Part 5

256 6 0
                                    

Aku pulang dan membantu bunda menyiapkan makanan. Karena kami berdua belum lapar, aku dan bunda memutuskan untuk berkeliling keluar.

Di perjalanan aku melihat sebuah toko ice cream yang sangat menarik perhatian. Mengetahui pandanganku tak lepas dari toko itu. Bunda mengajakku pergi ke kesana, ia memang selalu tau kalau ice cream adalah makanan favoriteku.

"Kamu ingin kesana Hanny? Tak apa jika hanya sesekali, lagi pula ini pengalaman pertama kita" ajak Bunda.

"Tidak bun. Hanny takut harganya mahal, apalagi tempatnya di Paris" jawabku.

Bunda hanya tersenyum dan menarikku ke tempat itu. Tak lama kami telah duduk di bangku nyaman di toko ini, aku suka tempat ini, wallpaper, lantai, bangku, meja, dan sekelilingnya dipenuhi dengan design ice cream yang sangat lucu.

Aku baru mau memesan tiba-tiba kulihat seorang perempuan cantik keluar dari sebuah ruangan di toko ini. Ia sangat anggun dengan setelan kerja yang sudah pasti bukanlah seorang pelayan.

Ia berjalan tepat ke arahku dan berlalu begitu saja melewatiku. Tak sengaja aku mendengar percakapannya dengan seseorang.

"Maaf Daffa tadi ada pengiriman ke toko ini, tolong tanda tangan pengirimannya. Ini surat terimanya" suara itu berasal dari perempuan cantik tadi.

Aku bergumam "Daffa? Daffa Dewantara?" bunda melihatku dan beralih ke arah belakang.

Tak lama laki-laki yang ku temui tadi berada di antara meja aku dan bunda. Ia melihat ke arah bunda "Bunda Hanny?" suara itu terdengar darinya.

Bunda yang terlihat kaget pun sontak berdiri, refleks aku ikut berdiri mengikuti bunda. "Daffa? Apa benar ini Daffa? Kamu semakin tampan, bunda hampir tidak mengenalmu".

"Iya bunda ini Daffa Dewantara. Sejak kapan bunda berada disini?" ucapnya lalu memeluk bunda. Perasaanku bercampur aduk sekarang. Kaget, heran, tak percaya semua kurasakan saat ini.

Laki-laki itu berada di depanku. Daffa Dewantara, bahkan ia masih memanggil bundaku dengan sebutan bunda. Apa yang ia pikirkan sebenarnya, ia bertingkah seakan tidak ada masalah apapun di antara kami, apa ia tidak merasa bersalah sama sekali atau memang tidak mengingatnya.

Masa laluku yang terasa pahit karena nya. Pantas aku merasa tak asing ketika pertama kali bertemu dengan dia. Kuperhatikan bentuk wajahnya alis, mata, garis hidung. Dan bibirnya mengingatkan aku akan ciuman pertamaku dengannya. Apa yang aku pikirkan, kenapa aku malah berpikiran kesana.

"Bunda baru kemarin tinggal disini dengan Hanny" bunda menjawab setelah Daffa melepas pelukannya.

Kulihat ia menatapku. Masih dengan tatapan dinginnya, sampai sekarang aku masih belum bisa membaca apa yang ia pikirkan pada wajah itu.

"Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu? Ayo bunda lebih baik kita pergi dari sini. Aku sudah tidak selera lagi makan disini" kutarik tangan bunda untuk keluar dari toko ini.

Tiba-tiba tangan Daffa menahanku "Tinggalah sebentar, ada hal yang ingin aku jelaskan" suara lirih itu terdengar darinya.

"Tidak ada yang perlu di jelaskan. Aku muak lama-lama berada disini" aku segera melepas genggaman Daffa tanpa melihat ke arahnya.

Kusadari orang-orang yang berada disana melihat ke arah kami dengan heran. Mungkin mereka bingung dengan bahasa yang aku gunakan, dan yang mereka tau hanya ekspresi marahku pada Daffa.

"Seharusnya kamu tidak perlu semarah itu Hanny" suara bunda terdengar setelah kami keluar dari toko tersebut.

"Kenapa bunda masih saja membela dia? Apa bunda tidak ingat apa yang pernah ia lakukan pada Hanny" bunda hanya terdiam mendengar ucapanku.

Aku dan bunda sudah berada di apartemen. Dan sejak tadi aku hanya terdiam tanpa berbicara apapun pada bunda.

Tiba-tiba ponselku berbunyi dan pesan dari Alfin terlihat. "Siang Hanny, apa kau sibuk? Aku sudah berada di depan apartemen mu. Jika kau ada waktu apa kau mau pergi denganku?"

Aku kaget mengetahui Alfin sudah berada di luar. Aku segera menemui bunda "Bunda maafkan perkataan Hanny tadi, Hanny menyesal mengatakan hal itu pada bunda".

"Tak apa Hanny, bunda tau kamu tadi terbawa emosi pada Daffa" jawab bunda.

"Terimakasih bun. Ohiya bunda, Hanny ingin minta izin pergi dengan Daffa. Eh kenapa dia, maksud Hanny dengan Alfin" raut wajahku berubah saat mengucapkan nama itu.

"Yasudah Hanny. Tapi jangan pulang terlalu larut, sampaikan salam bunda pada Alfin" bunda menjawab sambil tersenyum kepadaku.

"Baik bunda, Hanny pergi dulu ya" pamitku pada bunda. Setelah keluar dari apartemen, kulihat Alfin dengan mobil merahnya. Ia tersenyum ke arahku.

Ia mulai membuka otomatis pintu mobilnya. "Apa kau ingin mengelilingi kota paris bersamaku Hanny?" suara lembut itu membuat jantungku berdetak kencang.

Setelah aku dan Alfin berada di dalam mobil. Ia mulai menyalakan mesin dan menjalankan kemudinya. "Kita mau kemana?" tanyaku.

"Champs Elysees, apa kau pernah mendengar tempat itu?" tanyanya. Aku menggeleng, "Ahiya. Tadi bunda menyampaikan salamnya padamu" ucapku pada Alfin.

"Sampaikan salam balik dariku untuk bundamu nanti Hanny" jawabnya. Aku mulai memperhatikan wajah Alfin, ia terlihat sangat cool saat menyetir mobil. Wajah yang terlihat serius dan sangat fokus pada jalanan.

"Sudah puas melihatnya nona?" ia tersenyum menatapku. Kusadari wajahku memerah saat itu.

"Aku suka melihat pipimu memerah Hanny. Kau terlihat sangat menggemaskan" ia tertawa sambil mengemudikan mobilnya. "Alfiinnn" aku menunduk menahan malu.

Sampailah kami ditempat yang dituju. Alfin segera memarkir mobil dan membuka pintu mobilnya untuku.

Tempat ini berupa jalanan panjang yang sangat luas, udara sejuk menemani perjalananku dengan Alfin. Kami mulai berjalan mengitari tempat ini. Terdapat bioskop, teater, kafe, restoran, dan toko-toko mewah di sekelilingnya.

Alfin mulai mengenggam jemariku. Aku menatapnya dan ia masih fokus pada jalan di depannya. Kami berhenti dan duduk pada salah satu cafe di tempat ini.

Seorang pelayan menawarkan menu di cafe ini. Berbagai minuman dan dessert yang cantik terlihat di menu tersebut, mengundang selera makanku.

Setelah selesai memesan makanan. Tiba-tiba seorang gadis kecil yang menggemaskan menghampiri Alfin, "Kak Alfiiin, Keca kangeen" teriaknya. Ia memeluk Alfin dan mencium pipinya.

Senyum ketulusan terlihat di wajah Alfin saat gadis kecil itu menghampirinya. Alfin terlihat sangat sayang padanya, dan anak itu juga terlihat sudah dekat dengan Alfin.

Alfin ikut mencium pipi anak itu "Kak Alfin juga kangen sama Keca. Keca kesini sama siapa?" tanyanya. "Keca kesini sama bibi. Kaka cantik ini siapa? Pacar kak Alfin ya?" ucap gadis kecil itu sambil menatap ke arahku.
"Hai sayang. Nama kaka Hanny. Nama kamu siapa?" aku tersenyum dan mengulurkan tanganku. "Haaaai, nama aku Keca. Kak Hanny cantik deh. Pasti pacarnya kak Alfin ya?" anak itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

"Bukan Keca. Kaka ini teman deket kak Alfin" jawab Alfin. "Oh Keca kira pacar kak Alfin. Abis Keca baru sekarang liat kaka jalan sama perempuan" ia menjulurkan lidahnya pada Alfin.

Aku hanya tersenyum melihat Alfin mencubit gemas pipi Keca. Kami makan bersama di cafe ini dan berjalan-jalan bersama.

Setelah beberapa lama pengasuh Keca datang untuk menjemputnya "Yaah keca harus pulang. Tapi Keca mau foto sama kak Hanny dan kak Alfin dulu" ucapnya.

Setelah foto bersama. Keca meminta aku dan Alfin menunduk. Ia mencium pipi kami berdua "Sampai ketemu lagi kak Hanny. Sampai ketemu lagi kak Alfin. Keca senang bisa bertemu kalian berdua".

Ia memegang tanganku dengan Alfin dan membuat kami bergandengan. "Jangan biarin kak Hanny pergi kemana-mana ya kak" ucapnya pada Alfin. Aku tersenyum setelah Keca melambaikan tangan dan berlalu.

..............................................................

Hai part ini Hanny sama Alfin dulu ya. Jangan bosen-bosen baca novel ini. Keep reading guys!

Comment dan rate selalu aku tunggu. Gomawo, salam sayang dari fany({})

I find you in ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang