alasan kedua bodyguard itu tidak berani memberikan pertolongan pada Rukia; dia tengah telanjang dan alasan ini juga dapat mengambil resiko. Aku segera membungkus badannya seperti membungkus seorang bayi.

"Ichigo, ada apa?" Aku menoleh dan mendapati Momo yang sedang terengah-engah di ambang pintu. Sepertinya dia juga habis lari maraton sepertiku.

"Dari napasnya yang statis dan denyut nadinya," aku menoleh lagi ke wajah Rukia yang terpejam damai. "Dia tertidur." Aku memposisikan kepala Rukia di tanganku dan mengusahakan agar kepalanya tidak jatuh ke bawah. Badannya begitu dingin, dia akan terkenal flu dua jam dari sekarang.

"Astaga, jantungku hampir berpindah tempat. Bagaimana dia bisa tertidur di sana?"

Mata Rukia berdenyut—menggerakkan bulu matanya yang panjang itu, aku bernapas lega karena bukan serangan jantung, mati suri atau kemungkinan buruk lainnya. "Dia memang ketiduran, Hinamori."

ExerciseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang