06

11 2 5
                                    







Saat duduk dibangku sekolah dasar, sepertinya Rara tidak pernah protes dengan kedua orang tuanya yang sibuk atau menangis ketika malam hari mendapati kedua orang tuanya yang tidak ada dirumah.

Beranjak SMP-pun tetap sama, dia sama sekali tidak pernah mempersalahkan kesibukan kedua orang tuanya.

Karena sesibuk apapun kedua orang tuanya, mereka selalu menyempatkan meluangkan waktu untuk Rara.

Rehan yang selalu pulang sore hari untuk mengajak Rara makan di restoran atau duduk dibangku taman hanya sekedar makan eskrim.

Gina yang selalu pulang malam hari untuk menemani Rara menonton serial kesukaannya dan membaca dongeng sebelum Rara tidur.

Tapi ketika beranjak SMA, Rara mulai sadar ada hal yang menganjal, mulai mempermasalahkan kesibukan kedua orang tuanya. Bahkan dia sampai bertanya-tanya pada dirinya tentang kasih sayang kedua orang tuanya.

Karena semakin umur Rara bertambah, semakin Rehan dan Gina menunjukkan rasa sayangnya, semakin pula Rara merasa tersiska karena hal itu.

Kalau diingat lagi, Rara tidak pernah melihat Gina bangun dipagi hari memasak sarapan untuk Rehan. Atau melihat Rehan yang berinisiatif mengantarkan Gina ke kantor ketika mobil Gina sedang rusak. Mereka tidak pernah melakukan hal bersama dan selalu menjalani kesehariannya dengan sibuk pada diri masing-masing.

Rehan akan menjadi Ayah yang paling perhatian untuk Rara tapi tidak pernah menjadi suami yang baik untuk Gina.

Gina akan menjadi Ibu yang paling pengertian untuk Rara tapi tidak pernah menjadi istri yang baik untuk Rehan.

Sampai akhirnya Rara sada satu hal.

Papa dan Mamanya tidak pernah menyayangi satu sama lain.

"Hp lo mati?"

Farrel duduk disamping Rara yang sedang sibuk menulis di kertas hvs. Hari ini Rara ada jadwal praktikum jam 1 siang, dan beberapa menit yang lalu ia mendapati kabar ada beberapa laporan yang harus direvisi dan akan dikumpulkan praktium nanti.

Tiga jam menuju praktikum, Rara harus menyelesaikannya dengan cepat.

"Iya, gue matiin. Kenapa?"

"Mama lo nelpon," jawab Farrel menunjukkan layar ponsel yang menampilkan panggilan dari Gina.

Menoleh sebentar lalu fokus menulis lagi, "Diami aja, kalo risih matiin aja ponsel lo," ujar Rara.

Rara tampak tak terganggu dengan panggilan dari Mamanya tersebut. Karena sudah terbiasa dengan Gina yang selalu menghubungi Farrel sebagai alternatif kalau ponsel Rara mati.

"Lo nggak ngampus?" tanya Rara yang melihat Farrel sudah meletakkan ponselnya dan duduk santai sambil menghidupkan televisi.

"Gue nggak ada jadwal hari ini, cuma nanti sebelum jemput lo gue harus mampir ke rumah Saras bentar bantu Danus."

Mendengar kata "Danus" membuat Rara teringat dengan pesan Keyla tadi pagi. Hari ini anak Danus ada kegiatan mendekorasi studio mini dibantu dengan anak Pubdekdok.

"Gue agak sorean pulangnya," kata Rara yang membuat Farrel menoleh.

"Selesai praktikum bantu anak Pubdekdok dekorasi studio mini bentar," lanjut Rara lagi yang dibalas Farrel dengan anggukan.

Setelah itu hanya suara televisi yang terdengar. Rara sibuk menulis laporannya sedangkan Farrel fokus menonton acara reality show di televisi.

Selang beberapa menit, ponsel yang sudah diam sejak beberapa menit yang lalu, kini kembali berdering lagi dengan nama kontak yang berbeda.

Good Night Farrel!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang