1. Sushi Biadab

1.4K 206 5
                                    

[ Meal log 43 ]

current weight : 54.6kg

b'fast : water (0)

lunch : water (0), iced green tea (0)

dinner : sushi (536)

exercise : jogging (557)

total calories : -21

Aku merebah di lantai kamarku. Masih terengah-engah. Jika saja ibu tidak memaksaku untuk memakan sushi dengan krim keju (yang sebenarnya tidak enak), mungkin aku akan baik-baik saja sekarang. Dua puluh empat sit up lagi dan selesai. Tunggu, berapa kalori yang terbakar dalam sekali sit up?

Entahlah.

Berarti aku harus melakukannya dalam 10 menit tanpa henti. Jogging tadi sore ternyata tidak berguna. Masih ada banyak kalori yang dibakar! Ayolah Krist, buat angkanya jadi minus seratus atau kau tidak akan bisa tidur sampai keesokan harinya.

Sial. Tahu begitu aku bilang saja kalau aku sudah makan di sekolah. Seperti apa yang selalu kulakukan seperti biasanya. Percayalah itu 'bukan' berbohong, hanya mengelak. Mungkin aku bisa makan apel atau rice cracker nanti. Setidaknya aku tidak harus bertemu dengan sushi biadab itu.

Jika kau mengulik sedikit tentangku, kalian mungkin berfikir aku hanya orang aneh yang begitu terobsesi dengan makanan. TIDAK. Percaya padaku, aku bukan orang yang seperti itu. Aku hanya memikirkan penampilan dan kesehatanku. Jangan naif, dunia ini mengutamakan penampilan bukan?

Segala sesuatu pasti ada resikonya. Seperti selalu menginginkan penampilan yang bagus. Mungkin aku akan jadi model nanti? Atau bahkan idol? Tentu saja halang rintang inilah yang harus kulalui. Tapi kurasa tidak ada waktu untuk banyak mengeluhkan itu. Kini saatnya aku berfokus pada tujuan. Toh, rasa lapar sudah seperti menjadi sahabatku sekarang.

monthly goal weight : 50kg

Sebenarnya aku tidak tahu juga bagaimana aku bisa melenyapkan 4.6 kilo di tubuhku seketika. Apalagi dengan keadaan rumah yang begini. Ibuku jadi sering memasak, entah mengapa. Begitu banyak godaan dan waktuku hanya tersisa 16 hari.

Berarti aku harus tetap menjaga makan, menggandakan jadwal olahraga, dan mungkin tertidur di jam istirahat? Baiklah. Toh, tidak ada yang mau makan siang denganku juga.

"Ngapain?" Seseorang masuk ke kamarku tiba-tiba.

Buru-buru aku terduduk. Tanpa berkata apapun, laki-laki itu masuk dan ikut duduk di sampingku. Aku masih menatapnya heran.

Kemudian kami tak berbicara lagi. Hening seperti membuat suasana makin canggung. Dia seperti tak berusaha melakukan apapun. Padahal jelas-jelas dia yang datang lalu masuk dengan sendirinya. Lantas untuk apa dia kemari?

"Tinggal dijawab aja kok ribet." Ia melanjutkan perkataannya, memecah keheningan.

"Justru gue yang harusnya nanya." Balasku kesal. "Lu ngapain di sini?"

Ia tertawa pelan, "Lho? Gue kan emang sering ke sini."

Benar juga. Kami berteman sejak kecil. Rumahnya berdampingan dengan rumahku. Tentu ibuku sudah tak asing dengan laki-laki berambut hitam gelam ini. Apalagi ditambah dengan senyumnya yang khas. Sudah terbayang bagaimana percakapannya dengan ibu di bawah tadi.

'Bolehkah aku masuk ke kamar Krist padahal sudah jam sembilan malam begini?'

'Oh tentu boleh dong, Singto. Datang jam 2 pagi pun tak apa.'

Kesimpulannya, tidak ada yang bisa menentang seorang Singto Prachaya. Dia punya, entahlah, semacam sihir mungkin? Aku tak tahu mantra apa yang dia pelajari sewaktu sedang tergila-gilanya dengan Harry Potter. Namun kuakui, dia memang punya bakat untuk bernegosiasi dengan orang lain.

"Sit up lagi, huh?" Tanya Singto, menerka dari nafasku yang masih tak beraturan.

Aku berusaha tak menoleh, "Bukan urusan lu."

"Galak." Ia tertawa pelan. "It was just a sushi. Gak akan ngebunuh lu juga."

Itu bukan 'hanya' sushi. Itu nori, dengan nasi, crab stick, dan bahkan aku belum sampai ke titik terburuknya, KRIM KEJU. Aku bahkan tak bisa bernafas lega mendengar kata-kata itu. Bayangkan jika aku tak berlari dan sit up hari ini, mungkin besok aku akan terbangun dengan badan seperti ikan paus.

Mimpi. Paling. Buruk.

"Mungkin itu gak 'cuman sushi' kalo lu punya otak cerdas kayak gue." Balasku. "Lemak bisa membunuhmu."

"Well, ovethinking dan starvation juga bisa me—"

Dan begitulah, dia kembali pada pembahasan 'itu'. "Gak terima argumen malem ini. Lagi capek."

"Capek denial?" Singto mengangkat bahu.

Kalimatnya cukup menusuk. Tapi aku berusaha tak peduli. Jadi aku memilih untuk meninggalkannya terduduk sendiri di bawah. Beranjak perlahan ke arah lemari sambil menentukan piyama apa yang harus kupakai malam ini.

"You know what," Aku melirik ke arahnya. "Lu bisa pergi dari kamar gue sekarang daripada ke sini cuman buat nyeramahin gue."

Singto masih merasa tak bersalah, "Gue cuman pengen jujur aja kok."

"Shut up."

"Oke."

Aku mengangguk. Akhirnya. Ternyata memang lebih baik kalau Singto diam begini. Sambil membawa tumpukan piyama yang akhirnya kuambil dengan asal karena tak sempat berfikir, buru-buru kupergi meninggalkan Singto ke kamar mandi. Kuharap mandi dengan air hangat bisa menetralisir isi pikiranku.

Dan ketika aku kembali, Singto sudah tak ada lagi di sana. Mungkin ia sudah pulang. Mengingat besok kami harus bangun pagi dan masuk sekolah.

----------------------------

A/N :

Hayo silent reader mana nih yang bakal ketahuan? Kalau suka boleh dong vote! Setiap vote dari kalian tentu bakal aku apresiasi sekali💘

Selamat terombang-ambing!

Lunchbox Friends - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang