6. Tangan

804 138 6
                                    

[ Meal log 46 – Liquid Fast ]

current weight  : 53.5kg

b'fast : water (0)

lunch :

dinner :

exercise : masturbating (idk??)

total calories : (0???)


"Tapi lu oke juga." Pujiku sambil tersenyum malu-malu.

Ia melihat tangannya, "Masih bisa dipake lah ya."

Ucapannya seketika membawaku untuk mengingat kejadian itu. Belum puas juga ternyata memori itu datang setelah sempat hadir saat membahas Jumanji kemarin. Aku tersenyum. Kejadian tiga tahun itu bagaikan mujizat. Tak pernah lagi aku mengeluh karenanya.

"Inget gak sih waktu gue jatoh dari kamar?" Pertanyaannya makin memancing isi kepalaku.

"Inget." Aku mengangguk. "Gara-gara main game ala Jumanji gitu kan?"

"Iya. Lagian mainan apaan sih itu? Gak jelas."

"Ya namanya juga kerjaan anak SMP. Sok ngide." Ujarku sambil tertawa kecil. "Tapi akhirnya lu mainin juga kan?

"Iya. Tapi abis itu gue kepleset, jatoh." Jawab Singto kesal "Gak lagi-lagi deh gue!"

"Tapi itu miracle banget tau." Singto menoleh. "Tangan lu cuman patah, padahal kan itu tinggi banget gak sih? Lantai tiga! Which, tubuh lu kuat banget."

Senyuman tertoreh di wajahnya, "Kan gara-gara lu? Lu yang bikin gue kuat sampe ada di sini."

"Dangdut, anjir." Aku memukul pundaknya.

Kami tertawa sambil menatap langit-langit. Jantungku berdebar kencang lagi. Kami memang sering merebah bersebelahan begini, tapi kali ini rasanya benar-benar berbeda. Bagai membuka lapisan baru dari diri masing-masing. Kini aku seperti bisa melihat Singto lebih dalam.

"Lu beneran suka ama gue ya?" Tanya Singto.

Aku menghela nafas, "Kalau iya, lu bakal jauhin gue gak?"

"Gak." Ia menggeleng.

"Sorry ya." Dadaku terasa sesak.

"Kenapa?"

"Gue gak bisa jadi apa yang lu mau." Balasku perlahan. "Tapi gue bakal berusaha kok."

"Ngomong apa sih?" Singto menoleh.

Aku menggeleng. Andai saja ia tahu kalau aku berusaha melakukan apapun untuknya. Ingin kubuktikan kalau aku bisa cantik bagai perempuan yang sering ia pandang. Lapar kini menjadi kerabat dekatku. Apalagi alasannya kalau tidak karena ingin nampak sempurna, setidaknya di hadapan Singto?

Sebenarnya ada banyak sih. Tapi itu salah satunya.

"Sorry ya kalau gue jelek." Aku menelan ludah demi menahan air mataku keluar. "Gue gak cantik, gak langsing, gak kayak cewek-cewek yang sering nongkrong di kantin."

"Kit—"

"Tapi lu liat kan gue lagi usaha?"

Astaga, kalimat apa yang baru kuucapkan tadi? Singto jelas-jelas straight. Mana mungkin mau padaku, bagaimana dan apapun usahanya. Aku merasa begitu bodoh dan egois. Rasa bersalahku makin dalam melihat reaksi Singto yang masih membeku.

"Sorry." Ujarku. "Sorry udah egois."

"Gue gak minta lu nyiksa diri buat hal sepele kayak gini."

Lunchbox Friends - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang