5

102 3 0
                                    

''Aku tidak tahu jika kalian serius." Kataku memecah keheningan. Aku sudah berusaha menahan diri untuk tidak banyak bicara, tapi aku benci membayangkan jika Julia menikah.

''Apa?" Julia masih fokus pada handphone nya tanpa sedikitpun melirikku yang sudah kesal.

"Hubunganmu dengan pria itu," Aku tidak suka menyebut nama pria muda yang beruntung itu. Dia dengan bebas bisa memeluk dan mencium, Julia..  Arghh aku sungguh tidak suka melihat Julia bermesraan dengan pria lain.

"Maksudmu, Mark?" Tanya Julia sinis. Dia melepas kacamata hitamnya untuk menatap langsung padaku yang masih menyetir. Tapi dengan keadaan seperti ini, aku tidak bisa berkonsentrasi menyetir.

"Jangan melihatku seperti itu." Kataku jujur. "Aku butuh konsentrasi." Aku mendengar dia terkekeh di sebelahku.

"Mark hanya seks." Jawabnya sesantai mungkin.

Jari-jariku cukup erat memegang stir mobil setelah mendengar pengakuannya. Aku tidak suka orang lain menyentuhnya apalagi sampai berhubungan seks. "Berapa pria yang kau gunakan untuk seks?" Suaraku menggeram.

"Aku tidak mau menjawab."

Aku membelokkan mobilku kearah rumahku sesuai permintaannya. 

"Apa diantara mereka ada yang bisa memuaskanmu?" Ini pertanyaan terlalu pribadi untuknya. Aku tidak peduli karena aku harus tahu jawabannya atau aku bisa gila.

"Dengar, ini bukan urusanmu pak tua." Katanya tersenyum miring kearahku. Sebelum dia bisa keluar dari mobilku. Aku dengan cepat menarik lengannya sampai dia tersungkur kearahku.

"Ini urusannku, Julia." Desisku memegang erat lengannya.

Julia mencoba duduk tegak untuk merapikan rambutnya yang berantakan. "Kita tidak ada hubungan apa-apa. Jadi kau tidak berhak mengatur hubungan seks ku. Kecuali kau ingin kita terlibat." Kedua matanya melotot padaku. 

Aku menarik napas dan bersandar pada kursi mobil, berusaha menenangkan diri. Aku tidak bisa  terlibat dengan Julia, banyak hal yang melarang. Ada Airin, Baskara, dan umur kita yang  terpaut jauh.

"Sorry, kau benar." Aku turun dari mobil dan meninggalkannya.

Aku bisa mendengar teriakan frustasi Julia di dalam mobilku.


***


"So, kapan kalian berpisah?" Pertanyaan penuh kepura-puraan darinya. Aku tahu dia sudah dengar kabar perpisahanku dengan Stella.

Setelah masuk kedalam rumah, aku langsung menuju pantry untuk mencari minuman. Aku butuh sesuatu untuk mengalihkan semua pikira jahat terhadap gadis yang sekarang duduk santai di sofa.

"Mau?" Aku mengampirinya dengan membawa secangkir wiski yang sudah ku tuang. 

Julia menggeleng dan membuat wajah tidak suka. "Aku tidak suka minum di siang hari." Julia menggeser tubuhnya untuk mencari posisi duduk yang nyaman di sofa lalu menyilangkan kedua kakinya diatas meja.

"Untuk tamu yang sudah lama tidak berkunjung, kau kurang ajar." Aku menepuk kaki jenjang Julia dengan menyeringai.

Julia menepuk-nepuk tempat disampingnya agar aku duduk. "Aku tidak akan menyerangmu tuan." Sepertinya dia sadar aku sedikit menahan diri untuk tidak terlalu dekat dengannya di saat seperti ini.

Aku merasa Julia bisa menebak apa yang sudah ku pikirkan, dia terlalu pintar atau aku yang terlalu terbuka.

"Kita akan duduk saja?" Tanyaku saat pantatku menyentuh sofa lembut di sampingnya. Aku mencium aroma tubuhnya yang langsung menyerang selangkanganku. 

Julia memperhatikan celanaku yang menonjol lalu dia menepuknya pelan. "Please, tolong sembunyikan ereksimu di saat kau menolakku." 

Aku terkekeh yang di sambut tawa lembut dari nya.

Aku sudah lama tidak mengalami momen ini dan aku merindukan kembali di saat aku tanpa harus memikiran hal lain. Duniaku berantakan saat Airin memilih orang lain, aku berusaha bangkit dengan menikahi Stella. Namun itu juga bukan jalan terbaik untuk hidupku. Aku sendirian bertahun-tahun dan melihat cinta dalam hidupku bahagia dengan pasangannya dan sekarang putri mereka berada di rumahku, menggodaku untuk menidurinya.

"Tidak banyak yang berubah rumah ini." Julia bisa dengan mudah menarik musuhnya untuk menyerah tanpa perlawanan. "Sepi dan membosankan."

Aku tahu, "Tidak di malam hari, aku bisa membawa beberapa wanita untuk ku tiduri di rumah." Aku menyengggol bahu nya.

Julia tidak bergeming lebih memilih menyandarkan kepalanya pada bahuku lalu memejamkan matanya sampai dia mengatakan sesuatu yang membuatku tertawa terbahak-bahak. "Teruslah membual sampai penis mu membusuk di makan vagina panggilan."

"Wow, Julia. Aku tidak menyangka kau bisa bicara kotor seperti itu, dimana putri daddy yang manja?'' Godaku mencubit pipi lembutnya.

"Hentikan." Tubuhku di dorong tangannya untuk menjauh. Tidak, aku tidak bisa menjauh dari nya. "Aku bukan gadis itu lagi, aku sudah dewasa. Semua orang sudah melihatku dewasa.. Hanya kalian bertiga yang tidak mau mengakuiku." Suara Julia sedikit bergetar. 

''Sial, Julia.'' Aku sudah tidak ingat bagaimana Julia duduk di pangkuanku dan gelas yang berisi wiski entah berada dimana. Aku memeluk erat Julia di pangkuanku tidak ingin melihatnya sedih.

"Aku wanita dewasa." Aku merasakan punggungku merinding saat tangan Julia mengusap punggungku sepelan mungkin. "Kalian tidak berhak memperlakukanku seperti anak kecil." Ocehannya terus mengalir di dadaku.

"Aku tahu." Kataku berusaha membuatnya tenang. "Julia, tolong jangan banyak bergerak. Aku bisa bangun." Bisikku gemetar merasakan penisku perlahan keras. Bagaimana tidak? Pantat Julia menggesek-gesek pahaku.

"Lihat, aku tahu apa yang membuatku senang." Dia memundurkan kepalanya hingga mata kita saling berhadapan. Dia menyeringai lalu mengecup leherku. "Kau selalu tertipu." Sambungnya sebelum gigi nya menancap leherku.

Sial. Gadis ini menipuku.



*Lia comeback euy jadi ini juga update...






My JuliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang