Lily Terakhir Untukmu (Bagian 2) : Surat Dan Obat

54 9 0
                                    

Bukan sebuah bual belaka ketika kubilang kau adalah obatku. Sebab obat selain kau mungkin sanggup membunuhku

🌌🌌🌌

Mataku sembab dan sayu menatap potret parasmu dipajang rapi di antara tatanan bunga. Aku seperti enggan bangkit dari posisiku saat ini. Masih berlutut di hadapanmu, atau lebih tepatnya abu dirimu. Menangis dan menangis lagi seperti sudah tak waras.

Aku tak pernah menduga akan berpisah secepat ini. Baru dua hari lalu aku melihatmu secara nyata, kini aku sudah tak bisa lagi menggapaimu.

Tak ada yang bisa kulakukan selain terus menangis seperti pecundang.

Sekali lagi aku melakukan penghormatan terakhir untukmu, kutancapkan dupa harum sebagai bentuk selamat tinggalku. Kulanjutkan sujudku usai meletakkan setangkai bunga lily putih di hadapan potretmu.

Lily terakhir untukmu. Dariku yang sebenarnya mungkin tak sanggup melanjutkan hidup tanpa hadirmu. Sudah kuserahkan dengan baik di depan senyummu.

Aku hancur sehancur-hancurnya. Rasanya aneh dan buruk menyerahkan bunga favoritmu ini bukan sebagai kekasih, tetapi pelayat.

Apa kau sudah mencapai langit? Atau masih berdiri di sudut ruangan menantiku pergi? Sayang, aku sangat menyayangimu. Momen menyayat hati ini, mungkin memang nasib sial bagi kita.

Tapi apakah mungkin.. kita tak ditakdirkan berpasangan di dunia ini?

Bagaimana jika ternyata.. Tuhan memang sengaja menyusun skenario untuk kita di surga?

✨🌟✨


Langkahku gontai menuju ruang tamu. Kembali lagi ke tempat berserakan yang tak sempat kubereskan tadi.

Sehun hyung mengantarku pulang, baru saja pergi. Lelaki itu memiliki harga diri yang tinggi, tanpa banyak bicara, ia hanya menepuk pundakku dan berpesan supaya aku menjalani hidupku dengan baik.

Kuharap juga begitu. Meski kenyataannya aku seperti sudah mau mati saja.

Beberapa botol soju mungkin akan menemaniku malam ini. Aku tak berminat ganti baju. Masih dengan setelan hitam yang tadi kukenakan untuk melayat. Diluar hujan deras, mungkin Sejeong yang meminta Tuhan untuk mengirim hujan supaya dunia ini tetap sejuk.

Aku memang bersikap jauh lebih tenang dari sebelumnya. Tapi otakku tetap saja tak berubah, masih kalut dan tak bisa berpikir jernih.

Pikiranku masih dibayang-bayangi cerita Sehun hyung tadi. Ia bilang, Sejeong meninggal di atas meja operasi, gadis itu bisa dibilang korban malpraktek seorang dokter magang. Rasanya sangat disayangkan mendengar penyebab kematian gadisku itu.

Semakin hancur saja hatiku mengetahui kebenaran itu. Aku tak henti-hentinya menangis hari ini. Menyedihkan sekali aku ini. Bahkan sampai saat terakhirnya tadi, aku tak sanggup mengantarnya. Aku sudah terlampau letih. Letih menangis dan letih fisik. Orang tua Sejeong sendiri yang tadi menyuruhku pulang untuk istirahat.

Mereka masih tak mengganti panggilannya padaku. Aku masih dipanggil 'menantu', bahkan meski kenyataannya aku belum resmi menyandang status itu. Atau bisa dibilang takkan mungkin bisa.

Aku sebenarnya tak berhak tau, tapi aku mendesak Sehun hyung untuk terus terang saja. Dan untungnya sekarang keluarga Sejeong sendiri tengah berjuang mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk Sejeong.

Sehun hyung bilang, ia tau aku pasti berpikir Sejeong bertunangan dengannya. Tapi sebenarnya ia tak sungguhan bertunangan dengan siapapun. Itu hanyalah dalih. Tapi Sehun hyung tak sampai hati menceritakan semua hal padaku, ia bilang semua jawabannya ada di surat yang Sejeong tulis.

Semburat Luka Di Tengah Semesta (SELESAI ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang