03

34 3 14
                                    




Dulu sewaktu Rara duduk dibangku sekolah menengah pertama, Rara selalu berandai-andai bagaimana rasanya menjadi seniman dan membuka galeri seni sendiri. Hobinya yang menggambar dan memotret membuat dia memutuskan akan melanjutkan kuliah dengan jurusan seni lukis atau fotografi nantinya. Tapi ketika dia duduk di kelas 12, Rehan—papanya membantah keinginannya dan memutuskan dia harus memilih jurusan yang sudah diputuskan oleh beliau. Rara sempat menolak dan meminta tolong Gina—mamanya supaya berbicara dengan Papanya, tapi diluar dugaan untuk pertama kalinya Gina setuju dengan pendapat Rehan tanpa protes. Alhasil Rara yang memang tidak pernah menolak keinginan orang tuanya harus mengikuti pilihan orang tuanya tersebut.

Kuliah dengan jurusan yang tidak dia inginkan.

Kuliah dengan jurusan Kehutanan.

Mendengar namanya saja dia sudah lelah.

Bayangan Rara tentang Kehutanan itu melelahkan, harus masuk dan keluar hutan setiap saat.

Apalagi yang Rara dengar-dengar ospek Kehutanan itu keras dan butuh fisik yang kuat. Fisiknya terlalu lemah untuk bisa ikut ospek Kehutanan.

Juga Rara sendiri sadar, otaknya tidak sampai dengan jurusan tersebut.

Rara tidak pintar di akademik, apalagi didominasi dengan pelajaran IPA.

Alhasil Rara kabur dari rumah seminggu, kemana lagi kalau tidak kerumah Farrel. Niatnya mau ngambek dengan kedua orang tuanya, tapi dia sadar orangtuanya tidak akan peduli. Setelah dengan ribuan kali bujukan dari Farrel, akhirnya Rara memutuskan untuk pulang kerumah dan mengambil jurusan Kehutanan sebagai jurusannya.

Itu dulu.

Saat Rara belum masuk dan mencoba kuliah dijurusan Kehutanan.

Itu dulu.

Saat Rara belum tau bagaimana rasanya menjadi mahasiswa Kehutanan.

Itu dulu.

Saat Rara belum bertemu dengan sosok Niko Febrio sebagai kakak tingkatnya di Kehutanan.

Namun setelah berada di semester 5 ini, Rara terlihat menikmati saja bagaimana kesehariannya sebagai mahasiswa Kehutanan.

Memang berat awalnya, karena ospek yang melelahkan dan sangat menguras tenaga, apalagi harus menghadapi senior-senior galak selama 2 hari 3 malam berturut-turut dihutan. Berat badan Rara sempat turun 4kg, sampai harus tidur seharian penuh akibat kelelahan. Tapi selama itu pula Rara tidak pernah mengeluh.

Farrel yang memang peka dengan keadaan Rara selalu datang membawa makanan dan susu untuk pemulihan berat badan Rara, karena sewaktu selesai ospek orang tua Rara sedang diluar kota untuk mengurusi bisnisnya masing-masing.

"Jangan makan mie dulu,Ra."

Itu salah satu perintah Farrel selama membantu berat badan Rara naik lagi. Bukannya apa-apa Rara itu udah kurus banget ditambah berat badannya turun membuat Rara terlihat seperti lidi.

"Mie kan bikin gendut kali Rel," kilah Rara yang memang waktu itu sedang ingin makan mie instan.

"Ya nggak makan mie juga untuk nambah berat badan, lo sih kenapa nggak makan pas disuruh makan sama senior?"

"Gue makan, cuma ya gitu, bawaannya gue tuh kesel terus pas inget-inget senior galak."

"Tapi seru?"

Rara nyengir. Mengangguk.

"Seruuuuuu, cuma ya gitu bikin capek."

Farrel mengambil alih mie instan Rara, menukarkannya dengan nasi dan daging yang sudah dibawanya dari rumah tadi. Rara tidak protes karena malas berujung debat dengan Farrel.

Good Night Farrel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang