"Bagaimana dengan Julia?"
Wajah Baskara berubah menjadi cemberut. Jelas, dia tidak suka saat aku membahas putrinya. Dengan hati-hati aku menyembunyikan seringai. Membuat Baskara marah terlalu menyenangkan untuk dilakukan setiap waktu.
"Dengar, kau harus tahu pacar Julia datang beberapa hari yang lalu." Jawab Baskara tersenyum. "Mereka banyak menghabiskan waktu bersama." Sambungnya dengan sedikit rasa bangga. Bah, mereka tidak akan serius.
"Sepertinya Julia cukup serius dengan pemuda itu?" Tanyaku sesantai mungkin.
"Tentu, dia pemuda baik dan mereka terlihat sangat bahagia bersama." Jawab Baskara dengan sedikit tekanan diakhir.
Aku tahu Baskara hanya ingin memberiku peringatan agar menjauh dari Julia. Dia selalu tidak suka kalau aku berdekatan dengan anggota keluarganya.
"Pfft," Airin mencibir. "Julia hanya bersenang-senang dan belum tentu bahagia untuk berakhir di pernikahan." Airin membawa nampan berisi kopi dan teh untuk kita berdua.
Aku agak gelisah mendengar ini. "Apa mereka bicara pernikahan?"
"Tentu saja tidak. Aku hanya merasa Julia tidak serius dengan Mark. Dia hanya main-main saja sebelum menemukan seseorang yang benar-benar ingin dia nikahi." Airin menjakau tangan Baskara yang duduk di sebelahnya. Aku dengan cepat memalingkan muka kearah lain.
Berkunjung kerumah Airin sore ini adalah keputusan yang tidak baik. Mendengar berita tentang Julia dengan kekasihnya yang masih seumuran bukanlah hal yang menyenangkan untukku.
"Yah.. Padahal Julia bilang dia senang bersama Mark." Baskara menimpali. "Tunggu, Julia sekarang wanita dewasa yang berhak mengambil keputusannya sendiri."
"Tentu." Kata Airin, menatap tajam pada Baskara. "Jadi kita orangtua jangan terlalu ikut campur, semua pilihan ada di tangan Julia."
"Julia wanita dewasa." Kataku yang sekali lagi di tatap tajam Airin dan Baskara. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya." Belaku menyeringai.
"Aku sudah dewasa dan bukan anak kecil lagi." Julia masuk. Dia mengenakan jeans yang pas di kaki jenjangnya dan sweater kebesaran yang memperlihatkan satu bahunya. Aku tidak yakin apa Julia memakai bra tanpa tali atau tidak memakai sama sekali.
Julia membungkuk mencium Airin dan itu menghilangkan rasa penasaranku. Dia tidak memakai bra tanpa tali.
"Sayang." Airin berdiri lalu memeluk Julia.
Baskara dengan cepat berdiri dan memeluk putrinya.
Aku ingin sekali berdiri dan mencoba memeluknya.
"Halo, paman?" Sapa Julia semanis mungkin. Aku membeku. Tidak suka Juliaku memanggilku dengan sebutan paman.
Aku bisa mendengar Airin terkekeh dari belakang.
"Dia memang pantas dipanggil paman." Baskara terlalu suka menimpali. Aku ingin sekali membuangnya ke ujung jalan komplek.
"Tentu aku pamanmu, Julia." Sudut mataku melirik Airin yang memperhatikan setiap gerakan kecilku. "Sini peluk pamanmu?" Aku berdiri lalu merentangkan kedua lenganku lebar-lebar, berharap Juliaku memberi pelukan.
"Cih, tidak pantas. Jangan mau, sayang." Julia mendekat kearahku tanpa peduli larangan Baskara.
Aku sudah tidak peduli lagi dengan Airin dan Baskara yang menatap tajam ke arahku. Yang kupedulikan hanya Julia yang semakin mendekat padaku, langkah nya terlalu percaya diri dan sorot matanya begitu tajam.
"Selamat datang." Bisikku sebelum tubuh Julia menempel di dadaku. Seketika kehangatan muncul di hati dan tubuhku. Apa yang di miliki gadis ini sampai aku bisa merasakan kembali perasaan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Julia
Fanfiction17+ "Kau akan menyesal dan suatu hari nanti kau tidak bisa menolak menjadi suamiku." "Julia.. " Aku membuka kenop pintu dan meninggalkannya.