Hari Ini

33 8 0
                                    

Bisakah aku mengatakannya hari ini? Aku tak cukup pandai berdusta.

Hal terburuk yang harus kuhadapi adalah menahan tangis akibat rasa bersalah. Satu-satunya kelemahanku, melihat paras sedih dirimu”

🌌🌌🌌

Hari ini, setibanya dari Amerika, aku tak langsung pulang, ada hal yang harus kulakukan terlebih dahulu. Hal yang sesungguhnya tak ingin kulakukan.

Aku bekerja di Amerika untuk dua tahun, ditemani Sehun oppa yang sudah seperti kakakku sendiri. Dia menjagaku dengan baik selama aku jauh dari rumah.

Tapi sayangnya aku sendiri tak bisa menjaga diriku. Kurang lebih satu setengah bulan yang lalu aku sering merasa kesakitan di bagian bawah perut. Dan ada beberapa kejanggalan di siklus menstruasiku. Hingga akhirnya dokter mendiagnosis ada kanker yang telah bersarang di rahimku untuk waktu yang lama.

Aku terlambat menyadarinya. Karena memang aku tipe orang yang cuek dengan rasa sakit. Beberapa kali Sehun oppa memintaku untuk periksa, tapi aku menolak.  Tapi pria itu memaksaku ke dokter. Dan ya, inilah yang kudapatkan. Setelah menjalani serangkaian perawatan menghadapi kanker, aku harus menghadapi operasi.

Kembali lagi dengan hal yang akan kulakukan hari ini, aku bermaksud mengakhiri hubunganku dengan kekasih kesayanganku, Kang Hyunggu. Sedih rasanya harus mengakhiri hubungan jarak jauh yang kami perjuangkan selama dua tahun ini dengan sia-sia.

Sebenarnya aku tak bermaksud meninggalkannya, tapi aku sengaja mengakhiri hubungan ini demi kebaikannya. Aku sendiri juga berat hati, tapi kalau aku bertahan, akan sangat sulit baginya menjalani kehidupan yang tak ideal sesuai yang ia idam-idamkan.

Menikah dengan wanita yang tak bisa memberinya buah hati. Bukan karena kankernya, tapi karena rahimku terpaksa harus diangkat. Aku sendiri juga tak tau rupanya sudah separah itu. Dan mungkin aku takkan bisa menyampaikannya pada Hyunggu.

Sehun oppa masih terus menggenggam tanganku. Aku belum berani untuk turun dari mobil. Aku belum berani kalau harus menghadapi Hyunggu yang mungkin akan terluka karenaku hari ini.

Hyunggu adalah sosok yang selalu membawa kebahagiaan. Bukankah terlalu kejam jika aku harus datang dan mengatakan kalimat-kalimat tajam untuk membunuh perasaannya padaku?

"yakinkan dulu hatimu, kalau sekiranya kau tak sanggup, katakan saja apa adanya"

"aku sudah hampir siap, tapi entah dengannya nanti. Aku takut dia terluka"

"putuskanlah dulu" Sehun oppa mengambilkan tas dan mantelku di kursi belakang sambil memberiku waktu.

"baiklah, akan kulakukan. Tak ada gunanya menunda, pada akhirnya tetap harus kulakukan," kutata napasku, mengatur diri ini supaya tak terlalu ragu, "oppa, wig-nya sudah benar kan?"

"Mmm, sudah. Sejeong selalu cantik" lelaki itu tersenyum memujiku, menyisipkan beberapa helai rambut wig ini ke daun telingaku, "cincinnya sudah dipakai?"

Aku mengangguk lantas turun keluar dari mobil. Hari ini, aku akan membualkan kebohongan yang menyakitkan. Aku sendiri juga masih bingung merangkai kata untuk menyampaikan pada Hyunggu kebohongan itu. Kebohongan bahwa aku sudah bertunangan dengan orang lain.

Ah, aku tak tau apakah ini hal yang benar, sebab hatiku terus mengatakan sebaliknya.

Kusiapkan raut wajahku untuk tampil dingin. Harus bisa menahan tangis untuk nanti.

Seiring langkah ini membawaku ke dalam kafe, semakin jantungku berdegup kencang. Kudorong pelan pintu kaca kafe tempatku ada janji temu dengan Hyunggu.

Dan.. sosok itu sudah disana. Aduh, bagaimana ini, belum kumulai saja aku sudah dihujani rasa bersalah melihat senyum tulusnya.

"Kau sudah menungguku?" sapaku, masih bingung harus berkata apa, karena sudah terlalu lama tak bertemu seperti ini. Menghabiskan waktu yang cukup lama dibalik papan keyboard untuk terus merajut kisah yang pada akhirnya takkan berujung bahagia.

Hyunggu menarik kursi di hadapannya, untuk aku duduk tentunya. Ia selalu sebaik ini memperlakukanku.

Kami akhirnya duduk berhadapan, tak lupa kutaruh kedua tanganku di atas meja, aku bermaksud menonjolkan cincin di jari manisku, biar ia menyadarinya sendiri.

Pria itu mulai membuka obrolan.

"akhirnya, bagaimana kabarmu Sejeong-ah?" lelaki itu menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja. Menatap lurus padaku, tak menarik pandangan matanya. Sementara aku sendiri terus menghindari kontak mata dengannya.

Kusimpulkan senyum tipis. Mungkin terlalu tipis karena Hyunggu tampak membulatkan matanya seolah agak bingung dengan responku.

"ah, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Hyunggu mengangguk, kemudian tersenyum lebih lebar lagi.

"syukurlah, aku juga baik-baik saja disini"

Jawabannya sudah cukup membungkamku, karna aku sendiri tak tau harus merespon apa.

Tunggu, apakah aku salah melihat atau memang benar disana ada sebuket bunga?

Oh Ya Tuhan, tampaknya sebegitu besarnya dia menunggu momen ini bersamaku. Menimbulkan inisiatif diriku untuk menanyakan pertanyaan padanya. Pertanyaan yang bisa dibilang tergolong retoris alias tak memerlukan jawaban. Sebab aku sudah tau jawabannya.

"apa kau merindukanku?"

"apa maksudmu? Tentu saja! Ah, aku merindukanmu sebanyak gundukan bunga yang berguguran itu" Hyunggu menjawab manis, seraya menjulurkan tangannya padaku. Seperti hendak membelai rambutku.

Tapi refleks saja aku menghindari tangannya.

Aku tak mau kalau ia tak sengaja mendapati kerontokan di sisa rambut asliku saat ia membelai rambutku.

Oh tidak bagaimana iniiii! Tampaknya Hyunggu kecewaaa😭😭 tak apa, ini artinya aku sukses membuatnya menangkap maksudku bahwa saat ini aku serius. Huft..

Suasana kembali canggung. Tapi Hyunggu tak menyerah. Lelaki itu malah tiba-tiba berdiri.

"kalau begitu biar kupesankan minuman hangat untukmu. Dan kue red velvet favoritmu" tepat saat ia berdiri, tanganku segera menghentikannya. Aku tak ingin mengulur waktu. Sebab itu akan menambah luka di hati kami nantinya.

"tidak perlu" kuusahakan nada bicaraku sedingin mungkin. Untuk menjaga karakter jahatku saat ini. Aku tak boleh lengah sedikitpun, harus terus berwajah datar demi mendalami peran.

Lelaki itu kembali duduk, "baiklah.. mungkin nanti"

Mungkin ini saatnya kukatakan. Bagaimana caranya ya?

'Hyunggu-ya, maaf aku harus segera pulang. Tunanganku menunggu di rumah' ah tidak, tidak, terlalu tajam dan sarkastik, bagaimana kalau 'Hyunggu-ya, maaf aku ingin mengatakan sesuatu, aku sudah bertunangan'

"Sejeong-ah, hari ini aku ingin memberimu sesuatu" apa ini? Aku kalah cepat. Sedikit kulirik gerak tangannya yang tampaknya hendak mengeluarkan sesuatu dari saku.

✨🌟✨

Semburat Luka Di Tengah Semesta (SELESAI ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang