"Jadi, bagaimana kencan butanya?" Tanya sang ibu kepada Hyura dengan sorot mata menatap penuh harapan. Setelah Hyura dan Jimin bertukar nomor, perut Hyura tiba-tiba saja tidak bisa diajak berkompromi. Alhasil, ibu dan anak itu tidak sengaja bertemu di toilet.
Mendapat tatapan anak anjing dari ibunya, mau tidak mau Hyura tersenyum kaku—mengiyakan, daripada terjadi perang dunia keempat. "Aku mendapatkan nomor telfonnya."
"Serius? Astaga, eomma tidak menyangka akan secepat itu. Kukira hubungan kalian berdua tidak akan berjalan baik." Ny. Kim menghela nafas lega, mendadak mengingat makeup anaknya yang jauh dari kata cantik.
Kemudian satu pukulan dilayangkan ke kepala gadis itu. "Akh! Eomma! Kenapa tiba-tiba memukulku?!" Sang empunya meringis sambil menatap kesal.
"Eomma tidak tahu lagi harus mengajarimu seperti apa. Kau sengaja kan memakai makeup seperti ini?" Tanya Ny. Kim menuntut penjelasan.
Kini giliran Hyura yang terkekeh, menggaruk kepalanya pelan. "Bagiku ini cantik."
"Cantik pantatmu. Sekarang eomma tidak mau tahu, hapus itu dan ganti dengan makeup yang lebih baik." Ujar sang ibu disambut tatapan protes oleh Hyura.
"Eomma tidak peka apa kalau Jimin juga memakai pakaian menor sama sepertiku? Kenapa eomma tidak memarahi dia juga?"
Ny. Kim merotasikan bola matanya malas. "Karena eomma yakin, partner kencan butamu itu juga sedang dimarahi oleh ayahnya. Kalian itu sama saja."
…
Dan benar seperti kata Ny. Kim, setelah menata ulang polesan makeupnya—meski dengan ogah-ogahan karena sang ibu yang memaksa, dari kejauhan Hyura melihat presensi Jimin yang sedang tertunduk di hadapan ayahnya.
Sialan, kenapa baginya itu malah lucu ya?
Susah payah bibirnya menahan senyum agar tidak terbahak daripada mengakibatkan dirinya juga ikut disidang oleh sang ibu.
"Kasihan sekali dia." Gumam Hyura tapi dengan perilaku sebaliknya. Tampak menikmati tontonan di hadapannya.
"Oh astaga, dia dipukul." Lanjutnya lagi hampir tak bisa menahan tawanya. Ia tidak sengaja melihat adegan yang sama seperti dirinya di toilet—pukulan kepala. Bukankah ini merupakan sebuah telepati yang cukup hebat?
"Eomma, bukankah lebih baik eomma dan ayahnya saja yang kencan buta? Sepertinya kalian memiliki banyak kesamaan dibandingkan aku dan Jimin." Usulnya tanpa berpikir dua kali sehingga mengakibatkan pukulan kedua di kepala gadis itu. Malang sekali.
"Berhenti mengucapkan kalimat yang tidak-tidak." Dengus Ny. Kim sedangkan Hyura hanya menggerakan bibirnya asal seperti mengejek sang ibu.
"Oh, sepertinya mereka sudah selesai." Ucap Ny. Kim melihat ayah dan anak itu menghampiri mereka berdua.
Berkebalikan dengan adegan tadi, Tuan Park hanya tersenyum. "Apa kalian sudah menunggu lama?"
Ny. Kim menggeleng. "Ah tidak, sebaiknya kita biarkan mereka bersama. Sepertinya kita kurang memberikan mereka waktu." Ujarnya dengan ekor mata melirik Hyura.
Tuan Park hanya mengiyakan usulan sang calon besan, lalu membiarkan Jimin dan Hyura bersanding berdua sementara mereka berjalan menjauh—sama seperti adegan di cafe tadi.
"Kau pasti melihatku dipukul tadi. Iya kan?" Tanya Jimin tiba-tiba.
Hyura yang mendapat pertanyaan tiba-tiba itu hanya mengangguk acuh. "Iya, memangnya kenapa? Menyuruhku menertawaimu? Oh tidak terima kasih, karena aku juga kena pukul dua kali."
Jimin yang awalnya mengira sang partner akan mengejek atau menertawakannya, hanya mengangkat sebelah alisnya heran. Tidak menyangka tentu saja. Sangat aneh baginya mengetahui bahwa anak gadis juga dipukul oleh ibunya sendiri.
"Kenapa kau dipukul?" Tanyanya lagi.
"Kau itu banyak tanya sekali sih. Kau mulai tertarik, ya padaku?"
Jimin hanya terkekeh mendengar pertanyaan Hyura yang terlampau percaya diri itu. "Tidak, karena aneh saja mengetahui kau juga dipukul oleh ibumu."
"Hari ini aku memakai makeup terlalu cantik, makanya dipukul." Hyura mengerucutkan bibirnya kesal—yang anehnya dianggap menggemaskan oleh Jimin.
"Ah sudah lupakan, setelah ini kita selesai kan? Kita bisa berpisah disini." Lanjut si gadis kemudian.
Jimin yang mendengar hal itu tentu saja tidak terima, karena ia masih ingin menghabiskan waktu dengan gadis itu. Emm, seperti mendengar celotehan atau adu percaya diri misalnya?
"Bagaimana kalau kita berjalan-jalan di sekitar perusahaan?" Usul Jimin disambut tatapan aneh oleh Hyura.
"Kau sepertinya tidak tahu kalau aku bekerja disini, Tuan Park Jimin-ssi. Mana mungkin aku membuang-buang waktu untuk mengitari perusahaan?"
Sejujurnya, lelaki berambut pirang itu memang tidak tahu kalau Hyura bekerja di perusahaan milik temannya itu.
"Berarti kau kenal dengan Kim Taehyung?"
Hyura mengangguk. "Dia atasanku, yang kau tahu, cukup tampan. Ya, meski tidak setampan pacarku sih."
"Kau punya pacar?"
Hyura lagi-lagi mengangguk. Kali ini gayanya cukup angkuh seperti ingin membanggakan sang pacar. "Iya, Park Hyungsik."
Jimin terbahak mendengarnya. "Kau sepertinya terlalu polos, nona. Mana mungkin kau bisa berpacaran dengan seorang idol?"
Hyura mendengus kesal melihat Jimin menertawakannya seperti itu. Meremehkannya saja. "Kalau bisa, kau akan memberiku apa hah? Dasar menyebalkan." Langkah selanjutnya, ia pergi dari sana, menyisakan Jimin yang bingung sendiri kehilangan presensi dirinya di tengah-tengah perusahaan. Seperti anak hilang saja.
•••
"Jihyun-ah, aku tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia menertawakanku seperti itu? Memangnya dia siapa?"
Diam-diam Jihyun menahan senyumnya agar tidak kelepasan untuk tertawa juga. Apa sahabatnya itu memang tidak tahu? Atau pikirannya tertutup oleh muka Hyungsik sehingga tidak melihat kenyataan? Wajar saja jika Jimin menertawakannya.
"Iya, sepertinya partnermu itu memang kehilangan akal." Balasnya kemudian.
Hyura mengangguk setuju. "Benar kan? Dia memang kehilangan akal."
"Oh ya, memangnya tidak papa meninggalkannya sendirian? Bagaimana jika ibumu tahu?"
Kalau soal itu, tentu saja Hyura tidak tahu. Gadis itu meninggalkannya juga lantaran kesal karena pria itu mengejeknya. "Memangnya dia anak kecil? Lagaknya saja sudah serampangan begitu."
Jihyun hanya mengangguk saja menanggapinya. Ia bukan tipikal orang yang suka ikut campur dengan urusan orang lain. "Hmm. Terserah kau saja."
"Oh ya, Jihyun-ah. Aku tiba-tiba memikirkan sesuatu." Ucapnya dengan mata berbinar.
"Apa?"
"Saat fansign nanti, sebaiknya aku memberikan pacarku itu hadiah apa?" Tanyanya sembari berpikir. "Boneka? Banner? Post-it? Hand-craft? Pakaian? Atau diriku sendiri saja?"
"Dasar gila." Decak Jihyun menatap aneh sahabatnya itu. "Lama-lama aku takut padamu Ra, sungguh. Kau itu fanatik sekali sih dengan Hyungsik."
Hyura hanya mengindikkan bahu tidak peduli mendengarnya. "Aku tidak fanatik. Buktinya aku juga tidak pernah bertemu dengannya." Lanjutnya sedih.
"Tapi tanpa malunya mengaku kalau dia itu pacarmu?" Sarkas Jihyun memutar bola matanya jengah.
"Tentu saja. Park Hyungsik dan aku itu, pasangan terbaik di dunia." Jawabnya semangat. "Aku cinta sekali padanya. Fans garis kerasnya."
[]
![](https://img.wattpad.com/cover/227674521-288-k44241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND DATE [소개팅] | PJM
Fanfiction[On-Going•Follow first] "This is just a fake matchmaking." Singkatnya, ini adalah kisah anti mainstream tentang kenakalan seorang Park Jimin yang dipaksa kencan buta oleh papanya. Sama dengan si gadis, yang nyatanya seorang fans berat dari Park Hyun...