Part 7

207 4 1
                                    

DAFFA POV

Aku masih berada dalam mobil menunggu Hanny di luar kampus. Aku yakin ia akan keluar melalui jalan ini.

Sejak pertama kali bertemu dengannya di outdoor food market aku sudah merasa wajahnya tak asing lagi bagiku. Aku merasa telah mengenal ia sebelumnya.

Saat berada di toko ice cream milikku. Ku dengar suara lembut menyebut namaku. Suara yang terasa pernah sangat dekat denganku.

Mataku tertuju pada asal suara itu dan kulihat seorang wanita yang masih terlihat sangat cantik walau usianya sudah tidak muda lagi. "Bunda Hanny?" ucapku meyakinkan.

Kupeluk wanita itu. Merasakan kehangatan seorang ibu. Aku sangat menyayangi bunda Hanny dan sudah menganggap ia seperti bundaku sendiri.

Seketika mataku tertuju pada perempuan yang bersama bunda. Aku semakin yakin ia adalah Hanny, wajahnya terlihat semakin cantik. Sejak dulu, Hanny memang sudah menjadi rebutan banyak laki-laki disekolah.

Tiba-tiba perasaan bersalah menyelimutiku, mengingat kenangan buruk yang pernah aku lakukan padanya di masa lalu.

Kulihat matanya indahnya menatapku dengan pandangan tak bersahabat. Aku sudah yakin Hanny akan marah melihatku saat itu. Kucoba menahannya, namun ia sama sekali tidak ingin menatapku dan berlalu pergi.

Aku ingin menyusul Hanny namun kupikir bukan hal yang tepat mengingat kondisinya masih sangat marah padaku.

Ketika melihatnya di kampus aku mencoba menjelaskan semuanya pada Hanny. Seketika emosiku memuncak melihat seorang laki-laki menghalangiku dan membawa Hanny mendekat ke arahnya.

Tiba-tiba wajah itu menatapku, mencoba memisahkan aku dengan laki-laki itu. Tak dapat aku pungkiri melihat wajah Hanny saat mencoba menenangkan kami, membuat aku luluh dan emosiku mereda.

Bertengkar di kampus hanya membuatnya dalam masalah. Akhirnya aku putuskan untuk pergi meninggalkan mereka berdua.

Tiba-tiba kulihat Hanny benar-benar berjalan dihadapanku. Aku rasa ia tidak menyadari jika aku mengawasinya daritadi.

Segera ku parkir mobil ini dan mengikutinya dari belakang. Aku masih mengawasinya hingga ia menaiki sebuah bus.

Hanny duduk di tengah dan aku duduk di belakang jauh dari bangku yang ia duduki. Kulihat Hanny mulai mendengarkan musik di ponselnya dengan headset. Kebiasaan yang selalu ia lakukan untuk menenangkan dirinya.

Setelah beberapa lama, kulihat Hanny yang tertidur di bangkunya. Melihatnya tertidur pulas membuat aku ikut memejamkan mataku.

***

Tiba-tiba aku terbangun ketika bus berhenti di pemberhentian terakhirnya. Kulihat Hanny ikut terbangun, ia terlihat bingung ketika melihat sekeliling.

Saat petugas bus memberitahukan jika ini adalah pemberhentian terakhir, aku melihat wajah paniknya muncul.

Ia mulai berjalan keluar dari bus dan ekspresi wajahnya berubah saat melihatku. "Daffa? Ngapain kamu disini? Kamu ngikutin aku ya?" ucapnya dengan raut wajah kaget.

"A..Akuu cuma mauu" mendengar jawabanku terbata-bata ia hanya berlalu dan segera keluar dari bus.

"Hanny, kamu mau kemana?" aku segera menyusulnya. Aku masih mengawasinya dari belakang, ia terlihat bingung karena langit mulai gelap dan tidak terlihat bus lewat di tempat ini. Ia mulai membuka ponselnya namun yang kulihat raut wajahnya kesal saat itu.

Tiba-tiba ia berhenti, kulihat ia menahan sakit. Sepertinya maagnya kambuh, aku segera menghampirinya. "Sebaiknya kita pergi ke restoran itu dulu" ajakku sambil melingkarkan sebelah tanganku di pinggangnya.

Kulihat raut wajahnya pasrah mengikuti langkahku. Ketika sampai di restoran, ia segera mengambil dompetnya dan membeli makanan di tempat itu.

"Biar aku yang bayar" ucapku. "Tidak perlu. Aku bisa membelinya sendiri" jawabnya dingin.

Ia berlalu membawa makanannya dan duduk di salah satu bangku di restoran ini. Belum sempat ia memakan makanannya, tiba-tiba kulihat ia berjalan keluar restoran.

Karena tempat ini terbuat dari kaca, aku bisa melihat Hanny memberikan makanannya pada seorang wanita paruh baya yang sudah terlihat sangat tua duduk di depan restoran ini.

Sejak dulu Hanny tidak pernah berubah. Wajahnya memang senada dengan hatinya. Selain memiliki wajah yang cantik, ketulusan dan kebaikan hatinya selalu membuatku luluh melihat Hanny.

Aku segera memesan makanan untuk dua orang. Kususul ia yang berjalan menjauhi restoran ini. Kulihat ia menuju sebuah halte.

Aku segera duduk di sampingnya "Ini, makanlah" ucapku sambil memberikan makanan yang kubeli.

Kulihat ia menarik nafas panjang dan menatapku dengan raut wajah pasrah "Terimakasih" ucapnya.

Setelah selesai makan, kami masih menunggu di halte ini. Hari semakin gelap dan udara dingin mulai terasa di seluruh tubuhku. Kulihat wajah Hanny terlihat pucat.

"Langit sudah semakin gelap, sebaiknya kita cari tempat untuk menginap" ucapku dan segera menggenggam tangannya.

Merasakan tangan Hanny sangat dingin, aku mencoba menghangatkannya dengan meniup tangan mungil itu. Ku masukan tangan Hanny ke dalam kantong di sweaterku.

Kami berjalan mencari tempat penginapan. Namun yang kami temui hanya rumah-rumah penduduk.

Tiba-tiba mataku tertuju pada lampu yang menyala pada sebuah pabrik. Aku membawa Hanny ke tempat itu, kami duduk bersebelahan mengistirahatkan diri.

Kulihat pabrik ini terlihat kosong. Pabrik yang terlihat usang dan mungkin sudah tidak terpakai. Hanya sisa-sisa produk yang di tempatkan pada sebuah kardus.

Perasaanku tak tega melihat wajah pucat Hanny yang kedinginan. Kubuka sweater merah marun yang aku kenakan. "Apa yang kau lakukan?" suara lemah Hanny terdengar.

Aku tak menjawab pertanyaan Hanny dan segera mengenakan sweaterku padanya. "Kau akan mati kedinginan bodoh" suara lembut itu terdengar semakin lemah.

Aku memang tidak mengenakan apapun selain sweater itu di badanku. Yang aku pikirkan sekarang hanya Hanny. Kulihat tubuhnya lemas, aku segera merangkulnya kedalam pelukanku.

"Terimakasih banyak Daffa" ucapnya sambil menatapku. Kulihat wajah itu masih terlihat pucat "bibirmu membeku Hanny".

Perasaan sesak menyelimutiku melihatnya terlihat lemah seperti sekarang ini. Udara dingin membuatnya membeku tanpa suara.

Kuusap wajah cantik itu. Melihat bibir merah itu berubah pucat. Perlahan kudekatkan wajahku ke arahnya. Merasakan hembusan nafas dari bibirnya.

Seketika kurasakan bibirku telah menyentuh bibir mungilnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I find you in ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang